Surau.co. Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah karya Abū al-Barakāt al-Baghdādī adalah karya yang menyalakan kesadaran. Dari halaman ke halaman, ia menyingkap rahasia benda, jiwa, dan semesta. Salah satu gagasan yang paling menawan adalah tentang gerak. Bagi sebagian orang, gerak hanyalah pergeseran posisi. Namun dalam pandangan hikmah, gerak adalah doa sunyi benda kepada Penciptanya.
Sejak awal kitab ini, al-Baghdādī menolak anggapan bahwa gerak hanya lahir dari dorongan eksternal. Ia menegaskan bahwa benda memiliki potensi daya yang bertambah seiring pergerakannya. Dalam satu ungkapannya, ia menulis:
“الحركة زيادة قوة في الجسم، تفتح له بابًا إلى غاية لم يبلغها بعد”
Gerak adalah bertambahnya daya dalam tubuh benda, yang membukakan baginya pintu menuju tujuan yang belum ia capai.
Dengan kalimat itu, gerak tidak lagi sekadar mekanika, melainkan perjalanan menuju kerinduan.
Gerak dalam Kehidupan Sehari-hari
Bayangkan seorang anak belajar berjalan. Pada langkah pertama, ia terjatuh, lalu bangkit kembali. Setiap upaya bukan hanya usaha tubuh, melainkan gerak jiwa yang ingin sampai pada kemerdekaan. Seperti bola yang menggelinding, setiap putarannya memperlihatkan kerinduan untuk tidak berhenti.
Gerak semesta pun mengajarkan hal serupa. Matahari yang terbit dan tenggelam setiap hari bukanlah rutinitas kaku, melainkan zikir abadi. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ” (Yāsīn: 40)
Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
Ayat ini menegaskan bahwa pergerakan kosmos bukan tanpa makna. Ia adalah doa yang tak pernah berhenti, gema penghambaan benda pada Sang Pencipta.
Rahasia Gerak yang Bertambah
Al-Baghdādī menggambarkan percepatan sebagai rahasia yang lahir dari penambahan daya. Ia menolak pemikiran lama yang hanya mengaitkan gerak dengan pendorong luar. Menurutnya, ada energi batin dalam benda.
“لو كانت الحركة وليدة دفع خارجي فقط، لما ازداد سرعتها كلما امتدّت مسافتها”
Seandainya gerak hanya lahir dari dorongan luar, niscaya kecepatannya tidak akan bertambah seiring bertambahnya jarak.
Contoh sederhana terlihat saat hujan jatuh dari langit. Tetesan pertama terasa ringan, namun semakin dekat ke bumi, kecepatannya semakin tajam. Fenomena ini bukan hanya hukum alam, melainkan tanda bahwa semesta dicipta dengan irama yang mendalam.
Waktu yang Menyertai Gerak
Gerak selalu bersanding dengan waktu. Dalam kitabnya, al-Baghdādī menyebut waktu sebagai bayangan dari gerak. Jika gerak berhenti, maka waktu pun sirna.
“الزمان ظلّ للحركة، ولا يُتصوّر وجوده مستقلًا عنها”
Waktu adalah bayangan bagi gerak, dan tak mungkin dibayangkan ada tanpa gerak.
Kita menyadari hal ini dalam keseharian. Ketika menunggu, waktu terasa panjang. Namun saat hati larut dalam aktivitas, waktu berlari begitu cepat. Gerak yang kita lakukan menentukan bagaimana kita merasakan waktu.
Hadis Nabi ﷺ mengingatkan manusia tentang nilai setiap detik:
“نعمتان مغبون فيهما كثير من الناس: الصحة والفراغ”
Dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.
Gerak yang benar membuat waktu berharga, sedangkan diam tanpa arah menjadikan waktu hilang begitu saja.
Kitāb al-Muʿtabar Gerak Jiwa Menuju Cahaya
Tidak hanya benda yang bergerak, jiwa manusia pun memiliki kerinduan yang sama. Al-Baghdādī menulis tentang jiwa sebagai penuntun gerak batin, yang selalu mencari jalan kembali kepada asalnya.
“النفس لا ترضى بالجمود، بل تدفع الجسد إلى حركة لا تنتهي حتى تلقى ربها”
Jiwa tidak rela pada kebekuan, ia mendorong tubuh untuk bergerak tanpa henti hingga bertemu Tuhannya.
Gerak jiwa ini tampak dalam doa, amal, dan pencarian ilmu. Setiap langkah menuju kebaikan adalah doa yang dijalankan oleh tubuh. Seperti peziarah yang tidak pernah merasa cukup dengan satu langkah, jiwa manusia terus mencari cahaya dalam setiap gerakan.
Gerak sebagai Jalan Menuju Hikmah
Gerak bukan sekadar peristiwa fisik. Ia adalah bahasa sunyi semesta, doa benda yang mengarah pada tujuan, dan tanda jiwa yang tak pernah puas pada keheningan. Kitāb al-Muʿtabar fī al-Ḥikmah mengajarkan bahwa memahami gerak berarti memahami rahasia kehidupan.
Bagi manusia, gerak mengajarkan kesabaran. Bola jatuh mengajarkan keteguhan, sungai yang mengalir mengajarkan ketekunan, dan jiwa yang berdoa dalam diam mengajarkan kerinduan. Pada akhirnya, gerak adalah doa yang tidak pernah berhenti, lantunan diam-diam yang selalu mengarah pada Sang Pencipta.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
