Surau.co. Wujud bukan kata di kertas, tapi nyala yang menolak padam. Setiap manusia hadir di dunia bukan semata untuk berdiri diam, melainkan untuk menyalakan api pemahaman dalam dirinya. Dari Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah, Abū al-Barakāt al-Baghdādī menegaskan bahwa hakikat wujud adalah perpaduan antara substansi dan gerak, antara materi dan makna:
“وَالْوُجُودُ لَيْسَ كَتَابَةً فِي صَفْحَةٍ، بَلْ هُوَ نُورٌ يَلْتَهِبُ”
“Wujud bukan tulisan di halaman, tetapi cahaya yang menyala.”
Fenomena sederhana sehari-hari, seperti embun yang menetes di daun atau cahaya matahari yang menembus jendela pagi, adalah manifestasi nyata dari nyala yang menolak padam. Ia mengingatkan manusia bahwa wujud bukan statis, melainkan proses yang terus bergerak, memberi makna dan mengilhami hati yang sadar.
Kehidupan adalah Layar Nyala
Setiap tindakan manusia, sekecil apapun, menyalakan wujudnya. Abū al-Barakāt menulis:
“وَكُلُّ فِعْلٍ يَشْعُ نُورًا فِي الظَّلَامِ”
“Setiap perbuatan memancarkan cahaya di kegelapan.”
Dalam keseharian, ketika seseorang menolong tetangga, menulis catatan, atau bahkan tersenyum kepada orang asing, wujudnya bersinar. Fenomena ini mengajarkan bahwa setiap langkah manusia adalah cerminan nyala batin, sekaligus medium refleksi dan pertumbuhan spiritual.
Kesadaran ini membawa kita pada pemahaman bahwa hidup bukan sekadar rangkaian kata atau dokumen formal. Ia adalah simfoni pengalaman, yang diterjemahkan oleh tubuh, hati, dan pikiran yang bergerak harmonis.
Substansi dan Gerak dalam Setiap Napas
Abū al-Barakāt menekankan bahwa wujud manusia terdiri dari substansi dan gerak:
“الْمَاهِيَةُ وَالحَرَكَةُ مُتَوَاصِلَتَانِ، كَجَوْهَرٍ وَرُوحٍ يَرْتَقِيَانِ”
“Substansi dan gerak saling berkesinambungan, seperti jiwa dan roh yang terus berkembang.”
Fenomena sehari-hari, seperti napas yang masuk dan keluar, atau langkah kaki yang menapak tanah, adalah bentuk nyata dari perpaduan substansi dan gerak. Kesadaran atas hal ini membuat manusia lebih peka terhadap ritme kehidupan, menyeimbangkan jasmani dan rohani dalam setiap aktivitas.
Ketika kita menyapu lantai, menulis jurnal, atau menanam pohon di halaman rumah, wujud kita menyalakan api pemahaman: tubuh bergerak, jiwa meresapi, dan pikiran merenung.
Cahaya yang Menghubungkan Segala Hal
Abū al-Barakāt menegaskan bahwa nyala wujud adalah cahaya yang menghubungkan manusia dengan alam semesta:
“وَالضَّوْءُ يَرْبِطُ كُلَّ شَيْءٍ بِبَعْضِهِ”
“Cahaya menghubungkan segala sesuatu dengan yang lain.”
Dalam keseharian, ketika kita memperhatikan daun yang berguguran atau mendengar aliran sungai, kita menyadari bahwa wujud kita bagian dari jaringan harmoni semesta. Fenomena sederhana ini mengingatkan bahwa hidup bukan isolasi; setiap tindakan memiliki efek, setiap niat memancar, dan setiap perasaan menyalakan nyala batin yang lebih luas.
Dengan kesadaran ini, manusia mampu hidup selaras dengan lingkungan, menata hubungan dengan sesama, dan menjaga keseimbangan internal antara substansi dan gerak.
Amalan sebagai Refleksi Wujud
Abū al-Barakāt menulis:
“اعْمَلُوا بِالْحِكْمَةِ فَيَتَّجِدَ النُّورُ فِي كُلِّ فِعْلٍ”
“Amalkan kebijaksanaan agar cahaya ditemukan dalam setiap perbuatan.”
Amalan sehari-hari—menyiram tanaman, menyapa tetangga, menulis buku harian—adalah ekspresi wujud manusia. Fenomena sederhana yang sering kita anggap sepele sebenarnya adalah titik-titik nyala yang menyebarkan cahaya kebijaksanaan dan kebaikan. Kesadaran ini membuat setiap tindakan menjadi reflektif, actionable, dan selaras dengan hakikat wujud yang menolak padam.
Refleksi: Menjaga Nyala dalam Hidup
Abū al-Barakāt menekankan bahwa wujud adalah nyala yang tak boleh padam:
“فِي كُلِّ نَفْسٍ نُورٌ يَسْعَى لِلتَّوَاصُلِ وَالإِشْرَاقِ”
“Dalam setiap jiwa ada cahaya yang berusaha menyebar dan bersinar.”
Kesadaran akan nyala ini mengajarkan manusia untuk hidup penuh perhatian, menghargai setiap detik, dan memahami bahwa wujud bukan sekadar materi atau kata-kata kosong. Setiap gerakan, setiap napas, setiap niat adalah bagian dari perjalanan spiritual yang memberi makna pada eksistensi.
Dalam kehidupan modern, manusia cenderung sibuk dengan dokumen, target, dan rencana. Namun, jika menyadari nyala dalam diri, setiap kegiatan, sekecil apapun, bisa menjadi doa, refleksi, dan pengingat bahwa wujud adalah cahaya yang menolak padam.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
