SURAU.CO – Kehidupan anak-anak sangat dekat dengan bermain. Begitu pula dengan kehidupan Rasulullah SAW saat masih kecil. Beliau pun bermain-main dengan teman-teman sebayanya. Sahabat-sahabat Nabi bukan hanya orang-orang dewasa, tetapi juga ada sahabat anak-anak dan remaja. Mereka adalah sahabat kecil Rasulullah yang selalu setia, berani membela kebenaran, serta sejak kecil rajin beribadah kepada Allah. Siapakah sahabat masa kecil Rasulullah? Mari Mengenal Sahabat Kecil Rasulullah.
Pertama, Abu Sufyan bin Harits
Abu Sufyan dan Rasulullah SAW lahir pada waktu yang hampir bersamaan. Keduanya juga tumbuh dan besar dalam keluarga yang sama. Hal ini karena Abu Sufyan adalah sepupu Rasulullah SAW. Sang ayah, Harits bin Abdul Muthalib merupakan saudara kandung Abdullah, ayah Muhammad SAW.
Abu Sufyan dan Rasulullah pun sama-sama disusui oleh Halimatus Sa’diyah. Ini sebabnya, saat kanak-kanak, keakraban keduanya begitu kuat terjalin dengan indah dan apik. Namun, saat Muhammad SAW. Menerima wahyu menjadi nabi, muncul ketidak sukaan dan kebencian pada diri Abu Sufyan. Keakraban keduanya perlahan memudar. Jalinan kekeluargaan serta perkawanan bermain malah berbalik menjadi permusuhan.
Tatkala Rasulullah SAW mulai menjalankan misi dakwah terang-terangan, Abu Sufyan justeru tampil terdepan sebagai penentangnya. Bahkan Abu Sufyan yang pandai merangkai syair-syair, tidak segan membuat syair berisi sindiran, ejekan, hinaan, cacian, dan kata-kata kotor untuk Rasulullah. Kebencian Abu Sufyan kepada Rasulullah SAW berlangsung hingga dua puluh tahun lamanya. Setelah itu, Allah SWT membukakan pintu hatinya untuk menerima dakwah saudara serta teman kecilnya itu. Abu Sufyan bersama anaknya; Ja’far bin abu Sufyan berangkat ke Madinah menyusul Rasulullah SAW untuk mengikrarkan dua kalimat syahadat.
Akhirnya Abu Sufyan kembali menjadi mitra Nabi Muhammad SAW. khususnya dalam mendakwahkan agama Islam. Setelah itu, Abu Sufyan habiskan sisa usianya untuk berdakwah, beribadah, dan berjihad pada jalan Allah SWT.
Kedua, Abdullah Putra Halimatus Sa’diyah
Selain bersahabat baik dengan Abu Sufyan, Rasulullah kecil kurang lebih dua tahun juga berteman baik dengan putra Halimatus Sa’diyah yang bernama Abdullah. Keduanya sering bersama-sama menggembala kambing. Halimah tak pernah merasa khawatir dengan kebiasaan ini.
Hingga suatu saat, ketika Rasulullah kecil menggembala kambing bersama Abdullah, tiba-tiba datang dua lelaki berpakaian putih bersih menangkap Rasulullah SAW. Sementara itu, Abdullah sedang mengambil makanan di rumah untuk mereka makan berdua sambil menggembala kambing.
Namun, sekembalinya ke tempat menggembala kambing, Abdullah tidak menemukan Rasulullah saw. Ia menangis dan mengadu kepada ibunya, “Saudaraku, laki-laki Bani Quraisy telah ditangkap dua orang lelaki berpakaian serba putih. Keduanya membaringkannya, lalu membelah perutnya, dan membolak-balikkan atasnya.”
Setelah mendengar berita yang mengkhawatirkan itu, Halimah dan suaminya segera keluar rumah untuk mencari Rasulullah SAW. Mereka pun akhirnya menemukan Rasulullah sedang duduk termenung. “Mengapa engkau duduk di sini sendirian?” tanya Halimah. “Ada dua orang lelaki datang tanpa disangka-sangka. Keduanya berpakaian serba putih. Mereka mendekatiku dan membawaku ke sini,”
Rasulullah SAW mulai mengisahkan pengalamannya tadi. “Mereka lalu membaringkanku, memegang perutku, dan salah satu dari mereka membelah perutku. Mereka mengambil sesuatu yang hitam dari dalamnya, lalu membuangnya. Aku tidak tahu benda apakah yang mereka ambil dan ke mana membuangnya. Mereka lalu pergi dan entah ke mana aku tak tahu.”
Abdullah inilah teman kecilnya yang melihat dan menyaksikan kejadian-kejadian aneh sebelum Rasulullah SAW menjadi nabi.
Ketiga, Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritsah adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW. Sosoknya bahkan disebutkan dalam kitab suci Al-Qur’an, tepatnya pada surah Al Ahzab ayat 37.
Menurut buku Para Panglima Perang Islam yang disusun Rizem Aizid, Zaid bin Haritsah merupakan anak dari pasangan Su’da binti Tsalabah dan Haritsah. Ia berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana dan bukan bangsawan. Zaid tinggal di bani Kalb, bagian utara Jazirah Arab. Semasa kecilnya, Zaid pernah ditangkap oleh penjahat dan menjualnya sebagai budak.
Kemudian, keponakan Khadijah yang bernama Hukaim bin Hisyam membeli Zaid. Karena sifatnya yang baik, Khadijah lantas memberikan Zaid kepada Rasulullah SAW dan beliau memerdekakan Zaid. Zaid bin Haritsah juga tergolong sebagai sahabat yang paling awal memeluk Islam dari golongan hamba sahaya. Sebab, sejak kecil Zaid sudah menjadi anak asuh Rasulullah SAW.
Saking dekatnya Zaid dengan Rasulullah, ia menjadi orang kepercayaan sang rasul terutama dalam memegang rahasia beliau. Hal inilah yang menyebabkan Zaid memiliki julukan Sang Pemegang Rahasia Rasulullah SAW. Zaid merupakan seorang prajurit yang tangguh dan pemberani. Selain itu, ia juga menjadi panglima perang yang banyak mengikuti pertempuran Islam pada masanya.
Karena sosoknya yang terkenal sebagai prajurit tangguh itu, Zaid sangat berjasa besar terhadap Rasulullah SAW di Perang Uhud. Kala itu, ia menjadi tameng sang nabi. Zaid bin Haritsah meninggal dunia saat mengikuti Perang Mu’tah pada Jumadil Ula tahun 8 H atau 629 M.
Kala itu, Zaid ditunjuk sebagai salah satu komandan perang. Bersama Ja’far bin Abu thalib dan Abdullah bin Rawahah, mereka mengemban amanah untuk saling bergantian menjadi komandan apabila salah satunya gugur. Kematian Zaid darlam perang tersebut membuat Rasulullah SAW sangat sedih.
Keempat, Hakim bin Hizam
Hakim bin Hizam dikenal sebagai sahabat sekaligus keponakan Nabi Muhammad SAW. Ia berasal dari keluarga kaya raya, namun semasa hidupnya terkenal juga sebagai orang yang rendah hati dan dermawan.
Hakim bin Hizam yang berusia lima tahun lebih tua dari Nabi Muhammad SAW ini juga sangat cerdas dan alim. Ia masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah (Penyerangan Makkah) yang terjadi setelah lebih dari 20 tahun Nabi Muhammad SAWmendakwakan Islam oleh Nabi Muhammad SAW.
Hakim bin Hizam lahir dalam Kakbah. Ia adalah putra dari Hizam bin Khuwailid bin Asad dan Fakhitah binti Zuhair bin Harits bin Asad. Hakim dilahirkan di tempat mulia bagi umat Islam yakni di dalam Kakbah. Saat itu, ibunya yang tengah hamil tua masuk ke dalam Kakbah bersama dengan rombongan. Ketika di tengah Kakbah, tiba-tiba perut ibunya terasa sakit seperti hendak melahirkan. Akhirnya lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Hakim.
Sebelum masa kenabian, Hakim bin Hizam sudah berteman akrab dengan Rasulullah SAW, meskipun usianya lebih tua lima tahun. Hubungan kekerabatan mereka semakin erat ketika Rasulullah SAW menikahi bibinya, yakni Khadijah binti Khuwailid. Saat itu, Hakim bin Hizam masih belum memeluk Islam. Namun, bagaimanapun Rasulullah tetap menghormati dan berkawan baik dengannya.
Dalam buku Intisari Sirah Nabawiyah Kisah-Kisah Penting dalam Kehidupan Nabi Muhammad oleh Ibnu Hazm al-Andalusi, menyebutkan bahwa Hakim bin Hizam baru masuk Islam ketika terjadi peristiwa penaklukkan Mekkah, kala itu ia merupakan bagian dari orang-orang mualaf.
Barulah setelah merasakan nikmatnya menjadi seorang muslim, penyesalan mendalam tumbuh dalam hati Hakim bin Hizam. Ia merasa terlalu lama mengingkari Allah SWT dan Rasulullah SAW dan berkubang dalam kemusyrikan. Hakim bin Hizam pun kemudian bertekad untuk selalu menjunjung Rasulullah dan mendukung segala perilaku Rasulullah SAW untuk menebus waktu ketika ia masih belum memeluk Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
