SURAU.CO-Al-Nu‘man ibn Malik adalah sahabat Nabi yang nama lengkapnya adalah al-Nu‘man ibn Malik ibn Tsa‘labah ibn Da’da’ ibn Fihr ibn Ghanam ibn Salim al-Ausi. Silsilah keturunan itu disebutkan oleh Abu Musa, sementara Ibn al-Atsir tidak sependapat dengannya. Menurut Ibn al-Atsir, Abu Musa melakukan kesalahan ketika menyebutkan silsilah al-Nu‘man ibn Malik sampai pada Salim, karena Salim adalah saudara Ghanam. Selain itu, penisbahan nama kabilah al-Ausi kepada al-Nu‘man tidaklah tepat, karena ia berasal dari suku Khazraj, bukan suku Aus.
Abu Umar ibn Abdul Bar berkata dalam al-Isti‘ab bahwa al-Nu‘man ikut serta dalam Perang Badar dan Uhud. Ia gugur sebagai syahid pada Perang Uhud.
Setelah gagal dan kalah dalam Perang Badar, kaum Quraisy segera merancang rencana untuk kembali menyerang kaum muslim di Madinah. Di antara pemuka Quraisy yang gigih mendorong serangan balas dendam adalah Ikrimah ibn Abu Jahal dan Shafwan ibn Umayyah. Keduanya tak pernah bosan mengajak penduduk Makkah untuk membalas kekalahan mereka yang menyakitkan. Akhirnya, kaum Quraisy menggalang dukungan dari suku Kinanah, Tihamah, dan suku-suku lain untuk menyerang Madinah.
Munculnya kabar pergerakan musuh ke Madinah
Jauh-jauh hari Rasulullah telah mengetahui kabar pergerakan pasukan musuh dari surat yang dikirimkan pamannya, al-Abbas. Ia segera mengundang para sahabat untuk berunding di Masjid. Semua orang telah berkumpul. Nyaris sebagian besar kaum muslim hadir dalam pertemuan itu. Rasulullah keluar dari rumah dan bergabung dengan semua orang. Ia katakan kepada mereka penjelasan mengenai kekuatan pasukan Quraisy lalu meminta nasihat dan pertimbangan dari para sahabatnya.
Beliau mengawali musyawarah itu dengan mengatakan,
“Aku bermimpi melihat seekor sapi yang kutakwilkan sebagai kebaikan. Aku juga melihat ujung pedangku retak, kemudian aku memasukkan tanganku ke dalam baju perang. Lalu aku menakwilkannya sebagai Madinah. Kemudian aku ingin pendapat dan argumentasi kalian, apakah kita akan membiarkan mereka memasuki Madinah dan menunggu kedatangan mereka di sini, ataukah kita akan menyambut dan menghadang mereka di luar Madinah?”
Abdullah ibn Ubay berkata mewakili para tetua Madinah,
“Wahai Rasulullah, lebih baik kita bertahan di dalam kota. Jangan keluar menyambut mereka. Demi Allah, jika kita keluar dari Madinah, tentu musuh telah bersiap-siap dan menyongsong kedatangan kita dengan kelengkapan senjata mereka. Jika kita bertahan dan menyiapkan pasukan di dalam kota, merekalah yang akan menjadi target serangan. Jika mereka datang, pasukan laki-laki akan menyerang dari hadapan mereka dan kaum wanita serta anak-anak akan melempari mereka dengan batu dari atas mereka. Dengan begitu, mereka akan pulang dengan tangan hampa dan rasa malu. Mimpi Rasulullah itu mengisyaratkan bahwa kaum muslim tak boleh keluar kecuali mereka yang tidak ikut dalam Perang Badar.”
Pendapat Al-Nu‘man ibn Malik dalam musyawarah
Namun, beberapa orang sahabat, terutama anak-anak muda, berseru,
“Wahai Rasulullah, lebih baik kita keluar untuk menghadapi musuh sehingga mereka tidak menganggap kita pengecut.”
Al-Thabari meriwayatkan dari al-Sadi bahwa ketika Rasulullah saw. mendengar keberangkatan pasukan Quraisy menuju Uhud, beliau bersabda kepada para sahabat,
“Aku minta pendapat kalian, apa yang harus kulakukan?”
Sebagian Muhajirin menjawab,
“Wahai Rasulullah, ayo kita keluar dan hadapi mereka di sana!”
Sedangkan sebagian Anshar berujar,
“Wahai Rasulullah, musuh tidak akan bisa mengalahkan kita jika kita tetap bertahan di dalam kota. Bagaimana menurut Tuan mengenai pendapat kami ini?”
Kemudian Rasulullah saw. memanggil Abdullah ibn Ubay ibn Salul (sebelumnya beliau tak pernah memanggilnya) dan mengajaknya berunding. Abdullah berkata,
“Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kami untuk menghadapi mereka!”
Sebenarnya, Rasulullah saw. sendiri lebih suka jika mereka bertahan di dalam kota sehingga pasukan musyrik kesulitan berperang.
Tak lama kemudian datang al-Nu‘man ibn Malik al-Anshari dan berkata,
“Wahai Rasulullah, janganlah mencegah kami untuk meraih surga! Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku pasti akan berusaha meraih surga.”
Rasul bertanya, “Dengan apa?”
Al-Nu‘man menjawab,
“Dengan syahadatku bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, dan aku tidak akan lari dari peperangan.”
Rasul menjawab, “Engkau benar.”
Maka, Rasulullah saw. dan pasukan Muslim berderap keluar dari Madinah untuk menghadapi musuh. Allah Swt. berfirman:
“Di antara orang mukmin itu ada orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).”*(QS. al-Ahzab [33]: 23)
Al-Nu‘man ibn Malik : sahabat yang menepati janji pada perang Uhud
Al-Nu‘man telah menetapkan dan menunaikan janjinya kepada Tuhan sehingga Tuhan berkenan mengabulkan permintaannya dan menganugerahinya kesyahidan. Tentu saja, tidak ada pahala lain untuk orang yang syahid kecuali surga.
Perang Uhud sangat menguras tenaga dan perhatian kaum muslim. Dalam perang itu kaum muslim menderita kekalahan karena pasukan pemanah melanggar perintah Nabi saw. untuk bertahan di posisi mereka apa pun yang terjadi. Namun, saat melihat kawan-kawan mereka di bawah bukit mengumpulkan pampasan perang, para pemanah ikut berlari ke bawah. Akibatnya, pasukan kavaleri Quraisy di bawah pimpinan Khalid ibn al-Walid melakukan serangan cepat, menghabisi pasukan pemanah, lalu memorak-porandakan pasukan Muslim. Sebagian pasukan kocar-kacir melarikan diri dari medan perang dan meninggalkan Rasulullah saw.
Al-Nu‘man ibn Malik yang berhasrat meraih surga bertahan di medan perang melindungi Rasulullah saw. sehingga Allah menganugerahinya kesyahidan yang menjadi cita-cita tertingginya.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
