Sejarah Sosok
Beranda » Berita » Kisah Perang Fijar, Cermin Moralitas Jahiliyah Bangsa Arab Pra-Islam

Kisah Perang Fijar, Cermin Moralitas Jahiliyah Bangsa Arab Pra-Islam

Kisah Perang Fijar
Kisah Perang Fijar ini tidak hanya penting karena melibatkan kabilah-kabilah besar Arab, tetapi juga karena menjadi pengalaman pertama bagi seorang remaja bernama Muhammad bin Abdullah, yang kelak akan menerima. wahyu menjadi Nabi dan Rasul bagi seluruh umat manusia. Gambar : Surau.Co

SURAU.CO – Sebelum cahaya Islam menyinari jazirah Arab, masyarakatnya hidup dalam era yang kita kenal sebagai periode zaman jahiliyah. Konflik, kebodohan, dan ketidakadilan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dalam masa kekacauan tersebut, terjadi serangkaian peperangan brutal yang mencoreng tatanan sosial dan moral, salah satunya adalah Perang Fijar. Kisah Perang Fijar, Cermin Moralitas Jahiliyah Bangsa Arab Pra-Islam.

Dinamakan perang “Fijar” yang berarti “pelanggaran” atau “kedurhakaan”. Perang ini menjadi bukti nyata rusaknya moral masyarakat kala itu, sebab pecah pada bulan-bulan suci yang seharusnya dihormati dan bebas dari pertumpahan darah. Kisah Perang Fijar ini tidak hanya penting karena melibatkan kabilah-kabilah besar Arab, tetapi juga karena menjadi pengalaman pertama bagi seorang remaja bernama Muhammad bin Abdullah, yang kelak akan menerima wahyu menjadi Nabi dan Rasul bagi seluruh umat manusia.

Api Konflik yang Tersulut oleh Kecemburuan

Jazirah Arab pra-Islam adalah sebuah mozaik yang terdiri dari banyak kabilah yang saling bersaing. Persaingan antar kabilah terutama dalam hal kekuasaan, pengaruh, dan perdagangan. Salah satu pusat perdagangan terbesar adalah Pasar Ukaz, tempat para kabilah berkumpul untuk berdagang, bersyair, dan menyelesaikan sengketa. Di pasar inilah, sebuah insiden kecil menjadi pemicu perang besar yang berlangsung selama bertahun-tahun itu.

Kisah bermula dari persaingan antara dua kabilah kuat, yaitu Bani Kinanah dan Bani Hawazin. Seorang pemuda Bani Hawazin bernama Urwah bin Utbah, yang terkenal sebagai pedagang ulung, terpilih untuk memimpin sebuah kafilah dagang besar di Ukaz. Kesuksesan Urwah ini menyulut rasa cemburu dan iri hati Bar bin Qais, seorang pemuka Bani Kinanah.

Dalam sebuah insiden yang menunjukkan betapa rapuhnya tatanan hukum masa itu, Bar bin Qais membunuh Urwah secara diam-diam. Pembunuhan ini, yang terjadi pada bulan suci, merupakan penghinaan besar bagi Bani Hawazin dan melanggar kesepakatan-kesepakatan yang ada. Tentu saja, Bani Hawazin tidak tinggal diam. Darah Urwah menuntut pembalasan. Mereka segera mengumpulkan kekuatan dan bersekutu dengan kabilah lain yang memiliki hubungan darah, yaitu Bani Qais ‘Ailan.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Pada sisi yang lain, Bani Kinanah juga tidak gentar. Mereka meminta bantuan sekutu mereka, Bani Quraisy. Pada saat itu Bani Quraisy adalah yang mendominasi Mekah dan memiliki pengaruh besar di Jazirah Arab. Dengan demikian, dua kubu besar terbentuk: Bani Hawazin dan Bani Qais ‘Ailan melawan Bani Quraisy dan Bani Kinanah. Api perang pun berkobar, menghanguskan perdamaian yang seharusnya terjaga selama bulan suci.

Jalannya Pertempuran: Kedurhakaan pada Bulan Suci

Perang Fijar tidak hanya terjadi dalam satu pertempuran, melainkan serangkaian konflik yang berlangsung sporadis selama beberapa tahun, dengan beberapa pertempuran besar yang tercatat dalam sejarah :

  1. Pertempuran di Ukaz. Pertempuran pertama pecah di Ukaz. Saat itu Bani Kinanah yang terdesak berhasil melarikan diri ke Mekah. Bani Hawazin mengejar mereka, dan pertempuran berlanjut hingga malam hari. Namun, pertempuran ini tidak menghasilkan pemenang yang jelas.
  2. Pertempuran di Nahla. Pertempuran kedua terjadi di Nahla. Pertempuran ini berlangsung sengit, dan Bani Hawazin berhasil meraih kemenangan. Kemenangan ini meningkatkan moral mereka dan memperpanjang konflik.
  3. Pertempuran di Asy-Syarafa. Pertempuran ini menjadi titik balik bagi Bani Hawazin. Mereka berhasil menaklukkan dan membunuh banyak lawan, sehingga membalikkan keadaan.
  4. Pertempuran di Al-Abra. Pertempuran ini adalah pertempuran yang paling sengit dan menentukan. Kedua belah pihak mengerahkan seluruh kekuatan mereka. Pada pertempuran inilah Muhammad SAW, yang masih remaja, ikut terlibat. Dalam pertempuran ini, Bani Hawazin mengalami kekalahan besar, dan moral mereka jatuh.

Setelah bertahun-tahun konflik dan pertumpahan darah, kedua belah pihak akhirnya menyadari bahwa perang ini hanya membawa kerugian dan kehancuran. Dengan mediasi dari para pemuka bijak, mereka sepakat untuk mengakhiri perang. Perdamaian tercapai dengan perjanjian bahwa pihak yang memiliki korban lebih sedikit harus membayar kompensasi (diyat) kepada pihak yang korbannya lebih banyak. Dalam kasus ini, Bani Quraisy membayar kompensasi kepada Bani Hawazin, mengakhiri Perang Fijar dan mengembalikan ketenangan sementara di Jazirah Arab.

Peran Muhammad SAW: Kesaksian Sejarah Seorang Remaja

Pada saat Perang Fijar terjadi, Nabi Muhammad SAW berusia sekitar 15 tahun. Meskipun masih sangat muda, beliau tidak luput dari konflik ini. Namun, peran beliau bukanlah sebagai prajurit yang bertempur di garis depan. Beliau mendampingi paman-pamannya, terutama Zubair bin Abdul Muthalib, dan memiliki tugas yang sangat spesifik dan penting.

Muhammad remaja bertugas mengumpulkan anak-anak panah dari tembakkan musuh di garis pertahanan Quraisy. Muhammad lalu menyerahkan kembali panah-panah tersebut kepada paman-pamannya dan menemmbakkan lagi ke arah musuh. Pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi Muhammad muda. Ia menyaksikan secara langsung betapa berbahayanya konflik antarsuku yang terpicu oleh hawa nafsu, kecemburuan, dan kepentingan duniawi.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Beliau melihat kehancuran, penderitaan, dan kerugian akibat peperangan yang tidak memiliki tujuan mulia. Pengalaman ini membentuk karakter beliau dan menumbuhkan rasa simpati yang mendalam terhadap kaum yang lemah dan tertindas. Pengalaman ini pula yang kelak menjadi salah satu motivasi beliau untuk berpartisipasi dalam pembentukan Hilful Fudhul (Perjanjian Kebajikan), sebuah pakta yang bertujuan untuk membela hak-hak orang yang dizalimi, beberapa tahun setelah Perang Fijar berakhir.

Dampak dan Hikmah Perang Fijar

Perang Fijar meninggalkan dampak mendalam bagi masyarakat Jazirah Arab, serta memberikan hikmah berharga bagi umat Islam:

  1. Menunjukkan bobroknya moral Jahiliyah. Perang ini menjadi simbol nyata betapa rendahnya moral masyarakat jahiliyah. Mereka tega melanggar kesucian bulan-bulan yang mereka sendiri agungkan demi memenuhi ambisi dan nafsu balas dendam. Ini menunjukkan betapa rentannya tatanan sosial dan hukum di masa itu.
  2. Melatarbelakangi terbentuknya Hilful Fudhul. Kehancuran dan ketidakadilan yang disaksikan oleh para pemuka Quraisy selama Perang Fijar memicu kesadaran mereka akan pentingnya keadilan. Mereka kemudian membentuk Hilful Fudhul, sebuah aliansi moral yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan melindungi kaum lemah dari penindasan. Nabi Muhammad SAW, yang menyaksikan langsung dampak buruk perang ini, turut serta dalam perjanjian ini dan kelak menyatakannya sebagai salah satu momen paling membanggakan dalam hidupnya.
  3. Pembentukan Karakter Nabi Muhammad SAW. Pengalaman Muhammad muda dalam Perang Fijar, meskipun hanya sebagai pengumpul panah, mengajarkan beliau tentang realitas perang, konflik, dan dampak buruknya. Hal ini semakin memperkuat pandangan beliau tentang pentingnya perdamaian, keadilan, dan persaudaraan, yang kelak menjadi fondasi utama ajaran Islam.
  4. Pelajaran tentang Pentingnya Keadilan. Perang Fijar dimulai dari ketidakadilan dan berakhir dengan upaya penegakan keadilan melalui pembayaran kompensasi. Ini menjadi pengingat bahwa setiap konflik harus diselesaikan dengan adil, dan bahwa setiap kerugian harus diganti rugi.

Penutup

Kisah Perang Fijar adalah sebuah cermin yang merefleksikan potret masyarakat Jazirah Arab pra-Islam dengan segala kelemahan dan kekacauannya. Perang ini menjadi bukti bahwa tanpa landasan moral dan spiritual yang kuat, manusia cenderung terjerumus dalam konflik dan kehancuran yang tak berkesudahan. Namun, di tengah kegelapan itu, muncul sebuah titik terang, yaitu kehadiran seorang pemuda yang kelak akan mengubah dunia.

Keterlibatan Nabi Muhammad SAW dalam Perang Fijar bukanlah sebagai petarung yang haus darah, melainkan sebagai saksi mata yang menyaksikan langsung kebobrokan Jahiliyah. Pengalaman ini membentuk jiwanya yang penuh kasih dan menjadi bekal berharga dalam misi beliau menyebarkan ajaran Islam yang membawa perdamaian, keadilan, dan rahmat bagi seluruh alam. Perang Fijar, yang tampak sebagai peristiwa kelam, justru menjadi salah satu pijakan penting dalam perjalanan sejarah Islam, mengajarkan umat manusia tentang pentingnya perdamaian dan keadilan, serta bahaya dari kekerasan yang tidak terkendali.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement