Surau.co. Indra adalah pintu bagi manusia mengenal dunia. Mata menangkap warna, telinga mendengar bisikan angin, kulit merasakan sejuknya air. Dari sana kita belajar bahwa hidup penuh cerita. Gerak benda, cahaya, suara, dan wangi bunga masuk ke dalam diri, lalu berubah menjadi pengalaman batin. Ibn Sīnā dalam al-Shifāʾ bagian al-Ṭabī‘iyyāt menjelaskan: indra bukan sekadar alat fisik, melainkan jalan bagi jiwa untuk mengerti makna.
Pengalaman sehari-hari yang membangunkan kesadaran
Seorang anak melihat pelangi setelah hujan. Matanya tidak hanya menyerap warna, jiwanya pun terpesona oleh keindahan. Petani yang mencium bau tanah basah setelah hujan pertama merasakan harapan baru. Di balik indra, jiwa menyusun kisah dan menghubungkannya dengan makna.
Al-Qur’an mengingatkan:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tanpa mengetahui sesuatu pun. Lalu Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. an-Naḥl: 78)
Indra adalah anugerah yang memandu jiwa membaca tanda-tanda kehidupan.
Penjelasan Ibn Sīnā tentang peran indra
Dalam al-Shifāʾ, Ibn Sīnā menulis:
الحس أول مراتب الإدراك
“Indra adalah tingkatan pertama dari pengetahuan.”
Artinya, tanpa indra pengetahuan tidak punya pijakan. Setiap ilmu bermula dari apa yang kita lihat, dengar, sentuh, cium, atau rasakan. Jiwa tidak bisa menyusun kisah tanpa bahan yang diberikan indra.
Indra yang menyentuh hati
Seorang musafir duduk di tepi laut. Ia mendengar ombak berulang-ulang. Suara itu bukan hanya bunyi, tetapi pengingat bahwa hidup datang dalam gelombang: pasang dan surut. Indra menjadi jalan memahami hakikat kehidupan. Ibn Sīnā juga berkata:
الحس المشترك يجمع صور المحسوسات
“Indra bersama mengumpulkan gambaran dari segala yang diindra.”
Maka, jiwa tidak hanya menerima serpihan pengalaman. Ia merangkai semuanya menjadi kesatuan cerita.
Ketekunan dalam menyerap tanda alam
Indra mengajarkan kesabaran. Mata tidak bisa menangkap seluruh keindahan sekaligus. Telinga tidak bisa mendengar semua nada dalam satu detik. Semua dialami perlahan. Ibn Sīnā mengingatkan dalam al-Shifāʾ:
الإدراك الحسي يحتاج إلى زمان
“Penginderaan membutuhkan waktu.”
Kesadaran tumbuh setahap demi setahap. Seperti hujan yang turun titik demi titik hingga membasahi bumi.
Indra sebagai jembatan menuju jiwa
Indra bukan hanya pintu, tetapi juga jembatan. Dari sinilah jiwa menerima pesan dan menafsirkannya. Suara adzan masuk ke telinga, lalu membangunkan jiwa untuk shalat. Bau harum bunga masuk ke hidung, lalu menumbuhkan rasa syukur.
Al-Qur’an menegaskan:
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qāf: 37)
Indra adalah jalan agar jiwa benar-benar hadir dalam hidup.
Kisah cinta antara indra dan jiwa
Indra dan jiwa seperti dua sahabat yang saling melengkapi. Indra menangkap dunia luar, jiwa menyusun makna di dalam. Mata melihat senyum, jiwa merasakan kehangatan. Telinga mendengar tangisan, jiwa merasakan empati. Ibn Sīnā berkata:
النفس تستعمل الحواس في نيل معارفها
“Jiwa menggunakan indra untuk memperoleh pengetahuannya.”
Tanpa indra, jiwa hanya sunyi. Tanpa jiwa, indra hanya kosong. Keduanya bersatu agar hidup penuh makna.
Penutup: indra membangunkan jiwa
Ketika indra membuka mata, jiwa mulai menyusun kisah. Setiap bunyi, cahaya, dan aroma adalah huruf-huruf yang membentuk kalimat kehidupan. Gerak benda, bisikan angin, kilau bintang—semuanya kitab terbuka yang harus dibaca dengan syukur. Jiwa, bersama indra sebagai sahabatnya, terus menulis cerita panjang yang kelak dibacakan di hadapan Tuhan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
