Khazanah
Beranda » Berita » Kosmos adalah Kitab, dan Filsafat hanyalah Membacanya dengan Hati

Kosmos adalah Kitab, dan Filsafat hanyalah Membacanya dengan Hati

Kosmos sebagai kitab yang dibaca dengan hati, musafir duduk di bawah langit malam.
Musafir duduk di tengah alam, membuka kitab yang diterangi cahaya bintang, melambangkan kosmos sebagai kitab yang dibaca dengan hati.

Surau.co. Kosmos adalah kitab, dan filsafat hanyalah membacanya dengan hati. Setiap orang yang merenung di bawah langit malam atau menatap gelombang laut, sesungguhnya sedang menafsirkan wujud dunia melalui rasa. Dari Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah, Abū al-Barakāt al-Baghdādī menegaskan bahwa alam semesta bukan sekadar objek, tetapi pesan yang menunggu untuk dipahami:

“وَالْكَوْنُ كِتَابٌ، وَالعَقْلُ قَارِئُهُ بِقَلْبٍ مُنِيرٍ”
“Kosmos adalah kitab, dan akal membacanya dengan hati yang bercahaya.”

Fenomena sehari-hari, seperti embun pagi yang menetes di dedaunan atau matahari yang menembus celah awan, adalah huruf-huruf dari kitab itu. Ia mengingatkan manusia bahwa filsafat bukan hanya teori, tetapi praktik reflektif yang menumbuhkan kesadaran dan kepedulian.

Cahaya dan Bayangan: Dialog Sehari-hari

Setiap detik kehidupan adalah interaksi antara cahaya dan bayangan, realitas dan kemungkinan. Abū al-Barakāt menulis:

“وَالنُّورُ وَالظِّلُّ يَتَحَادَثَانِ فِي كُلِّ لَحْظَةٍ”
“Cahaya dan bayangan berdialog dalam setiap saat.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Fenomena sederhana seperti anak-anak bermain di halaman atau orang tua menanam pohon di pekarangan mencerminkan keseimbangan kosmos yang terus bergerak. Dengan memahami dialog ini, manusia belajar bahwa setiap tindakan kecil memiliki efek, dan filsafat adalah cara hati membaca efek itu untuk menemukan makna hidup.

Al-Qur’an pun mengingatkan pentingnya merenung:

“أَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا”
“Tidakkah orang-orang kafir melihat bahwa langit dan bumi dahulu bersatu, lalu Kami pisahkan keduanya?” (QS. Al-Anbya: 30)

Ayat ini menunjukkan bahwa kosmos menyimpan proses, struktur, dan hikmah, yang menuntut manusia membaca dengan hati penuh kesadaran.

Substansi dan Bentuk: Membaca dengan Tubuh dan Jiwa

Abū al-Barakāt menekankan bahwa setiap wujud memiliki substansi dan bentuk:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“كُلُّ شَيْءٍ لَهُ جَوْهَرٌ وَصُورَةٌ، وَالقَلْبُ يَفْهَمُهَا”
“Segala sesuatu memiliki substansi dan bentuk, dan hati memahaminya.”

Fenomena sehari-hari seperti aliran air yang menembus batu, atau burung yang terbang di angkasa, adalah metafora bagaimana substansi dan bentuk bersatu. Manusia, ketika menyadari interaksi ini, mampu menempatkan dirinya sebagai pembaca aktif kosmos, memahami ritme kehidupan dan harmoni alam.

Amalan sebagai Tafsir Kosmos

Abū al-Barakāt menulis:

“اعْمَلُوا بِالعِلْمِ فَيَتَجَلَّى النُّورُ فِي كُلِّ فِعْلٍ”
“Amalkan ilmu agar cahaya menampakkan diri dalam setiap perbuatan.”

Dalam keseharian, menyiram tanaman, menulis jurnal, atau sekadar menolong tetangga menjadi tafsir nyata dari filsafat kosmos. Fenomena sederhana ini menunjukkan bahwa filsafat bukan hanya pemikiran abstrak, tetapi tindakan yang menyalakan nyala batin dan memperluas pemahaman manusia terhadap wujud.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Hadis juga menegaskan pentingnya tindakan:

“إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ”
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Setiap perbuatan menjadi medium membaca kosmos, di mana hati dan pikiran berinteraksi untuk menemukan makna dalam kesederhanaan sehari-hari.

Kesadaran: Membaca Tanpa Kata

Abū al-Barakāt menegaskan:

“القَلْبُ القَارِئُ هُوَ الَّذِي يَفْهَمُ حَقِيقَةَ الكَوْنِ”
“Hati yang membaca adalah yang memahami hakikat kosmos.”

Kesadaran ini mengajarkan manusia untuk memperlambat langkah, memperhatikan setiap detik, dan meresapi pesan kosmos. Fenomena sederhana—seperti angin yang menyejukkan atau hujan yang menetes—adalah bacaan yang hanya dapat ditafsirkan dengan hati. Melalui refleksi ini, manusia menyadari bahwa wujud adalah nyala yang menolak padam, dan filsafat adalah membaca nyala itu dengan kepekaan dan kebijaksanaan.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement