Khazanah
Beranda » Berita » Waktu Bukan Jam di Tanganmu, tapi Nafas yang Tak Pernah Kau Miliki

Waktu Bukan Jam di Tanganmu, tapi Nafas yang Tak Pernah Kau Miliki

Ilustrasi filosofis waktu sebagai napas manusia
Ilustrasi ini menggambarkan konsep bahwa waktu bukanlah milik manusia, melainkan aliran napas yang terus menuju akhir.

Surau.co. Waktu bukan sekadar hitungan jam yang berputar di dinding, bukan pula detik yang berdenting di ponselmu. Waktu adalah napas yang keluar dan tak pernah kembali. Kitab al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah karya Abū al-Barakāt al-Baghdādī mengajarkan kita bahwa hakikat waktu bukanlah benda yang bisa disimpan, melainkan gerak yang mengalir, doa yang sunyi, dan rahasia yang hanya diketahui Sang Pencipta. Sejak baris awal kitab ini, kita diajak untuk memahami bahwa setiap gerakan alam adalah tanda kehadiran waktu, dan setiap detik hidup adalah isyarat dari keabadian.

Mengingat Waktu dalam Kehidupan Sehari-hari

Di pasar, seorang pedagang menimbang beras sambil sesekali melirik jam tangannya. Sedanan di sekolah, anak-anak menunggu bel pulang. Sementara di rumah sakit, seorang pasien menghitung waktu dengan debar jantungnya. Semua orang terikat oleh waktu, namun tidak seorang pun yang benar-benar memilikinya.

Abū al-Barakāt menulis dalam al-Muʿtabar:

«الزمن ليس شيئًا يُمسك، ولكنه ما يُقاس بالحركة والتغير»
“Waktu bukanlah sesuatu yang dapat digenggam, melainkan ia diukur melalui gerak dan perubahan.”

Kutipan ini menegaskan bahwa waktu bukan benda konkret, melainkan aliran perubahan yang tak bisa kita hentikan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Waktu sebagai Cermin Gerak Alam

Lihatlah matahari yang terbit dan tenggelam, bulan yang tumbuh dan menyusut, atau pohon yang perlahan meninggi. Semua itu adalah cermin dari waktu. Dalam kitabnya, Abū al-Barakāt menjelaskan:

«كل حركة دليل على مرور الزمن، فلو توقف الكون، لتوقف الزمن»
“Setiap gerak adalah bukti perjalanan waktu. Jika alam semesta berhenti, maka berhentilah waktu.”

Ayat Al-Qur’an pun mengingatkan:

﴿وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا﴾ (QS. Al-Furqan: 62)
“Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi siapa yang ingin mengambil pelajaran atau bersyukur.”

Perubahan siang dan malam bukan sekadar fenomena astronomi, tetapi ayat kehidupan yang mengajarkan kita tentang kefanaan.

Nafas sebagai Pengingat Batas

Abū al-Barakāt menegaskan bahwa manusia bukan pemilik waktu, sebab setiap hembusan napas adalah pinjaman yang akan berakhir. Dalam al-Muʿtabar ia berkata:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

«نَفَسُ الإنسان هو عُمرُه، فإذا انقطع نفسه انقطع زمنه في الدنيا»
“Napas manusia adalah umurnya. Jika napas terputus, terputus pula waktunya di dunia.”

Betapa sering kita merasa memiliki banyak waktu, padahal yang kita genggam hanyalah napas yang bisa berhenti kapan saja.

Waktu sebagai Jalan Menuju Kekekalan

Bagi Abū al-Barakāt, waktu adalah gerbang menuju kehidupan abadi. Ia bukan sekadar hitungan, tetapi perjalanan menuju pertemuan dengan Sang Pencipta.

«الزمن ظلٌّ عابر، أما البقاء فهو للّه وحده»
“Waktu hanyalah bayangan yang melintas, sedangkan yang abadi hanyalah milik Allah semata.”

Al-Qur’an menegaskan:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

﴿كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ۝ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ﴾ (QS. Ar-Rahman: 26–27)
“Semua yang ada di bumi akan binasa, dan yang tetap kekal hanyalah wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.”

Refleksi untuk Kehidupan Modern

Hari ini kita hidup dalam kesibukan: jadwal rapat, tenggat pekerjaan, lalu lintas macet, dan suara notifikasi tanpa henti. Semua itu membuat kita lupa bahwa waktu bukan hanya jam yang berdetak, tetapi hidup yang terus berkurang.

Maka, marilah belajar dari hikmah Abū al-Barakāt. Gunakan waktu bukan hanya untuk mengejar angka dan harta, melainkan untuk menyucikan hati, menolong sesama, dan mendekat pada Allah. Setiap detik adalah kesempatan, dan kesempatan itu hanya lewat sekali.

Menjadikan Waktu sebagai Amal

Kehidupan ini adalah ladang. Waktu adalah cangkul, dan amal adalah benihnya. Jika kita bijak, setiap menit bisa menjadi doa, setiap jam bisa menjadi sedekah, dan setiap hari bisa menjadi taman kebaikan.

Abū al-Barakāt seakan berbisik dari halaman kitabnya: waktu bukan jam di tanganmu, tapi napas yang tidak pernah kau miliki. Maka jangan sia-siakan napasmu dengan kelalaian.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement