Shalat adalah tiang agama, penopang iman, dan ibadah yang akan ditanyakan pertama kali pada hari kiamat. Shalat yang sah menjadi cahaya bagi seorang hamba, sedangkan shalat yang rusak kehilangan nilainya di hadapan Allah. Karena itu, selain memahami rukun shalat, kita juga wajib mengetahui hal-hal yang membatalkan shalat.
Kitab Safinatun Najah karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, yang menjadi pegangan dasar di pesantren Nusantara, memuat pembahasan singkat namun padat tentang pembatal shalat. Pengetahuan ini penting agar ibadah tidak sia-sia. Dalam artikel ini, kita akan mengupas satu per satu hal yang membatalkan shalat menurut Safinatun Najah, sekaligus mengaitkannya dengan makna spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Shalat, Amanah yang Dijaga dengan Khusyuk
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكْرِي
“Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama shalat adalah dzikir, yaitu menghadirkan Allah dalam hati. Jika shalat rusak karena pembatal, maka hilanglah tujuan agung tersebut. Oleh sebab itu, menjaga shalat dari segala yang membatalkan adalah tanda kesungguhan seorang hamba dalam menapaki jalan khusyuk menuju Allah.
Hal-Hal yang Membatalkan Shalat Menurut Safinatun Najah
Syekh Salim bin Sumair menyebutkan ada beberapa hal yang membatalkan shalat.
- Hadats Besar maupun Kecil
Hadats adalah keadaan tidak suci yang menghalangi ibadah. Bila seseorang berwudhu lalu shalat, tetapi tiba-tiba kentut atau batal wudhunya, maka otomatis shalatnya batal. Hadats menjadi pembatal paling mendasar, sebab kesucian adalah syarat berdiri di hadapan Allah.
- Terbuka Aurat
Menutup aurat adalah kewajiban dalam shalat. Jika aurat terbuka, baik karena sengaja maupun tidak, maka shalatnya batal. Aurat laki-laki adalah antara pusar hingga lutut, sedangkan perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
- Banyak Bergerak Tanpa Keperluan
Shalat adalah ibadah yang membutuhkan fokus. Jika seseorang melakukan banyak gerakan yang bukan bagian shalat, maka shalatnya batal. Ulama syafi’iyah menjelaskan bahwa tiga kali gerakan berturut-turut yang bukan bagian shalat dapat membatalkan. Hikmahnya, shalat mengajarkan konsentrasi dan kekhusyukan.
- Berbicara dengan Sengaja
Shalat adalah dialog eksklusif antara hamba dengan Tuhannya. Karena itu, berbicara dengan sengaja selain bacaan shalat membatalkan ibadah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya shalat ini tidak layak di dalamnya ada percakapan manusia. Shalat hanyalah tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Namun, bila berbicara karena lupa atau tidak tahu hukumnya, shalat tidak otomatis batal menurut sebagian ulama, tetapi tetap makruh.
- Makan dan Minum
Makan dan minum, meskipun sedikit, membatalkan shalat. Bayangkan jika seseorang mengunyah makanan di tengah shalat; jelas hal itu merusak kesakralan ibadah.
- Tertawa Terbahak-bahak
Tersenyum tidak membatalkan shalat, tetapi tertawa keras merusak ibadah. Imam Nawawi dalam syarahnya menegaskan, shalat adalah ibadah yang penuh ketundukan. Tawa yang berlebihan adalah tanda kelalaian hati.
- Mendahului atau Tertinggal Jauh dari Imam
Bagi makmum, mengikuti imam adalah kewajiban. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia rukuk, rukuklah; bila ia sujud, sujudlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Mengubah Niat
Shalat harus dilakukan dengan niat yang jelas sejak awal. Jika seseorang berniat membatalkan shalat di tengah jalan, meski belum melakukannya, maka shalatnya batal. Niat adalah pondasi, dan ketika pondasi roboh, ibadah tidak lagi berdiri.
- Menambah Rukun dengan Sengaja
Shalat memiliki rukun tertentu. Menambah rukuk, sujud, atau bacaan dengan sengaja membatalkan shalat. Sebab, ibadah harus sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ.
Rasulullah bersabda:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Menambah rukun berarti keluar dari tata cara yang dicontohkan Rasulullah ﷺ.
Dimensi Spiritual di Balik Pembatal Shalat
Jika diperhatikan, semua pembatal shalat berkaitan dengan hilangnya fokus, kesucian, dan khidmat dalam ibadah. Hadats merusak kesucian, tawa menghancurkan kekhusyukan, bicara mengalihkan perhatian dari Allah, sedangkan banyak gerakan menunjukkan kelalaian.
Dengan kata lain, Safinatun Najah tidak sekadar menyebut daftar hukum, melainkan menuntun kita menjaga ruh shalat. Ibadah bukan hanya gerakan lahiriah, tetapi perjumpaan rohani. Menjaga shalat dari pembatalnya berarti menjaga hati agar tetap terhubung dengan Allah.
Menjaga Shalat, Menjaga Hidup
Seorang muslim yang menjaga shalat akan merasakan ketenangan dalam hidup. Ia disiplin, fokus, dan tidak mudah tergoda oleh kelalaian. Shalat yang dijaga dengan baik akan mencegah dari perbuatan sia-sia.
Para ulama salaf mengajarkan bahwa shalat adalah cermin kehidupan. Bila shalat terjaga, maka kehidupan pun teratur. Namun bila shalat rusak, maka kehidupan pun mudah berantakan.
Penutup
Shalat adalah taman ruhani tempat seorang hamba bercengkerama dengan Tuhannya. Namun taman itu bisa layu bila diserang penyakit pembatal. Oleh karena itu, menjaga shalat dari segala yang merusaknya sama dengan menjaga hati agar tetap segar oleh dzikir.
Mari kita rawat shalat dengan penuh kehati-hatian. Jangan biarkan hadats, tawa, atau kelalaian menghapus nilai ibadah kita. Semoga setiap shalat yang kita dirikan menjadi cahaya di dunia, pelipur di kubur, dan penyelamat di akhirat.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi di Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
