Khazanah
Beranda » Berita » Awal Perjalanan Ilmu Cahaya: Bagaimana Ibn al-Haytham Mengubah Cara Kita Melihat Dunia

Awal Perjalanan Ilmu Cahaya: Bagaimana Ibn al-Haytham Mengubah Cara Kita Melihat Dunia

Surau.co. Sejarah ilmu pengetahuan dipenuhi dengan momen-momen penting yang mengubah cara manusia memahami alam. Salah satu karya monumental yang meninggalkan jejak panjang adalah Kitāb al-Manāẓir Ibn al-Haytham. Kitab ini bukan sekadar risalah optika, melainkan sebuah revolusi intelektual yang menggeser teori penglihatan dari dugaan ke eksperimen nyata. Melalui kitab ini, Ibn al-Haytham menunjukkan bagaimana cahaya, mata, dan akal manusia bekerja sama membentuk pengalaman melihat.

Cahaya dalam Kehidupan Sehari-hari

Kita semua pernah memperhatikan bagaimana cahaya menembus celah jendela, meninggalkan garis tipis yang indah di udara berdebu. Fenomena sederhana ini sesungguhnya memuat rahasia besar. Ibn al-Haytham dalam Kitāb al-Manāẓir menjelaskan bahwa cahaya bergerak lurus, dan apa yang kita lihat adalah hasil interaksi cahaya dengan mata.

Dalam bukunya, ia menulis:

“الضوء جسم لطيف ينتشر في خطوط مستقيمة من كل نقطة من الجسم المضيء.”
“Cahaya adalah substansi halus yang menyebar dalam garis lurus dari setiap titik benda yang bercahaya.”

Kutipan ini menegaskan prinsip dasar optika modern, jauh sebelum fisika Newton ataupun Huygens.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Menggugat Pandangan Lama Tentang Mata

Sebelum abad ke-11, banyak ilmuwan percaya bahwa mata mengeluarkan pancaran untuk melihat benda. Ibn al-Haytham membantah teori ini dengan logika sederhana: jika benar mata memancarkan cahaya, maka kita seharusnya dapat melihat dalam kegelapan total.

Al-Qur’an menegaskan pentingnya pengamatan:

﴿قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾
“Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” (QS. Yunus: 101)

Pengamatan kritis inilah yang mendorong Ibn al-Haytham menolak teori lama dan menyusun dasar baru bagi ilmu cahaya.

Eksperimen Lubang Jarum dan Awal Kamera

Salah satu kontribusi paling terkenal dari Kitāb al-Manāẓir adalah eksperimen kamera obscura. Ibn al-Haytham menutup ruangan hingga gelap, lalu membuat lubang kecil sehingga cahaya masuk dan membentuk bayangan terbalik. Fenomena itu masih kita kenali dalam prinsip kamera modern.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Dalam kitabnya ia menegaskan:

“إذا دخل الضوء من ثقب صغير إلى بيت مظلم ظهر على الحائط المقابل صورة ما في خارج البيت.”
“Apabila cahaya masuk melalui lubang kecil ke dalam ruangan gelap, maka akan tampak pada dinding seberangnya gambar dari apa yang ada di luar.”

Eksperimen ini sederhana namun revolusioner, membuka jalan bagi teknologi optik yang hari ini kita gunakan dalam fotografi maupun proyeksi.

Cermin, Bayangan, dan Tantangan Matematika

Ibn al-Haytham tidak hanya berhenti pada cahaya lurus dan penglihatan. Dalam Kitāb al-Manāẓir, ia meneliti pantulan pada cermin datar maupun melengkung. Dari sini lahir Masalah Alhazen, persoalan matematis menentukan titik pantul cahaya pada cermin bola. Tantangan ini baru benar-benar diselesaikan matematikawan Eropa berabad-abad kemudian.

Dalam bagian itu ia menulis:

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

“الشعاع إذا وقع على سطح عاكس انكسر بحسب شكل السطح.”
“Sinar yang jatuh pada permukaan pemantul akan berubah arah sesuai dengan bentuk permukaan tersebut.”

Pernyataan ini sederhana, tetapi menjadi dasar hukum refleksi yang masih dipakai hingga sekarang.

Cahaya sebagai Simbol Pengetahuan

Bagi Ibn al-Haytham, cahaya bukan hanya fenomena fisik, melainkan juga simbol pencerahan akal. Ia hidup dalam tradisi Islam yang memahami cahaya sebagai tanda kekuasaan Ilahi.

Al-Qur’an menggambarkan:

﴿اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾
“Allah adalah cahaya langit dan bumi.” (QS. An-Nur: 35)

Makna ini membuat ilmu cahaya lebih dari sekadar sains. Ia juga menjadi jalan mendekat kepada Sang Pencipta, karena memahami ciptaan berarti semakin mengenal keagungan-Nya.

Warisan Kitāb al-Manāẓir

Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan dan dikenal dengan nama Book of Optics. Pengaruhnya menjalar ke Eropa, menginspirasi tokoh seperti Roger Bacon, Witelo, hingga Johannes Kepler. Tanpa Kitāb al-Manāẓir, barangkali teleskop Galileo dan kamera modern tidak akan hadir secepat itu.

Sejalan dengan sabda Nabi ﷺ:

«خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ»
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Warisan Ibn al-Haytham adalah bukti nyata bahwa ilmu yang bermanfaat mampu menembus batas waktu dan peradaban.

Refleksi untuk Zaman Modern

Membaca Kitāb al-Manāẓir hari ini memberi kita pelajaran penting: keberanian menggugat teori lama dengan eksperimen nyata, kesungguhan menghubungkan sains dengan nilai spiritual, serta keikhlasan menghadiahkan ilmu untuk generasi setelahnya.

Cahaya yang diteliti Ibn al-Haytham bukan hanya mengisi ruang, tetapi juga menuntun manusia menuju cahaya pengetahuan. Dalam dunia yang semakin sibuk oleh teknologi, kita diajak untuk kembali pada semangat dasar: mengamati, merenung, dan mencari kebenaran.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement