Sosok
Beranda » Berita » 5 Menit Mengenal Lebih Dekat Imam Madzhab (1) Imam Syafi’i

5 Menit Mengenal Lebih Dekat Imam Madzhab (1) Imam Syafi’i

SURAU.CO. Imam Syafi’i adalah sosok ulama besar yang pengaruhnya masih sangat terasa hingga saat ini. Beliau bukan hanya seorang ahli fikih, melainkan juga seorang pembaharu yang mampu menjembatani perbedaan pemikiran dan melahirkan metodologi hukum Islam yang rapi, sistematis, dan relevan lintas zaman.

Dalam Siyar A‘lam al-Nubala’ karya al-Dzahabi, beliau disebut sebagai “nasir al-hadits” (pembela hadis), karena berhasil menegakkan otoritas hadis pada masa di mana ra’yu (pendapat rasional) cenderung mendominasi. Perannya menjadi jembatan antara dua tradisi besar: Madinah dengan kekuatan hadisnya, dan Kufah dengan kekuatan analisis rasionalnya. Dari perpaduan ini lahirlah metodologi ushul fiqh yang pertama kali ditulis secara sistematis dan metodologis yang sangat kokoh, yaitu Mazhab Syafi’i.

Mengenal Lebih Dekat: Riwayat Hidup Imam Syafi’i

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi. Beliau lahir di Gaza, Palestina, pada tahun 150 H/767 M. Tahun kelahiran Imam Syafi’i bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Garis keturunan Imam Syafi’i bersambung langsung kepada Rasulullah Saw melalui Abdul Manaf, kakek ketiga Nabi Muhammad Saw.

Imam Syafi’i tumbuh dalam kesederhanaan sejak kecil. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih bayi. Ibunya, Fatimah, membesarkannya dengan penuh keteguhan hati. Dalam kondisi yang serba terbatas, ibunya menanamkan kecintaan mendalam terhadap al-Qur’an dan ilmu agama.

Kecerdasan dan Penguasaan Ilmu Sejak Dini

Ketajaman daya ingat Imam Syafi’i sudah terlihat sejak kecil. Beliau telah hafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun. Beberapa tahun kemudian, beliau juga menghafal Kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Selain sebagai ahli hukum, Imam Syafi’i juga seorang sastrawan ulung. Ia tumbuh dalam lingkungan masyarakat Arab Badui sehingga menyerap kefasihan bahasa Arab yang murni.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Tajuddin al-Subki dalam Tabaqat al-Syafi’iyyah mencatat bahwa Imam Syafi’i bukan hanya faqih, tetapi juga seorang penyair. Imam Syafi’i mendalami bahasa Arab klasik dengan mempelajari syair-syair Badui. Keahlian bahasanya ini sangat membantu dalam ijtihadnya.

Perjalanan Menuntut Ilmu dan Guru

Perjalanan menuntut ilmu Imam Syafi’i dimulai dari Makkah. Kemudian berlanjut ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik bin Anas. Dari sang guru, Imam Syafi’i mempelajari hadis dan fiqih dengan tekun. Setelah Imam Malik wafat, Imam Syafi’i pergi ke Irak. Di sana, ia menimba ilmu dari murid-murid Imam Abu Hanifah. Muhammad bin Hasan asy-Syaibani adalah salah satu gurunya. Imam Syafi’i menyerap metode berpikir rasional, yang menekankan qiyas (analogi).

Imam Syafi’i merangkai kedua tradisi ini menjadi sebuah sistem baru yang seimbang. Beliau mengutamakan dalil dari al-Qur’an dan Sunnah. Beliau juga memberikan ruang bagi akal untuk memahami teks dengan bijak. Hal ini menjadi dasar dari terbentuknya Mazhab Syafi’i.

Karya Monumental: Menulis Ushul Fiqh dan Kitab Rujukan

Karya monumental Imam Syafi’i yang hingga kini tetap menjadi tonggak keilmuan adalah al-Risalah. Kitab ini tercatat sebagai karya pertama yang membahas ushul fiqh secara sistematis dan terstruktur. Di dalamnya, Imam Syafi’i menegaskan dengan tegas empat sumber utama hukum Islam, yaitu al-Qur’an sebagai pedoman tertinggi, Sunnah Nabi sebagai penjelas wahyu, ijma’ (kesepakatan para ulama) sebagai bentuk otoritas kolektif, serta qiyas (analogi) sebagai jalan untuk menjawab persoalan baru.

Melalui kerangka ini, Imam Syafi’i bukan hanya menyusun dasar-dasar hukum Islam, melainkan juga membangun metodologi yang relevan lintas generasi. Selain al-Risalah, beliau juga menulis karya besar lainnya, yaitu al-Umm, sebuah ensiklopedia fikih yang menghimpun fatwa, ijtihad, dan pandangan-pandangannya. Kitab al-Umm kemudian menjadi rujukan utama bagi Mazhab Syafi’i, sekaligus bukti nyata betapa luasnya cakrawala keilmuan beliau.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ujian dan Keteguhan: Kisah Perjuangan Imam Syafi’i

Perjalanan hidup Imam Syafi’i tidak selalu berjalan mulus. Pada satu masa, beliau menghadapi cobaan berat ketika dituduh bersekongkol dengan kelompok politik di Yaman. Tuduhan itu membuatnya ditangkap dan diadili di hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Namun, dengan kecerdasan, kelantangan hujjah, dan kejernihan argumen, Imam Syafi’i berhasil membela diri dari fitnah tersebut. Akhirnya, beliau dibebaskan dari segala tuduhan.

Peristiwa itu tidak melemahkan wibawanya, justru semakin meneguhkan nama beliau sebagai ulama berintegritas tinggi. Dari sinilah tampak jelas, Imam Syafi’i bukan hanya seorang ahli ilmu, melainkan juga seorang pribadi pemberani yang konsisten menjaga kebenaran, meski harus berhadapan dengan risiko besar.

Perpindahan ke Mesir: Perubahan dan Penyebaran Mazhab

Setelah beberapa waktu di Baghdad, Imam Syafi’i pindah ke Mesir. Di sana, beliau merevisi sebagian pendapatnya. Beliau melahirkan mazhab (baca: Qaul) jadid. Murid-muridnya, seperti al-Muzani dan al-Buwaithi, menjadi penyebar utama ajaran ini. Dari Mesir, Mazhab Syafi’i menyebar ke seluruh dunia Islam. Mazhab ini juga masuk ke Indonesia, dan menjadi pegangan mayoritas umat hingga hari ini.
Selain karya-karya ilmiahnya, Imam Syafi’i juga meninggalkan banyak hikmah yang menginspirasi. Salah satu ungkapan hikmah yang masyhur, meski bukan hadis Nabi Saw, adalah perkataan: ‘Barang siapa ingin dunia, maka ia harus berilmu. Barang siapa ingin akhirat, maka ia harus berilmu. Barang siapa ingin keduanya, maka ia tetap harus berilmu.’ Ungkapan ini mencerminkan keyakinan ulama salaf, termasuk Imam Syafi’i, bahwa ilmu merupakan fondasi penting dalam kehidupan seorang Muslim.

Wafatnya Imam Syafi’i: Cahaya Abadi bagi Umat Islam

Imam Syafi’i wafat di Mesir pada tahun 204 H/820 M, dalam usia 54 tahun. Meskipun hidup beliau relatif singkat, warisannya tetap hidup. Warisan itu menjadi cahaya bagi umat Islam sepanjang zaman ditu bukan hanya dalam bentuk kitab dan fatwa. Warisan itu juga berupa keteladanan akhlak, kesungguhan belajar, serta kerendahan hati.

Mengenal Imam Syafi’i dalam waktu singkat saja sudah cukup untuk menumbuhkan rasa hormat. Kita juga akan merasa kagum kepadanya. Beliau adalah teladan tentang bagaimana kesungguhan mencari ilmu dapat melahirkan perubahan besar. Seri ini mengingatkan kita bahwa para imam mazhab adalah guru umat sepanjang zaman. (kareemustofa)

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement