Khazanah
Beranda » Berita » Gerak Lurus Benda adalah Kerinduan Sunyi pada Rumah Asalnya

Gerak Lurus Benda adalah Kerinduan Sunyi pada Rumah Asalnya

Benda bergerak lurus dengan bayangan dan cahaya, simbol kerinduan sunyi pada rumah asal.
Benda bergerak lurus di ruang terbuka dengan cahaya lembut, simbol kerinduan sunyi pada rumah asal.

Surau.co. Gerak lurus benda bukan sekadar fenomena fisika; ia adalah metafora kerinduan sunyi setiap ciptaan pada rumah asalnya. Dari Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah, Abū al-Barakāt al-Baghdādī menekankan bahwa setiap gerak mengandung makna mendalam, menyingkap keteraturan dan tujuan ilahi:

“وَكُلُّ حَرَكَةٍ فِي طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ تَعْرِفُ النَّصِيبَ وَالمَصِيرَ”
“Setiap gerak dalam jalur lurus menunjukkan arah dan tujuan.”

Setiap benda yang bergerak lurus, dari tetes air yang jatuh hingga angin yang meluncur di lembah, adalah ungkapan kerinduan pada pusat eksistensi. Fenomena ini mengingatkan manusia bahwa segala ciptaan mengalir menuju asalnya, rumah hakiki yang tak pernah hilang.

Cahaya dan Gerak: Refleksi dari Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat bayangan yang mengikuti cahaya atau debu yang menari di sinar matahari. Fenomena sederhana ini mencerminkan prinsip metafisika gerak lurus:

“وَمَا الحَرَكَةُ إِلَّا تَجَلِّي النُّورِ وَالأَصْلِ”
“Gerak hanyalah manifestasi cahaya dan asal mula.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Setiap langkah manusia, percakapan yang tulus, atau senyum yang menular adalah manifestasi kecil dari dorongan eksistensi untuk kembali pada rumahnya. Bayangan kursi di lantai, yang tampak bergerak ketika matahari bergeser, mengajarkan bahwa semua bentuk terikat pada sumber yang tak terlihat, seperti benda yang bergerak lurus selalu mengarah pada pusatnya.

Mengamati fenomena sehari-hari ini membuat kita sadar bahwa gerak tidak hanya fisik, tetapi juga spiritual. Hidup manusia pun bergerak menuju tujuan hakiki, dan kesadaran akan hal ini membentuk sikap dan niat yang lebih bijaksana.

Akal sebagai Kompas dalam Gerak

Abū al-Barakāt menekankan pentingnya akal untuk memahami gerak lurus dan arah hakiki:

“وَالْعَقْلُ كَالْمِرْوَحَةِ يُرْشِدُ النَّفْسَ إِلَى المَعْرِفَةِ”
“Akal bagaikan kompas yang menuntun jiwa menuju pemahaman.”

Dalam kehidupan sehari-hari, akal membantu kita menafsirkan tanda-tanda alam: hujan yang datang tepat waktu, daun yang gugur mengikuti angin, atau pertemuan yang tampak kebetulan namun memberi hikmah. Akal bukan hanya sarana teori, tetapi panduan untuk melihat keteraturan dan arah yang melekat pada segala ciptaan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kesadaran ini memungkinkan manusia menyelaraskan tindakannya dengan arah alami kehidupan. Dengan akal, gerak fisik dan gerak batin menjadi satu, membimbing kita untuk menapak jalan lurus menuju rumah asal yang sunyi dan abadi.

Tubuh dan Jiwa: Medium Menyadari Arah Hakiki

Dalam kitabnya, Abū al-Barakāt menekankan bahwa tubuh dan jiwa bekerja sama sebagai medium untuk memahami gerak dan arah hakiki:

“فَإِنَّ النَّفْسَ وَالجَسَدَ أَدَوَاتٌ لِمَعْرِفَةِ الحَقِيقَةِ”
“Jiwa dan tubuh adalah sarana untuk mengenal hakikat.”

Tindakan sederhana, seperti merapikan rumah, menanam tanaman, atau menolong tetangga, adalah praktik nyata dari keselarasan tubuh dan jiwa. Tubuh bergerak, jiwa menyadari, dan bersama-sama mereka mengikuti arah hakiki yang melekat pada eksistensi. Setiap gerak lurus benda adalah metafora bagi perjalanan batin manusia: kita selalu bergerak, namun selalu menoleh pada asal yang hakiki.

Fenomena ini mengingatkan kita bahwa kesadaran dan tindakan sehari-hari bukan sekadar rutinitas. Mereka adalah manifestasi dari dorongan batin yang sama dengan gerak lurus benda menuju pusatnya, rumah asal yang sunyi dan tenang.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Amalan Sehari-hari: Menghidupkan Kesadaran dalam Gerak

Hidup tidak hanya sekadar teori, tetapi praktik yang nyata. Abū al-Barakāt menulis:

“وَاعْمَلُوا بِالعِلْمِ لِتَرَوْا نُورَ اللهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ”
“Amalkan ilmu agar kalian melihat cahaya Allah dalam segala hal.”

Setiap aktivitas sehari-hari—menulis, memasak, menatap langit, atau berbicara dengan anak—bisa menjadi sarana untuk menyadari arah dan tujuan gerak hidup. Kesadaran ini mengajarkan bahwa segala gerak, baik fisik maupun batin, adalah ekspresi dari kerinduan pada rumah asal yang sunyi.

Fenomena alam seperti air mengalir di sungai atau daun menari di udara, adalah pengingat bahwa gerak lurus tidak pernah lepas dari tujuan hakiki. Kesadaran akan hal ini menuntun manusia untuk menjalani hidup dengan penuh kepekaan, menghargai setiap momen sebagai bagian dari perjalanan kembali ke asal.

Refleksi Akhir: Gerak sebagai Kerinduan Sunyi

Abū al-Barakāt mengajarkan bahwa gerak lurus benda adalah simbol kerinduan setiap ciptaan pada rumah asalnya. Setiap fenomena, dari angin yang bergerak hingga senyum yang menular, mengandung makna mendalam yang menghubungkan materi dan jiwa:

“فِي كُلِّ شَيْءٍ حَرَكَةٌ وَحُبٌّ يَنْتَظِرُ مَنْ يَتَفَكَّرُ”
“Dalam segala sesuatu terdapat gerak dan cinta yang menunggu siapa yang merenungkan.”

Dengan menyadari gerak sebagai kerinduan sunyi, manusia memahami bahwa kesadaran adalah rumah bagi setiap pengalaman. Tubuh dan jiwa, akal dan hati, semua bergerak lurus menuju pusat eksistensi. Kerinduan sunyi ini bukan sekadar konsep abstrak, melainkan kenyataan yang hadir dalam setiap detik hidup kita, mengingatkan bahwa asal segala gerak adalah rumah yang selalu menunggu kita kembali.

 

* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement