Surau.co. Di dunia matematika, ada satu teka-teki klasik yang telah membingungkan banyak ilmuwan selama berabad-abad, yaitu Masalah Alhazen. Teka-teki ini lahir dari karya besar Ibn al-Haytham, Kitāb al-Manāẓir, yang tidak hanya membahas optika, tetapi juga menyinggung persoalan geometri yang kompleks. Masalah ini sederhana dalam bunyinya, tetapi rumit dalam penyelesaiannya: menentukan titik pada sebuah bola atau lingkaran dari mana sinar cahaya yang dipantulkan menuju titik tertentu dapat dilihat.
Pembahasan mengenai Masalah Alhazen menjadi salah satu bukti bahwa karya ilmiah Islam bukan sekadar tentang teori optik, tetapi juga berkontribusi pada fondasi matematika modern. Bahkan hingga hari ini, masalah ini tetap menjadi inspirasi dalam bidang geometri, fisika, dan bahkan komputer grafis.
Ketika Cahaya Menguji Logika Manusia
Bayangkan kita berdiri di tepi danau pada sore hari, lalu melihat sinar matahari yang memantul di permukaan air. Terkadang, kita bertanya: dari titik mana sebenarnya cahaya itu dipantulkan sehingga sampai ke mata kita? Pertanyaan sederhana ini membawa Ibn al-Haytham menyusun sebuah problem matematis yang kemudian dikenal sebagai Masalah Alhazen.
Dalam Kitāb al-Manāẓir, ia menulis:
«إِنَّ الشُّعَاعَ إِذَا سَقَطَ عَلَى السَّطْحِ الْمُنْحَنِي فَإِنَّهُ يَنْعَكِسُ عَلَى حَسَبِ قَوَاعِدِ الْهَنْدَسَةِ»
“Sesungguhnya cahaya apabila jatuh pada permukaan melengkung, maka ia akan dipantulkan menurut kaidah-kaidah geometri.”
Ungkapan ini menegaskan bahwa persoalan optika tidak bisa dilepaskan dari perhitungan matematis.
Pandangan Qur’ani tentang Pencarian Ilmu
Al-Qur’an mendorong manusia untuk terus mencari pengetahuan, bahkan dari hal-hal kecil yang sering dianggap sepele, termasuk fenomena cahaya. Allah berfirman:
﴿قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ﴾ (الزمر: 9)
“Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Ayat ini menegaskan pentingnya berpikir kritis, sebagaimana Ibn al-Haytham menolak penjelasan sederhana tanpa dasar eksperimen atau matematika.
Ilmu yang Menghubungkan Optika dan Matematika
Masalah Alhazen pada dasarnya bertanya: “Dari titik mana pada lingkaran, sinar cahaya yang berasal dari suatu titik akan dipantulkan menuju titik lainnya?” Untuk menjawabnya, Ibn al-Haytham mengombinasikan optika dengan geometri analitik.
Beliau menulis:
«إِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُحَدِّدَ مَوْضِعَ الْمَرْآةِ لِتَنْعَكِسَ إِلَى نُقْطَةٍ مَخْصُوصَةٍ، وَجَبَ أَنْ نَرْجِعَ إِلَى الْحِسَابِ وَالْهَنْدَسَةِ»
“Apabila kita ingin menentukan posisi cermin agar memantulkan cahaya ke titik tertentu, maka wajib kita kembali kepada perhitungan dan geometri.”
Kejeliannya ini membedakan Ibn al-Haytham dari para filsuf sebelumnya yang hanya berteori tanpa menguji dengan matematika.
Ketekunan yang Menghasilkan Warisan Abadi
Menariknya, Masalah Alhazen tidak mudah diselesaikan. Selama ratusan tahun, ahli matematika dari Eropa hingga dunia Islam mencoba mencari cara menyelesaikan persamaan kuartik yang muncul dari problem ini.
Ibn al-Haytham sendiri mengakui kerumitan ini:
«إِنَّ بَعْضَ الْمَسَائِلِ يَصْعُبُ حَلُّهَا وَلَا يُدْرَكُ إِلَّا بِالطُّرُقِ الطَّوِيلَةِ»
“Sesungguhnya sebagian persoalan sulit diselesaikan, dan tidak dapat dicapai kecuali melalui jalan yang panjang.”
Ketekunannya menjadi teladan bahwa ilmu bukan sekadar tentang hasil, tetapi juga tentang perjalanan intelektual.
Relevansi Masalah Alhazen di Zaman Modern
Hari ini, Masalah Alhazen tidak hanya menjadi bagian dari sejarah matematika, tetapi juga diaplikasikan dalam desain teleskop, kamera, hingga simulasi komputer. Dalam dunia grafika komputer, prinsip pantulan cahaya dari permukaan lengkung digunakan untuk menciptakan efek visual realistis.
Fenomena ini mengingatkan kita pada sabda Nabi ﷺ:
«مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ» (رواه مسلم)
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
Hadis ini memberi makna spiritual bahwa setiap usaha memahami ilmu, termasuk masalah sulit seperti ini, bernilai ibadah.
Inspirasi bagi Penuntut Ilmu
Masalah Alhazen menunjukkan betapa cahaya bisa menjadi guru yang bijak. Dari sekadar pantulan pada cermin, lahir perdebatan matematika yang memengaruhi peradaban. Ibn al-Haytham mengajarkan bahwa tidak ada masalah yang terlalu kecil untuk diteliti, sebab dari hal kecil bisa lahir teori besar.
Kita dapat mengambil hikmah: jangan pernah meremehkan pertanyaan sederhana. Bisa jadi di baliknya tersembunyi pengetahuan yang mampu mengubah dunia.
Penutup: Jejak Ibn al-Haytham dalam Matematika dan Optika
Masalah Alhazen adalah bukti nyata bahwa Kitāb al-Manāẓir tidak hanya memengaruhi dunia optika, tetapi juga mewariskan teka-teki matematika yang relevan hingga kini. Dari cahaya yang jatuh pada cermin melengkung, lahir persoalan yang mendorong ilmuwan berpikir lebih dalam.
Warisan Ibn al-Haytham mengajarkan kita untuk tidak puas dengan jawaban sederhana. Sebaliknya, kita harus terus bertanya, meneliti, dan menguji. Sebab, di balik cahaya yang terpantul, tersimpan kebenaran yang menunggu untuk diungkap.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
