SURAU.CO – Sejarah Islam mencatat banyak peristiwa penting. Salah satunya adalah kisah wabah tha’un yang melanda Syam. Ini terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA. Peristiwa ini menunjukkan kebijaksanaan kepemimpinan Islam. Kita juga belajar tentang pentingnya tawakal kepada Allah. Kisah ini memberikan pelajaran berharga. Ini relevan hingga zaman modern. Kita memahami penanganan krisis kesehatan. Kita juga belajar tentang ketaatan pada sunnah Nabi.
Wabah di Madinah dan Penjelasan Rasulullah SAW
Wabah penyakit telah terjadi sebelumnya. Pada tahun ke-6 Hijriyah, Madinah pernah terkena tha’un. Tha’un adalah sejenis kolera atau wabah pes. Namun, Allah Ta’ala menjaga Madinah. Ini berkat doa Rasulullah SAW. Peristiwa wabah di Madinah hanya terjadi sekali saja.
Rasulullah SAW sendiri memberikan penjelasan tentang wabah. ‘Amir bin Sa’ad bin Abu Waqash bertanya kepada Usamah bin Zaid. Ia bertanya tentang apa yang didengar dari Rasulullah SAW mengenai tha’un. Usamah menjawab, Rasulullah SAW bersabda: “Tha’un adalah sejenis kotoran (siksa) yang ditimpakan kepada satu golongan dari Bani Israil atau kepada umat sebelum kalian. Maka itu jika kalian mendengar ada wabah tersebut di suatu wilayah janganlah kalian memasuki wilayah tersebut dan jika kalian sedang berada di wilayah yang terkena wabah tersebut janganlah kalian mengungsi darinya.” Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari No. 3214. Imam Muslim juga meriwayatkan. Beliau bersabda: “Tha’un (wabah kolera) adalah semacam azab (siksaan) yang diturunkan Allah kepada Bani Israil atau kepada umat yang sebelum kamu.”
Nabi juga memberi kabar gembira. Bagi mereka yang tertimpa tha’un, ada pahala besar. Beliau bersabda: “Bahwa ada suatu azab yang Allah mengutusnya (untuk) menimpa kepada seseorang yang Dia kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah bagi seseorang yang tertimpa tha’un kemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu dengan sabar dan ia menyadari bahwa tha’un itu tidak akan menimpa kecuali telah ditetapkan Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid.” (HR. Al-Bukhari dari ‘Aisyah ra).
Adab Pencegahan Sesuai Ajaran Nabi
Selain larangan bepergian, Nabi juga mengajarkan pencegahan. Jabir bin ‘Abdullah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah tempat-tempat minuman, karena di suatu malam pada setiap tahunnya akan ada wabah penyakit (berbahaya) yang akan jatuh ke dalam bejana dan ke tempat-tempat air yang tidak tertutup.” Hadis ini diriwayatkan dalam Shahih Muslim No. 3758. Versi lain menyebut “di suatu hari pada setiap tahunnya”. Ajaran ini menunjukkan pentingnya kebersihan. Ini adalah langkah pencegahan dini.
Wabah Tha’un di Masa Umar: Tragedi di Syam
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA, wabah tha’un kembali terjadi. Kali ini, wabah menjangkiti negeri Syam. Peristiwa ini sangat memilukan. Sekitar 20.000 orang lebih meninggal dunia akibat wabah ini. Kisah ini diceritakan dalam Hadis Shahih Muslim.
‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah menceritakan. Suatu ketika, Umar bin Khatthab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, ia mendengar kabar buruk. Wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Maka ‘Abdurrahman bin ‘Auf menyampaikan hadis penting. Ia mengabarkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.”[1] Mendengar hadis ini, Umar pun kembali dari Saragh.
Kebijaksanaan Umar: Musyawarah dan Pemahaman Takdir
Sikap Umar dalam menghadapi wabah ini sangatlah teladan. Ketika Umar tiba di Saragh, pimpinan tentara menyambutnya. Abu Ubaidah bin Jarrah dan para sahabat lain termasuk di antara mereka. Mereka memberitahu Umar tentang wabah di Syam.
Ibnu Abbas meriwayatkan. Umar segera memanggil para pendahulu dari kaum Muhajirin. Beliau bermusyawarah dengan mereka. Umar bertanya: “Wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Bagaimana pendapat kalian?” Para sahabat Muhajirin berbeda pendapat. Sebagian berpendapat Umar harus melanjutkan perjalanan. Mereka beralasan Umar telah keluar untuk urusan penting. Sebagian lain menyarankan Umar untuk kembali. Mereka khawatir rombongan besar akan terpapar wabah.
Umar kemudian memanggil kaum Anshar. Beliau bermusyawarah lagi. Kebijaksanaan mereka serupa. Mereka juga berbeda pendapat. Setelah itu, Umar memanggil pemimpin-pemimpin Quraisy. Mereka hijrah sebelum penaklukan Makkah. Kali ini, mereka semua sependapat. Mereka menyarankan Umar untuk pulang. “Kami berpendapat, sebaiknya Anda pulang saja kembali bersama rombongan Anda dan jangan menghadapkan mereka kepada wabah ini.” Kemudian, Umar menyerukan rombongannya untuk bersiap pulang.
Dialog Takdir: Antara Tindakan dan Ketetapan Allah
Abu ‘Ubaidah bin Jarrah kemudian bertanya kepada Umar. “Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?” Umar menjawab dengan bijak. “Mengapa kamu bertanya demikian hai Abu ‘Ubaidah? Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah.” Beliau memberikan perumpamaan. Seandainya engkau punya unta. Lalu engkau turun ke lembah berdua sisi. Satu sisi subur, sisi lain tandus. Jika engkau menggembala di tempat subur, itu takdir Allah. Jika engkau menggembala di tempat tandus, itu juga takdir Allah. Intinya, memilih tempat subur adalah bagian dari takdir Allah.
Di tengah perbincangan itu, Abdurrahman bin ‘Auf tiba. Dia belum hadir karena suatu urusan. Lalu dia berkata: “Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.'” Mendengar hadis ini, Umar mengucapkan puji syukur kepada Allah. Kemudian beliau berangkat kembali.
Pelajaran Penting dari Peristiwa Wabah Syam
Kisah ini memberikan banyak pelajaran berharga. Pertama, pentingnya mengikuti petunjuk Nabi. Larangan memasuki atau keluar dari wilayah wabah adalah bentuk karantina modern. Kedua, musyawarah sangat penting dalam mengambil keputusan besar. Umar melibatkan berbagai kelompok sahabat. Ketiga, pemahaman yang benar tentang takdir. Takdir bukan berarti pasrah tanpa usaha. Kita harus tetap berusaha. Memilih tindakan terbaik adalah bagian dari takdir Allah. Ini juga termasuk menggunakan akal sehat. Keempat, pemimpin harus bertanggung jawab. Umar melindungi rakyatnya dari bahaya.
Kisah wabah tha’un di Syam mengajarkan kita. Pemimpin harus bijaksana. Mereka harus mengedepankan keselamatan rakyat. Mereka juga harus berpegang teguh pada ajaran agama. Semua keputusan harus berdasarkan ilmu. Ini juga berdasarkan konsultasi dengan ahli. Wabah adalah ujian. Namun, dengan iman dan ilmu, kita bisa menghadapinya.
Wabah tha’un di Syam merupakan peristiwa bersejarah. Ini menguji kepemimpinan Umar bin Khattab RA. Beliau menunjukkan ketegasan dan kebijaksanaan. Beliau berpegang teguh pada sunnah Rasulullah SAW. Prinsip karantina yang beliau terapkan sangat relevan. Ini menunjukkan Islam memiliki solusi bagi masalah kemanusiaan. Akhirnya, kisah ini menguatkan iman kita. Kita percaya bahwa setiap musibah memiliki hikmah.Kita harus selalu bertawakal kepada Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
