Shalat adalah tiang agama, penopang utama kehidupan spiritual seorang muslim. Ia bukan sekadar gerakan jasmani, melainkan jalinan komunikasi antara hamba dengan Tuhannya. Dalam tradisi fikih, shalat dipandang sebagai ibadah yang memiliki syarat tertentu, baik syarat wajib maupun syarat sah.
Kitab Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, menjadi salah satu rujukan penting dalam memahami dasar-dasar fikih ibadah. Di dalamnya, dijelaskan dengan ringkas namun padat tentang syarat wajib dan syarat sah shalat. Kedua syarat ini sering kali dipahami secara tumpang tindih, padahal keduanya berbeda secara mendasar.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman.” (QS. An-Nisā’: 103)
Ayat ini menunjukkan kewajiban shalat, namun untuk melaksanakannya diperlukan pemahaman tentang siapa yang wajib dan bagaimana syarat-syarat sahnya. Mari kita telusuri penjelasan mendalamnya menurut Safinatun Najah.
Syarat Wajib Shalat
Syarat wajib shalat adalah faktor yang menyebabkan seseorang dibebani kewajiban shalat. Tanpa syarat ini, seseorang tidak terkena kewajiban, meskipun shalat tetap sah bila dikerjakan.
- Islam
Shalat hanya diwajibkan kepada orang yang beragama Islam. Bagi non-muslim, kewajiban ini tidak berlaku secara langsung, namun mereka tetap akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat karena menolak keimanan.
- Baligh
Anak kecil tidak dibebani kewajiban shalat. Namun, sejak usia tujuh tahun mereka dianjurkan untuk diajarkan shalat, dan pada usia sepuluh tahun diperintahkan secara tegas. Rasulullah ﷺ bersabda:
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
“Perintahkan anak-anak kalian shalat saat berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud)
- Berakal
Orang gila, hilang kesadaran, atau dalam kondisi mabuk tidak terkena kewajiban shalat. Hal ini sesuai dengan kaidah syariat bahwa beban hukum hanya berlaku bagi mereka yang memiliki akal.
- Sampainya Dakwah
Seseorang baru diwajibkan shalat bila telah sampai kepadanya ajaran Islam. Jika ia belum pernah mendengar tentang kewajiban shalat, maka ia tidak berdosa, meski tetap berkewajiban belajar.
- Suci dari Haid dan Nifas (Khusus Perempuan)
Perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan shalat, bahkan diharamkan melakukannya. Setelah suci, barulah kewajiban itu kembali berlaku.
Syarat Sah Shalat
Berbeda dengan syarat wajib, syarat sah shalat adalah faktor yang membuat shalat diterima dan dianggap benar secara syar’i. Bila salah satu syarat sah tidak terpenuhi, maka shalat tidak sah meskipun dikerjakan dengan khusyuk.
- Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Shalat tidak sah tanpa wudhu atau mandi wajib jika seseorang dalam keadaan hadats. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ
“Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim)
Inilah syarat utama yang menegaskan bahwa kesucian adalah pintu gerbang shalat.
- Suci dari Najis pada Badan, Pakaian, dan Tempat
Najis sekecil apapun yang menempel pada tubuh, pakaian, atau tempat shalat dapat membatalkan sahnya shalat. Safinatun Najah menekankan pentingnya memastikan kebersihan sebagai wujud penghormatan kepada Allah.
- Menutup Aurat
Menutup aurat adalah syarat sah shalat yang tidak boleh diabaikan. Aurat laki-laki adalah antara pusar hingga lutut, sementara perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Firman Allah ﷻ:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A‘rāf: 31)
- Menghadap Kiblat
Menghadap ke arah Ka’bah adalah syarat sah yang tidak boleh ditinggalkan, kecuali dalam kondisi darurat seperti shalat khauf (shalat dalam keadaan perang).
- Masuk Waktu Shalat
Setiap shalat memiliki waktu tertentu, dan tidak sah dikerjakan di luar waktu yang telah ditetapkan.
Perbedaan antara Syarat Wajib dan Syarat Sah Shalat
Pada titik ini, penting membedakan antara syarat wajib dan syarat sah.
- Syarat wajib menentukan siapa saja yang dibebani kewajiban shalat. Misalnya, seorang anak kecil tidak wajib shalat karena belum baligh, tetapi jika ia melakukannya, shalatnya tetap sah.
- Syarat sah memastikan shalat yang dilakukan benar-benar diterima Allah. Jika seseorang tidak suci dari hadats, maka shalatnya tidak sah meskipun ia sudah baligh dan berakal.
Dengan kata lain, syarat wajib berkaitan dengan taklīf (pembebanan hukum), sementara syarat sah berkaitan dengan sihhat (keabsahan ibadah).
Shalat adalah hadiah agung dari Allah, ibadah yang langsung diwajibkan tanpa perantara malaikat, langsung pada malam Isra’ Mi’raj. Agar ibadah ini benar-benar bernilai, seorang muslim perlu memahami syarat wajib dan syarat sah shalat sebagaimana dijelaskan dalam Safinatun Najah.
Syarat wajib mengajarkan kita tentang kesiapan seorang hamba dalam memikul kewajiban, sedangkan syarat sah mengingatkan pentingnya kualitas dan ketepatan ibadah. Keduanya ibarat dua sayap yang saling melengkapi: tanpa keduanya, shalat tidak akan sempurna.
Maka, mari jaga kesucian diri, patuhi syarat-syarat syariat, dan hadirkan hati yang khusyuk dalam setiap takbir kita. Semoga shalat yang kita tegakkan bukan hanya gerakan kosong, tetapi cahaya yang menuntun perjalanan kita menuju ridha Allah.
- Gerwin Satria N
Pegiat literasi di Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
