Khazanah
Beranda » Berita » Substansi dan Bentuk: Cinta yang Tak Pernah Selesai dalam Pelukan Rahasia

Substansi dan Bentuk: Cinta yang Tak Pernah Selesai dalam Pelukan Rahasia

Figur manusia dalam pelukan cahaya, simbol cinta abadi dalam metafisika.
Dua figur manusia dalam pelukan cahaya lembut, simbol cinta yang mengalir dari substansi ke bentuk.

Surau.co. Substansi dan bentuk adalah dua realitas yang selalu berjalan berdampingan, seperti dua sisi dari satu cinta yang tak pernah selesai. Dari Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah, Abū al-Barakāt al-Baghdādī menegaskan bahwa memahami keduanya adalah jalan untuk mengerti hakikat eksistensi manusia:

“وَالْحَقِيقَةُ فِي كُلِّ شَيْءٍ مَاهِيَّةٌ وَصُورَةٌ”
“Sesungguhnya kebenaran dalam segala sesuatu terdiri dari substansi dan bentuk.”

Oleh karena itu, setiap detik kehidupan sesungguhnya membawa pelajaran yang tak pernah habis: daun yang jatuh, senja yang membakar langit, atau senyum yang menular. Semua itu bukan kebetulan, melainkan manifestasi dari substansi yang abadi dalam bentuk yang sementara. Dengan demikian, metafora-metafora sederhana ini menunjukkan bahwa cinta dan realitas tidak pernah benar-benar terpisah; yang tampak hanyalah cermin dari hakikat yang lebih dalam.

Bayangan Cinta: Fenomena Sehari-hari yang Membisikkan Makna

Lebih jauh, dalam kehidupan sehari-hari, cinta sering kali hadir dalam bentuk yang sederhana. Misalnya, anak yang menatap ibunya dengan mata penuh kasih, tetangga yang menolong tanpa pamrih, atau sahabat yang mendengarkan tanpa menghakimi. Semua itu adalah contoh bayangan cinta yang menyingkap substansi yang lebih dalam. Abū al-Barakāt menulis:

“وَمَا الشَّيْءُ إِلَّا مَا يُظْهِرُ حَقِيقَتَهُ”
“Segala sesuatu tidak lain adalah apa yang menampakkan hakikatnya.”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dengan kata lain, bayangan ini bukan sekadar refleksi belaka, melainkan sebuah panggilan untuk menyadari bahwa bentuk selalu berhubungan dengan substansi. Oleh sebab itu, ketika kita belajar memahami bentuk, kita perlahan mulai merasakan cinta dalam pelukan rahasia—cinta yang menuntun pada kesadaran diri sekaligus pengalaman hidup yang lebih utuh.

Selain itu, dalam rutinitas yang tampak biasa—seperti menyiapkan hidangan untuk keluarga, membersihkan rumah, atau menatap hujan yang turun perlahan—manusia sesungguhnya sedang berlatih melihat keterhubungan antara bentuk dan substansi. Maka, cinta bukanlah sekadar emosi, melainkan kesadaran yang hadir dalam setiap tindakan tulus.

Akal dan Hati: Jembatan Menuju Pemahaman

Lebih lanjut, Abū al-Barakāt menegaskan bahwa akal dan hati adalah dua sarana utama untuk memahami substansi dan bentuk:

“وَالْعَقْلُ وَالقَلْبُ أَدَوَاتٌ لِمَعْرِفَةِ الحَقِيقَةِ”
“Akal dan hati adalah sarana untuk memahami hakikat.”

Oleh karena itu, kehidupan sehari-hari yang penuh dengan pengalaman kecil dapat kita jadikan guru. Misalnya, mendengarkan nasihat orang tua, merenungi perubahan musim, atau mengamati anak-anak yang bermain. Semua praktik sederhana ini menuntun akal dan hati untuk bekerja bersama, menyingkap realitas yang tersembunyi di balik bentuk, hingga akhirnya memperlihatkan substansi yang mendasarinya.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Dengan cara demikian, kita belajar bahwa memahami cinta bukanlah perkara romantisme belaka, melainkan kesadaran yang membimbing tindakan serta niat. Setiap interaksi, sekecil apa pun, selalu bisa menjadi peluang untuk menghadirkan cinta yang tak pernah selesai.

Tubuh dan Jiwa: Harmoni yang Menyimpan Rahasia

Tidak berhenti di sana, dalam kitabnya Abū al-Barakāt juga menekankan kesatuan tubuh dan jiwa sebagai medium untuk menyadari substansi dan bentuk:

“فَإِنَّ النَّفْسَ وَالجَسَدَ كَالوَاحِدِ يَتَكَامَلَانِ فِي المَعْرِفَةِ”
“Sesungguhnya jiwa dan tubuh saling melengkapi dalam pengetahuan.”

Dengan demikian, setiap aktivitas manusia—dari menanam pohon, menyapa tetangga, hingga sekadar berjalan di jalan desa—sebenarnya merupakan praktik metafisika yang nyata. Tubuh menjadi sarana, sementara jiwa adalah cahaya yang menuntun. Maka, cinta yang mengalir dalam tindakan sehari-hari tidak pernah selesai, karena ia senantiasa berpindah dari substansi ke bentuk, lalu kembali lagi.

Oleh sebab itu, menghidupkan harmoni ini adalah seni yang sederhana: menghargai tubuh sebagai sarana, memaknai jiwa sebagai arah, dan melihat bentuk sebagai cermin dari substansi yang lebih dalam. Pada akhirnya, setiap langkah menjadi ritual kesadaran, dan setiap napas menjadi pengingat bahwa cinta selalu hadir, bahkan dalam hal-hal kecil.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Amalan Sehari-hari: Menemukan Pelukan Rahasia

Akhirnya, hidup bukan hanya teori, melainkan juga praktik yang nyata. Karena itu, Abū al-Barakāt mengingatkan:

“وَاعْمَلُوا بِالعِلْمِ لِتَرَوْا حُبَّ اللهِ فِي كُلِّ شَيْءٍ”
“Amalkan ilmu agar kalian melihat cinta Allah dalam segala hal.”

Dengan demikian, setiap tindakan sehari-hari—entah menulis, memasak, mendengarkan teman, atau menatap senja—dapat menjadi cara menghadirkan substansi dalam bentuk. Justru pada momen-momen sederhana inilah cinta yang tak pernah selesai hadir. Saat kesadaran itu menyala, dunia tidak lagi tampak terpisah, melainkan menjadi jaringan eksistensi yang saling berpelukan.

Bayangan yang menari di dinding saat lilin menyala, senyum yang menular, atau air yang mengalir di sungai—semuanya adalah manifestasi cinta yang sama. Dan kesadaran terhadap detail kecil inilah yang perlahan menuntun manusia menuju pengalaman batin yang lebih dalam, bagaikan sebuah cinta yang tak pernah selesai dalam pelukan rahasia.

Refleksi Akhir: Cinta sebagai Substansi dan Bentuk

Dengan demikian, ajaran Abū al-Barakāt menunjukkan bahwa substansi dan bentuk adalah kunci untuk memahami cinta yang tak berkesudahan. Bayangan dan cahaya, tubuh dan jiwa, akal dan hati—semuanya saling melengkapi. Karena itu, setiap detik dalam hidup adalah kesempatan untuk menyadari keterhubungan ini, menghadirkan kesadaran dalam tindakan, sekaligus menemukan kebijaksanaan dalam fenomena sehari-hari.

“فِي كُلِّ شَيْءٍ حِكْمَةٌ وَحُبٌّ يَنْتَظِرُ مَنْ يَتَفَكَّرُ”
“Dalam segala sesuatu terdapat hikmah dan cinta yang menunggu siapa yang merenungkan.”

Akhirnya, dengan memahami cinta sebagai pengalaman hidup, manusia belajar bahwa kesadaran adalah pelukan rahasia. Setiap langkah adalah interaksi antara substansi dan bentuk. Dan pada akhirnya, cinta itu sendiri tidak pernah selesai; ia senantiasa hadir, mengalir, dan menuntun setiap manusia menuju pengenalan hakikat yang lebih dalam.

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement