Khazanah
Beranda » Berita » Nu‘aim ibn Mas‘ud : Sahabat yang Membantu Kaum Muslimin Pada Perang Khandaq

Nu‘aim ibn Mas‘ud : Sahabat yang Membantu Kaum Muslimin Pada Perang Khandaq

Nu‘aim ibn Mas‘ud : Sahabat yang Membantu Kaum Muslimin Pada Perang Khandaq
Ilustrasi kaum muslim menggali parit.

SURAU.CO-Nu‘aim ibn Mas‘ud adalah seorang sahabat Nabi dari kabilah Gathafan, keturunan Bani Asyja‘i. Ayahnya bernama Mas‘ud ibn Amir ibn Unaif. Pada masa Jahiliah, Nu‘aim terkenal sebagai orang yang gemar melakukan maksiat dan keburukan. Lebih buruk lagi, ia sering mengajak orang lain untuk melakukan maksiat. Ia biarkan dirinya tenggelam dalam hasrat dan nafsu. Sering kali kemaksiatan yang ia lakukan benar-benar melampaui batas. Kendati demikian, sebenarnya ia cerdas dan banyak akal.

Mendapat hidayah saat Perang Khandaq

Ketika terjadi Perang Ahzab atau Perang Khandaq, Allah berkenan memberinya hidayah. Sejak saat itu ia meninggalkan segala kemaksiatan dan kesukaannya minum arak. Kemudian ia memeluk Islam dan kembali ke jalan yang benar. Ia benar-benar bertobat dari segala dosa dan kesalahan.

Al-Thabari menceritakan proses keislaman Nu‘aim dan kebajikan yang ia lakukan untuk kaum muslim dalam Perang Khandaq. Dalam riwayat Ibn Ishaq terceritakan bahwa Rasulullah saw. dan para sahabat merasa khawatir menghadapi pasukan Quraisy dan sekutunya yang mengepung Madinah dari berbagai penjuru.

Dalam kekhawatiran seperti itu, Nu‘aim ibn Mas‘ud ibn Amir ibn Unaif ibn Tsa‘labah ibn Qanfadz ibn Hilal ibn Khalawah ibn Asyja ibn Raits ibn Ghathafan datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata,

“Wahai Rasulullah, aku telah memeluk Islam, tetapi kaumku sendiri tidak mengetahui keislamanku. Perintahkanlah kepadaku apa pun yang Tuan kehendaki!”

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Rasulullah saw. bersabda,

“Engkau bagi kami tidak ada bedanya. Karena itu, bantulah kami jika kau memang bisa membantu, karena sesungguhnya perang adalah tipu daya.”

Nu‘aim ibn Mas‘ud menemui Bani Quraizhah

Nu‘aim menemui Bani Quraizhah (yang telah mengenalnya dengan baik), kemudian berkata,

“Wahai Bani Quraizhah, kalian tahu betapa aku mencintai kalian, terlebih lagi kita sering bersama.”

Mereka menjawab,

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Kau benar, kami tak meragukan kecintaanmu kepada kami.”

Nu‘aim berkata lagi,

“Sesungguhnya kaum Quraisy dan Bani Ghatafan tidak seperti kalian. Sesungguhnya negeri ini adalah negeri kalian. Di dalam negeri ini ada harta, anak-anak, dan keluarga kalian. Quraisy dan Ghatafan tidak seperti kalian, harta dan keluarga mereka ada di negeri mereka. Jika mereka menghadapi kesulitan dan menarik mundur pasukan lalu pulang ke negeri mereka, maka di negeri ini hanya ada kalian dan Muhammad. Tidak ada lagi kekuatan yang akan menolong kalian. Jadi, jangan melibatkan diri dalam peperangan ini dan jangan membantu mereka, kecuali jika mereka meninggalkan beberapa pemuka Quraisy dan Ghatafan di kampung Bani Quraizhah sebagai jaminan agar mereka tidak meninggalkan kalian hingga mereka benar-benar dapat mengalahkan Muhammad dan para pengikutnya.”

Mendengar penuturan Nu‘aim, mereka berkata,

“Apa yang kau katakan itu benar-benar baru kami sadari.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Mereka membenarkan pendapat Nu‘aim dan memutuskan tidak akan membantu kaum Quraisy untuk memerangi kaum muslim hingga Quraisy mau mengirimkan beberapa pemimpin mereka sebagai jaminan.

Kemudian Nu‘aim pergi menemui kaum Quraisy dan berkata,

“Aku mendengar satu selentingan yang akan kusampaikan kepada kalian saat ini. Sesungguhnya Yahudi Bani Quraizhah tidak menyukai posisi dan perjanjian yang mereka buat dengan Muhammad. Kirimlah utusan untuk membuat perjanjian agar mereka membantu kalian. Namun, jika mereka meminta persyaratan kepada kalian agar meninggalkan beberapa pemimpin kalian sebagai jaminan, jangan penuhi permintaan mereka.”

Pertolongan dari Allah pada Rasulullah

Pada malam Sabtu bulan Syawal tahun kelima Hijrah, Allah memberi pertolongan kepada rasul-Nya. Abu Sufyan dan pemuka Bani Ghathafan mengutus Ikrimah ibn Abu Jahal beserta beberapa pemimpin lain kepada Bani Quraizhah. Mereka berkata,

“Kami di sini tidak sedang bertamasya, unta dan kuda kami pun sudah banyak yang mati. Karena itu, mari kita berperang untuk mengalahkan Muhammad!”

Bani Quraizhah menjawab,

“Hari ini hari Sabtu, dan pada hari suci ini kami tak melakukan kegiatan apa pun. Seperti kalian tahu, pendahulu kami pernah melakukan pelanggaran di hari Sabtu sehingga mereka mendapatkan siksa. Lagi pula, kami tak mau berperang bersama kalian sampai kalian mau menyerahkan beberapa pemimpin kalian sebagai jaminan hingga kalian selesai memerangi dan mengalahkan Muhammad! Kami khawatir, jika kalian kalah atau kesulitan menghadapi Muhammad, kalian meninggalkan kami dan membiarkan Muhammad bersama kami, padahal kami tak sanggup menghadapinya sendirian.”

Kabar yang disampaikan Nu‘aim ternyata benar-benar menjadi kenyataan. Karena itu, kaum Quraisy dan Ghatafan mengirimkan jawaban bahwa mereka tidak akan memberikan seorang pun sebagai jaminan. Ketika Bani Quraizhah menerima jawaban itu, menjadi jelaslah bahwa Quraisy dan sekutunya ingin memanfaatkan mereka dan akan meninggalkan mereka jika peperangan berlangsung sengit dan menyulitkan mereka, persis seperti yang dikatakan oleh Nu‘aim.

Perpecahan dalam kelompok musuh Islam

Begitulah, pihak-pihak yang bergabung dalam persekutuan Quraisy berbeda paham satu sama lain. Dimulai dengan Quraizhah yang takut jika sekutu meninggalkan medan perang. Para pemimpin sekutu juga takut mendengar keengganan Quraizhah untuk membantu mereka. Tanpa bantuan dari dalam, mereka takkan bisa menyerang Madinah. Mereka sangat mengharapkan bantuan Bani Quraizhah. Namun harapan itu takkan pernah menjadi kenyataan.

Makanan dan perbekalan mereka semakin tipis. Tidak ada lagi ladang rumput untuk memberi makan hewan tunggangan mereka. Kegelisahan, keresahan, dan rasa bosan semakin lama semakin menggumpal dan memberati kepala mereka. Kondisi alam semakin menyulitkan mereka. Awan hitam bergumpal-gumpal menutupi cahaya matahari. Dan tiba-tiba angin yang sangat kencang berhembus menerbangkan pasir dan segala benda di muka bumi. Embusan angin itu semakin kencang dan berubah menjadi badai gurun yang sangat keras. Kaum muslim berlindung di balik dinding pertahanan Madinah.

Badai memporak-porandakan musuh Islam

Sementara itu, keadaan sekutu sangat mengkhawatirkan. Markas mereka diporak-porandakan badai. Embusan angin meruntuhkan kemah mereka dan menerbangkan benda-benda lainnya. Rasa lelah dan rasa bosan semakin memuncak.

Abu Sufyan berteriak mengalahkan kerasnya embusan angin. Suaranya terdengar sayup-sayup diterbangkan badai yang menggila,

“Wahai Quraisy, kita tak mungkin bertahan lebih lama lagi pada tempat ini. Kuda-kuda dan hewan-hewan lainnya banyak yang mati karena kelaparan. Bani Quraizhah tak mau membantu. Mereka mengajukan syarat yang tak mungkin kita penuhi. Angin badai dan topan menghancurkan perkemahan kita sebagaimana yang kalian saksikan. Kita tak lagi punya kemampuan untuk bertahan lebih lama. Saat ini kita tidak punya api untuk kita nyalakan h punya bangunan untuk berlindung, dan bekal makanan kita pun sudah habis. Karena itu, pulanglah dan aku sendiri akan pulang mendahului kalian.”

Lalu ia segera loncat ke atas punggung untanya dan berbalik pulang ke Makkah.

Pasukan Quraisy telah mundur dan pulang ke negerinya, lalu  pasukan Ghathafan menyusul, dan sekutu-sekutu lainnya. Mereka semua pulang dengan perasaan kesal dan marah. Rasulullah saw. memanggil Khudzaifah ibn al-Yaman dan memerintahkannya untuk melihat apa yang mereka lakukan malam itu.

Nu‘aim ibn Mas‘ud berhasil memecah belah musuh

Nu‘aim berhasil menjalankan misinya untuk memecah belah musuh. Terceritakan bahwa pada saat Futuh Makkah, Abu Sufyan dan al-Abbas melihat kaum muslim memasuki Makkah dengan gagah. Abu Sufyan—yang telah memeluk Islam—berkata kepada Abu Salamah Nu‘aim ibn Mas‘ud,

“Buruk sekali apa yang kaulakukan kepada kami di Perang Khandaq.”

Para ahli berbeda pendapat tentang kematian Nu‘aim. Sebagian mengatakan bahwa ia wafat pada masa Khalifah Utsman, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ia wafat saat Perang Jamal. (St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement