Surau.co. Al-Muʿtabar adalah cermin hikmah yang menatap kita dari balik kabut abadi. Pengetahuan sejati bukan sekadar menumpuk informasi atau menghafal fakta; ia adalah perjalanan batin yang membimbing jiwa agar menemukan makna di balik setiap peristiwa. Abū al-Barakāt al-Baghdādī menekankan dalam Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah bahwa ilmu adalah sapaan dari hakikat, mengundang manusia untuk menyelami kedalaman eksistensi:
“وَالْحِكْمَةُ نُورٌ يَهْدِي الْقُلُوبَ إِلَى فَهْمِ الْحَقَائِقِ”
“Hikmah adalah cahaya yang menuntun hati untuk memahami kebenaran hakiki.”
Fenomena sehari-hari, seperti suara burung pagi, embun menetes di daun, atau senyum yang dilemparkan tanpa sebab, adalah pesan kecil dari semesta. Setiap detail sederhana mengandung pelajaran: ilmu dan pengalaman hidup tidak bisa dipisahkan. Setiap momen mengundang manusia untuk merenung dan mengarahkan akal sekaligus hati.
Cahaya di Tengah Kesederhanaan
Al-Muʿtabar mengingatkan kita bahwa pengetahuan sejati hadir dalam kesederhanaan. Ketika seseorang melihat anak-anak bermain di halaman rumah, ia tidak sekadar melihat anak-anak; ia menyaksikan cinta, kesabaran, dan ketekunan yang terselip dalam interaksi mereka. Abū al-Barakāt menulis:
“وَالْعِلْمُ يَكْمُنُ فِي فَهْمِ التَّفَاصِيلِ الصَّغِيرَةِ الَّتِي تُعْلِمُ الْقَلْبَ”
“Ilmu tersimpan dalam memahami hal-hal kecil yang mendidik hati.”
Al-Qur’an menguatkan refleksi ini:
“وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ”
“Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat: 21)
Setiap pengalaman sederhana adalah undangan untuk mengenal diri, memelihara hati, dan menumbuhkan kesadaran. Saat akal dan hati bersatu dalam pengamatan, manusia menemukan harmoni yang tak tergantikan.
Hati sebagai Pendamping Akal
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia kerap terjebak pada akal semata, mengukur ilmu melalui jumlah buku yang dibaca atau data yang dikumpulkan. Abū al-Barakāt menekankan keseimbangan:
“وَالْقَلْبُ وَالْعَقْلُ يَعْمَلَانِ مَعًا لِفَهْمِ الْحَقِيقَةِ”
“Hati dan akal bekerja bersama untuk memahami hakikat.”
Contoh sederhana adalah membantu tetangga, mendengarkan teman yang sedang sedih, atau bahkan menenangkan diri saat menghadapi kesulitan. Pengetahuan yang hidup tidak berhenti pada teori; ia bergerak melalui tindakan. Hadis menegaskan prinsip ini:
“الدِّينُ النَّصِيحَةُ”
“Agama adalah nasehat.” (HR. Muslim)
Berbagi hikmah melalui tindakan sehari-hari menjadikan ilmu sebagai cahaya yang menyapa dan menghangatkan.
Pengalaman sebagai Sekolah Kehidupan
Abū al-Barakāt menyebutkan bahwa pengalaman dan ilmu tidak terpisahkan:
“وَالْتَّجْرِبَةُ وَالْمَعْرِفَةُ وَاحِدَةٌ، لَا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا شَيْءٌ”
“Pengalaman dan pengetahuan adalah satu kesatuan, tidak ada yang memisahkan keduanya.”
Fenomena sehari-hari, seperti menolong orang tua menyeberang jalan atau belajar dari kegagalan sendiri, menjadi bentuk nyata penerapan ilmu. Setiap tindakan yang dilakukan dengan niat baik memperdalam pemahaman manusia akan dirinya dan lingkungan. Al-Qur’an mengingatkan:
“وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الْأَرْضِ يُرَى”
“Dan segala sesuatu yang mereka lakukan di bumi akan terlihat.” (QS. Hud: 6)
Dengan merenung dan bertindak, manusia mengubah pengalaman menjadi guru, dan ilmu menjadi cermin yang memantulkan hakikat hidup.
Menemukan Harmoni antara Akal, Hati, dan Dunia
Pengetahuan bukan untuk menjadi beban, melainkan jalan menuju keseimbangan. Saat melihat senja di ufuk barat, mendengar suara hujan, atau menatap wajah bayi yang tertidur, manusia menemukan ritme kosmos yang mengajarkan ketenangan. Abū al-Barakāt menulis:
“وَفِي التَّفَكُّرِ فِي الْخَلْقِ يَكْمُنُ السَّلَامُ وَالْفَهْمُ”
“Dalam merenungkan ciptaan, terdapat kedamaian dan pemahaman.”
Praktik sederhana ini mengajarkan bahwa ilmu sejati hadir bukan di atas kertas, tapi di dalam hati yang membuka diri untuk belajar, merenung, dan berbuat. Pengetahuan menjadi cermin yang memantulkan kebenaran dan keindahan hidup.
Penutup: Hikmah yang Menyapa
Al-Muʿtabar adalah sapaan lembut dari semesta, yang menuntun manusia menembus kabut abadi dan menemukan makna. Dengan membaca, merenung, dan bertindak, manusia mampu melihat hakikat hidup, memadukan akal, hati, dan pengalaman sehari-hari. Abū al-Barakāt mengingatkan:
“وَالْحِكْمَةُ تَظْهَرُ فِي أَفْعَالِ الْعَارِفِينَ”
“Hikmah tampak dalam perbuatan orang yang berilmu.”
Maka, setiap pengalaman, setiap perenungan, dan setiap tindakan menjadi jendela untuk menatap cahaya ilahi, menjadikan ilmu bukan sekadar harta, tetapi sahabat yang menyapa dan menuntun jiwa.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
