Khazanah
Beranda » Berita » Keadilan Hukum di Masa Rasulullah: Pilar Utama Peradaban Islam

Keadilan Hukum di Masa Rasulullah: Pilar Utama Peradaban Islam

Keadilan Hukum di Masa Rasulullah. Ilustrasi Meta AI.

SURAU.CO – Islam menegakkan prinsip keadilan sebagai fondasi utama. Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan sempurna. Beliau menunjukkan keadilan dalam setiap aspek kehidupan. Ini meliputi hukum, sosial, dan ekonomi. Keadilan beliau tidak memandang status seseorang. Bahkan, ia berlaku untuk setiap individu. Semua orang sama di hadapan hukum. Kisah-kisah dari masa beliau sangatlah inspiratif. Kisah-kisah ini menegaskan prinsip tersebut dengan jelas. Kita dapat mengambil pelajaran berharga darinya. Ini sangat relevan bagi masyarakat modern. Kita belajar tentang pentingnya integritas. Selain itu, kita juga memahami kepemimpinan yang adil.

Fondasi Keadilan dalam Islam: Ajaran Ilahi dan Sunnah Nabi

Keadilan (al-adl) adalah salah satu nama Allah SWT. Dia adalah Yang Maha Adil. Al-Qur’an memerintahkan keadilan secara tegas. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90). Ayat ini menjadi landasan utama. Ia mewajibkan umat Islam berlaku adil. Keadilan harus ditegakkan. Oleh karena itu, tidak ada pengecualian sedikit pun.

Rasulullah SAW menerjemahkan perintah ini dalam praktiknya. Beliau membangun sistem hukum yang adil. Hukum ini berdasarkan wahyu Allah. Sunnah beliau juga penuh teladan. Ini menunjukkan keadilan tanpa pilih kasih. Beliau tidak takut celaan siapa pun. Beliau menegakkan kebenaran sejati. Hal ini menjadi warisan abadi bagi umatnya.

Kisah Pencurian Wanita Bani Makhzum: Tidak Ada Pengecualian Hukum

Pada suatu waktu, sebuah kasus pencurian terjadi. Seorang wanita dari Bani Makhzum melakukan pencurian. Bani Makhzum adalah suku yang terhormat. Wanita itu juga berasal dari keluarga terpandang. Masyarakat Mekkah saat itu merasa bimbang. Mereka ingin meringankan hukuman wanita tersebut. Mereka tidak ingin nama baik suku tercoreng.

Para sahabat menjadi bingung. Mereka ingin menolong wanita itu. Sahabat Usamah bin Zaid mencoba berinteraksi. Ia adalah sahabat kesayangan Nabi. Usamah mencoba memohon keringanan hukuman. Ia berharap Rasulullah SAW memaafkan perbuatan wanita itu. Namun demikian, reaksi Nabi sangat tegas.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Rasulullah SAW marah mendengar permohonan Usamah. Beliau bersabda: “Apakah engkau akan meminta pertolongan (untuk tidak menerapkan hukum) pada satu hukum dari hukum-hukum Allah?” Nabi sangat kecewa. Beliau tidak ingin hukum Allah dipermainkan. Oleh sebab itu, Beliau kemudian menyampaikan khutbah penting.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena apabila orang-orang mulia di antara mereka mencuri maka mereka membiarkannya (tidak menghukumnya). Dan apabila orang yang lemah di antara mereka mencuri maka mereka menghukumnya. Demi Allah, sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini sangat terkenal dan fundamental. Ia menegaskan prinsip kesetaraan hukum. Tidak ada yang lebih tinggi dari hukum Allah. Bahkan putri Nabi sekalipun. Kehormatan atau status sosial tidak relevan sama sekali. Setiap orang sama di mata hukum. Inilah fondasi peradaban yang adil.

Keadilan untuk Semua: Muslim dan Non-Muslim di Hadapan Hukum

Keadilan Rasulullah SAW tidak terbatas pada Muslim. Beliau juga berlaku adil kepada non-Muslim. Sebuah kisah perselisihan menjadi bukti nyata. Seorang Muslim dan seorang Yahudi berselisih. Orang Yahudi itu merasa dirugikan. Ia membawa kasusnya ke hadapan Nabi. Ia meminta Nabi menjadi hakim.

Rasulullah SAW mendengar kedua belah pihak. Beliau mendengarkan dengan seksama setiap argumen. Beliau menimbang bukti-bukti yang ada dengan cermat. Setelah itu, Beliau membuat keputusan. Nabi memutuskan perkara dengan adil. Uniknya, keputusan tersebut memenangkan pihak Yahudi. Ini adalah hal yang luar biasa pada masanya. Seorang Muslim kalah dari seorang Yahudi.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Keputusan ini memiliki dampak besar. Orang Yahudi itu sangat terkesan. Ia menyaksikan keadilan sejati. Ia melihat bahwa Islam tidak memihak. Kebenaran adalah satu-satunya standar dalam Islam. Akibatnya, orang Yahudi itu langsung masuk Islam. Ia mengucapkan syahadat dengan tulus. Ia bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Peristiwa ini menunjukkan keadilan Islam. Keadilan ini menarik orang untuk memeluknya. Ia adalah rahmat bagi seluruh alam.

Keadilan dalam Perang dan Terhadap Musuh: Etika yang Mulia

Prinsip keadilan dalam Islam tidak hanya berlaku di masa damai. Ia juga harus ditegakkan dalam kondisi perang. Islam mengajarkan etika perang yang tinggi. Al-Qur’an memerintahkan ini secara eksplisit. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah: 8).

Ayat ini sangat jelas. Kita tidak boleh berlaku tidak adil. Bahkan kepada kaum yang kita benci sekalipun. Keadilan harus tetap menjadi panduan utama. Ini membedakan Islam dari ideologi lain. Islam bukanlah agama kekerasan. Sebaliknya, ia adalah agama keadilan. Ia melindungi hak setiap makhluk.

Rasulullah SAW selalu menerapkan ini. Beliau memberi perintah tegas kepada pasukannya. Mereka tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak. Mereka juga tidak boleh merusak lingkungan. Demikian pula, mereka tidak boleh mengganggu biarawan. Prinsip ini menjaga martabat kemanusiaan. Ini adalah keadilan yang universal.

Pelajaran Abadi dari Keadilan Rasulullah SAW

Kisah-kisah keadilan Rasulullah SAW memberikan pelajaran berharga. Pertama, hukum harus berlaku universal. Tidak ada yang di atas hukum. Setiap orang harus setara di depan hukum. Kedua, integritas pemimpin sangat penting. Pemimpin harus berani menegakkan kebenaran. Mereka tidak boleh takut pada tekanan pihak mana pun.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Ketiga, keadilan adalah daya tarik Islam. Ia menarik hati orang untuk mengenalnya. Ia membuktikan kebenaran agama ini. Keadilan adalah kunci kedamaian. Keadilan juga merupakan kunci stabilitas masyarakat. Sebuah masyarakat yang adil akan makmur dan sejahtera.

Keadilan di masa Rasulullah SAW adalah cerminan ajaran Islam. Beliau adalah teladan sempurna dalam hal ini. Dari kisah wanita Bani Makhzum hingga perselisihan Muslim-Yahudi, kita belajar banyak. Keadilan berlaku tanpa pandang bulu. Ia adalah fondasi peradaban yang kuat. Semoga kita bisa meneladani ini. Kita harus menegakkan keadilan dalam hidup kita. Hal ini akan membawa berkah bagi semua.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement