Khazanah
Beranda » Berita » Al-Nu‘man ibn Muqarrin : Sahabat yang Syahid di Nahawand

Al-Nu‘man ibn Muqarrin : Sahabat yang Syahid di Nahawand

Al-Nu‘man ibn Muqarrin : Sahabat yang Syahid di Nahawand
Ilustrasi pasukan muslim yang membawa panji menuju medan jihad.

SURAU.CO-Al-Nu‘man ibn Muqarrin adalah sahabat Nabi keturunan Bani Muzani. Ayahnya bernama Muqarrin ibn Aidz al-Muzani. Sebagian pendapat mengatakan bahwa nama aslinya adalah Amr ibn Muqarrin ibn Aidz dan nama panggilannya adalah Abu Amr dan Abu Hakim.

Sering mendengar kabar tentang Rasulullah

Al-Nu‘man termasuk pemuka Bani Muzayinah. Mereka menetap dalam sebuah daerah yang terletak pada jalur perlintasan antara Makkah dan Madinah. Karena letaknya yang strategis, perkampungan Bani Muzayinah sering banyak kafilah melewatinya. Baik dari Makkah ke Madinah atau sebaliknya. Karena jaraknya lebih dekat ke Madinah, al-Nu‘man sering mendengar kabar tentang Rasulullah saw. dan ajarannya. Semakin banyak berita yang mereka dengar tentang Rasulullah, semakin besar cintanya kepada beliau, dan semakin besar pula dorongan untuk segera menemui beliau.

Pada suatu hari, al-Nu‘man menemui kaumnya, dan berkata, “Aku sedang berpikir dan merenungkan ajaran Muhammad. Menurutku, semua yang dia katakan adalah kebaikan. Dia adalah rasul pembawa rahmat dan keadilan. Apa yang dia dakwahkan penuh dengan kebaikan dan ajaran yang mulia, tak ada keburukan sama sekali. Setiap hari, semakin banyak orang yang menjadi pengikutnya. Kusampaikan kepada kalian bahwa aku telah bertekad untuk menemuinya esok. Siapa saja di antara kalian yang ingin ikut, bersiaplah!”

Membawa 400 penunggang kuda ke Madinah

Keesokan harinya al-Nu‘man mendapat kejutan yang menyenangkan. Saat keluar rumah, ia melihat di depan rumahnya telah berkumpul 400 penunggang kuda yang akan mengiringinya ke Madinah untuk menemui orang yang mereka cintai tetapi belum pernah mereka jumpai. Al-Nu‘man melihat empat orang saudaranya ikut serta dalam rombongan.

Setelah semua orang siap, rombongan itu bergerak menuju Madinah dengan membawa berbagai hadiah untuk Rasulullah saw. sebagai tanda kecintaan dan kepatuhan. Ketika Rasulullah saw. melihat rombongan itu, wajah beliau bersinar bahagia. Beliau keluar dan menyambut mereka dengan hangat. Setelah berbincang beberapa saat, mereka menyatakan masuk Islam di hadapan beliau. Al-Nu‘man mengulurkan tangan kepada beliau sebagai tanda baiat dirinya dan diikuti oleh seluruh pengikutnya. Mereka merasakan kebahagiaan yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.

Hati-hatilah Dengan Pujian Karena Bisa Membuatmu Terlena Dan Lupa Diri

Sejak itu al-Nu‘man selalu menghadiri majelis ilmu yang digelar oleh Rasulullah. Ia mendengarkan nasihat dan ajaran beliau mengenai Islam dan ayat-ayat Allah. Pengetahuan yang ia dapatkan dari majelis Nabi saw. banyak membantunya memahami ajaran agamanya. Pengalaman itu sungguh sangat berharga dan tak tergantikan. Setiap kali mendapatkan pengetahuan baru, para sahabat selalu merasa kurang dan ingin terus menambah pengetahuan. Abdullah ibn Mas‘ud pernah berujar tentang Ibn Muqarrin,

“Iman itu memiliki tempat dan kemunafikan juga memiliki tempat. Salah satu dari tempat iman adalah rumah Ibn Muqarrin.”

Itu benar-benar ungkapan yang jujur dari lisan seorang sahabat utama yang disebutkan oleh Rasulullah saw., “Sungguh, engkau adalah pemuda yang terdidik.”

Pembawa panji Bani Muzayinah

Gugur sebagai syahid menjadi cita-cita tertinggi al-Nu‘man ibn Muqarrin. Ia terus berupaya mewujudkan cita-citanya itu. Bersama Rasulullah saw. ia ikut serta dalam Perang Khandaq dan juga dalam peristiwa Fathu Makkah. Ia membawa panji Bani Muzayinah dan menyaksikan sendiri simbol-simbol kemusyrikan dihancurkan. Allah telah membuktikan janji-Nya; memenangkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan.

Perjuangan menegakkan kebenaran terus dilakukannya bersama Rasulullah saw. sampai beliau wafat. Kemenangan demi kemenangan terus diraih kaum muslim dan secara khusus oleh al-Nu‘man. Kedekatan kaumnya dengan Rasulullah saw. telah menempatkan beliau sebagai orang yang paling mereka cintai. Wafatnya Rasulullah telah menorehkan duka yang mendalam di hati al-Nu‘man dan kaumnya. Itu menjadi ujian paling berat yang harus mereka hadapi. Namun, tidak ada yang dapat mereka lakukan selain menerima ketentuan yang telah Allah gariskan. Rasulullah telah memberi mereka warisan yang paling berharga dan mengandung kebaikan tak terhingga, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Karenanya, mereka wajib menjaga dan mengamalkannya sepanjang hidup.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Turut serta membasmi kaum murtad dan nabi palsu

Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar muncul sebagai penerus beliau untuk memimpin umat Islam. Para sahabat berbaiat dan taat kepadanya, termasuk juga al-Nu‘man ibn Muqarrin dan kaumnya. Mereka tetap setia menyertai Khalifah dalam memadamkan gerakan orang murtad dan para nabi palsu.

Al-Nu‘man ibn Muqarrin memiliki bakat dan kemampuan untuk memimpin. Karena itulah Khalifah Umar ibn al-Khattab r.a., yang meneruskan khilafah setelah Abu Bakr wafat, mengirimnya untuk menjadi gubernur di Kaskar yang saat itu masih berada di bawah pengawasan Sa‘d ibn Abu Waqash. Tetapi al-Nu‘man merasa kurang pas dengan kebijakan Sa‘d sehingga ia mengirimkan surat kepada Khalifah:

“Ia menekankan penarikan pajak di wilayah tersebut, sedangkan aku lebih suka berjihad.”

Setelah membaca surat itu, Khalifah menegur Sa‘d dan memerintahkan al-Nu‘man membawa pasukannya menuju Nahawand. Khalifah mengatakan dalam suratnya kepada al-Nu‘man:

“Bismillahirrahmanirrahim. Dari hamba Allah, pemimpin kaum mukminin, kepada al-Nu‘man ibn Muqarrin! Salam atasmu, aku memuji Allah, tiada tuhan selain Dia. Aku mendengar kabar bahwa pasukan asing (non-Arab) telah berkumpul dan menggalang kekuatan di Nahawand. Jika suratku ini telah kau terima, segera berangkat dengan pertolongan Allah bersama pasukan Muslim! Jangan bawa mereka ke dalam kesulitan sehingga menyakiti perasaan mereka! Jangan halangi hak mereka karena akan membuat mereka menentangmu! Jangan korbankan seorang pun dari pasukan kita, karena seorang Muslim lebih kucintai dari seratus ribu dinar! Salam atasmu.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Membawa pasukan ke Nahawand

Maka al-Nu‘man membawa pasukannya menuju Nahawand bersama beberapa sahabat terkemuka. Tiba di Nahawand, mereka dapati pagar-pagar besi yang menghalangi jalan telah hancur. Menyaksikan keadaan itu, al-Nu‘man bertanya kepada para sahabat, “Bagaimana menurut kalian?” Mereka menjawab, “Pindahlah ke tempat lain agar mereka mengira kita telah melarikan diri sehingga kemudian mereka mengejar kita!”

Al-Nu‘man menyetujui saran tersebut. Benar saja, tak lama setelah mereka pergi, datang pasukan musuh yang kemudian membersihkan reruntuhan pagar tersebut. Ketika melihat pasukan musuh, al-Nu‘man mengawasi pergerakan mereka. Kemudian al-Nu‘man bermusyawarah dengan para pimpinan pasukan dan berkata, “Jika terjadi sesuatu atas diriku, patuhilah Khudzaifah ibn al-Yaman! Jika ia gugur, patuhilah Jarir ibn Abdullah! Jika ia gugur, patuhilah Qais ibn Maksyuh.”

Al-Mughirah ibn Syu‘bah, karena tidak diminta menggantikan, datang menghadap al-Nu‘man ibn Muqarrin dan bertanya, “Apa yang akan kaulakukan?”

Al-Nu‘man menjawab, “Aku akan memerangi mereka setelah shalat zuhur, karena Rasulullah saw. biasanya mengambil langkah itu.”

Usai shalat, ia memberi arahan kepada pasukan, “Aku akan mengumandangkan takbir tiga kali. Jika kuucapkan takbir pertama, setiap orang harus mengikatkan tali sepatunya dan bersiap-siap. Ketika kuucapkan takbir kedua, setiap orang harus mengikatkan kainnya dan bersiap maju ke arah yang kutunjukkan. Jika kuucapkan takbir ketiga, majulah menyerang! Aku akan berada di depan kalian.”

Akhirnya, pasukan Muslim melihat pasukan asing yang berderap mendekati mereka. Pasukan itu mengikat diri masing-masing satu sama lain dengan rantai agar tidak ada yang melarikan diri. Pertempuran besar antara dua pasukan itu berkecamuk hebat. Dalam perang itulah al-Nu‘man gugur terkena anak panah. Melihat panglima pasukan gugur, Suwaid (saudaranya) segera menutupi jenazahnya dengan baju yang ia kenakan dan tak mengabarkannya kepada siapa pun hingga Allah memberikan kemenangan kepada pasukan Muslim. Setelah perang berakhir, barulah ia menyerahkan panji kaum muslim kepada Khudzaifah ibn al-Yaman. Dzul Hajib, panglima pasukan musuh, juga ikut tewas dalam pertempuran tersebut. Kota Nahawand berhasil direbut oleh pasukan Muslim.

Syahidnya al-Nu‘man ibn Muqarrin

Sebelum perang berkecamuk, Khalifah Umar telah menugaskan al-Saib ibn al-Aqra untuk membagikan harta rampasan. Ketika ia sibuk membagikan rampasan, datang seorang kafir yang bersedia memberitahu letak harta simpanan keluarga kerajaan dengan syarat ia dan keluarganya mendapat perlindungan. Al-Saib menerima syarat yang  ia ajukan dan kemudian lelaki itu membawanya menuju dua tenda besar yang terdapat mutiara dan intan permata. Barang-barang berharga itu kemudian ia bawa kepada Khalifah Umar bersama rampasan lainnya.

Ketika pasukan tiba di Madinah, Khalifah bertanya, “Apa yang kaubawa, wahai Saib?” Ia menjawab, “Kabar baik, wahai Amirul Mukminin. Allah telah memberi kemenangan besar atasmu, dan al-Nu‘man ibn Muqarrin telah meraih kesyahidan.”

“Inna lillahi wa inna ilayhi raji‘un,” ujar Khalifah Umar dengan suara yang pelan dan air mata mengalir membasahi pipinya.

Setelah melaporkan jalannya peperangan, al-Saib menyerahkan semua harta rampasan kepada Khalifah yang kemudian memerintahkan bawahannya untuk memasukkan semua harta itu ke dalam Baitul Mal.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement