SURAU.CO– Sa‘d ibn Abu Waqash adalah sahabat dari suku Quraisy keturunan Bani Zuhrah. Ayahnya bernama Malik ibn Wuhaib, atau Abu Waqash. Ada juga yang mengatakan ayahnya bernama Uhaib ibn Abdu Manaf ibn Zuhrah. Ibunya bernama Hamnah binti Sufyan ibn Umayyah ibn Abdi Syams. Ada juga yang mengatakan, namanya Hamnah binti Abi Sufyan ibn Umayyah.
Sa‘d ibn Abu Waqash: sahabat yang Allah jamin surga
Sa‘d adalah salah satu dari enam sahabat yang sering Rasulullah minta pendapatnya; satu dari delapan orang yang paling awal masuk Islam; dan satu dari sepuluh sahabat yang Allah jamin surga. Ia pernah berkata, “Aku masuk Islam sejak belum ada kewajiban shalat.”
Pada Perang Uhud, Rasulullah saw. memperkenalkan Sa‘d sebagai pamannya. Beliau bersabda dengan bangga, “Ini pamanku, maka pandanglah aku sebagai kemenakannya.” Rasulullah sangat rida kepada Sa‘d.
Cobaan dari ibunya Sa’d
Perjalanan Sa‘d menemukan Islam tidak luput dari cobaan. Cobaan terberat datang dari ibunya sendiri. Ibunya bersumpah tidak akan makan, minum, atau berbicara dengannya sampai ia keluar dari Islam. Namun, Sa‘d tetap menolak sampai ibunya jatuh sakit. Saat itu Sa‘d berkata:
“Ibu, meskipun engkau memiliki seribu jiwa dan berkali-kali engkau mati, aku tidak akan pernah meninggalkan agama ini.”
Menyaksikan keteguhan Sa‘d, akhirnya ibunya mau makan dan minum. Tak lama setelah itu, turunlah firman Allah dalam surah Al-‘Ankabut ayat 8.
Pada saat ketaatan kepada Allah harus lebih didahulukan daripada yang lain, Sa‘d tidak menuruti anjuran ibunya. Ia melakukannya semata-mata karena ketaatannya kepada Allah. Rasulullah juga bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berbuat maksiat kepada Sang Pencipta.”
Sa‘d ibn Abu Waqash, sangat cinta Rasulullah
Sa‘d sangat mencintai Rasulullah, tetapi kecintaannya yang terbesar tetap kepada Allah Swt. Karena Rasulullah adalah penunjuk jalannya, ia mencintai beliau melebihi cintanya kepada keluarganya sendiri. Siapa pun tak mampu menjaganya dari api neraka, sementara cintanya kepada Rasulullah pasti akan menyelamatkannya.
Aisyah pernah berkata bahwa pada suatu malam Rasulullah terjaga dari tidur lalu bersabda, “Seandainya pada malam ini ada seorang saleh dari sahabatku yang mau menjagaku.” Kemudian terdengar suara seseorang menghunus pedang. Rasulullah bertanya, “Siapa itu?”
Orang itu menjawab, “Sa‘d ibn Abu Waqash, wahai Rasulullah. Aku datang untuk menjagamu.” Maka Rasulullah pun tertidur kembali dengan tenang.
Doa Rasulullah untuk Sa‘d ibn Abu Waqash
Sa‘d termasuk orang yang beruntung karena Rasulullah mendoakannya :
“Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doanya.”
Sejak itu, setiap panah yang ia lepaskan selalu mengenai sasaran.
Abu al-Munhal berkata, “Ketika Umar ibn al-Khattab bertanya kepada Amr ibn Ma’ad tentang Sa‘d ibn Abu Waqash, ia menjawab, ‘Ia sangat rendah hati. Dari pakaiannya, ia terlihat seperti orang Arab Badui, tetapi di tengah kaumnya ia laksana seekor singa. Ia adil dalam mengambil keputusan, senang berbagi, menjaga rahasia, memperlakukan kami seperti seorang ibu yang lembut, dan memberikan hak kami dengan ringan hati.”
Sa‘d ibn Abu Waqash, menyayangi kaum Anshar
Dalam sebuah hadis yang riwayatnya berasal dari Musa ibn Uqbah, dari Amir putra Sa‘d ibn Abu Waqash, ia berkata kepada ayahnya:
“Ayah, aku melihatmu memperlakukan orang Anshar secara khusus.”
Sa‘d menjawab, “Wahai anakku, apakah engkau merasa terganggu dengan itu?”
“Tidak, ayah, hanya saja aku heran melihatnya.”
“Aku mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada yang mencintai mereka kecuali orang mukmin, dan tidak ada yang membenci mereka kecuali orang munafik.”
Sa‘d ibn Abu Waqash : sahabat yang melepaskan panah pertama
Sa‘d mengikuti banyak peperangan bersama Rasulullah saw., termasuk Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Dialah orang pertama yang melemparkan panah di jalan Allah, dan orang pertama yang menumpahkan darah musuh Allah.
Khalifah Umar pernah mengangkat Sa‘d menjadi gubernur Kufah, namun kemudian memberhentikannya bukan karena ia tidak mampu atau berkhianat. Pada masa Khalifah Utsman, ia kembali menjadi gubernur Kufah, tetapi tak lama kemudian Utsman memberhentikannya lagi.
Pesan Umar pada Sa‘d ibn Abu Waqash
Khalifah Umar pernah mengirim Sa‘d untuk menghadapi pasukan Persia di Qadisiyah. Sebelum pasukan berangkat, Umar berpesan:
“Wahai Sa‘d ibn Uhaib, jangan sampai engkau tergelincir dari jalan Allah hanya karena engkau adalah paman dan sahabat Rasulullah. Allah tidak menghapus kesalahan dengan kesalahan, tetapi dengan kebaikan. Perantara menuju Allah bukanlah kemuliaan nasab, melainkan ketaatan. Pada mata Allah, tidak ada perbedaan antara yang lemah maupun yang terhormat. Allah adalah Tuhan mereka semua, dan mereka adalah hamba-hamba-Nya. Siapa pun yang berlomba-lomba dalam kebaikan pasti akan meraih rida-Nya. Ingatlah apa yang engkau lihat dari Nabi! Beliau telah diutus, dan kini telah meninggalkan kita semua. Jadikanlah ia pedomanmu. Jika engkau meninggalkannya, niscaya hancurlah amalmu, dan engkau termasuk orang yang rugi.”
Dengan doa dari Amirul Mukminin dan kaum muslimin, Sa‘d berangkat bersama pasukannya. Akhirnya, pasukan muslim berhadapan dengan pasukan Persia di Qadisiyah. Pertempuran berlangsung hebat, dan pasukan Persia hancur lebur. Allah menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslimin.
Berhasil menaklukkan Persia
Salah seorang prajurit Sa‘d, Hilal ibn Ullafah, berhasil membunuh panglima Persia yang terkenal, Rustam. Hilal berteriak keras:
“Aku, demi Tuhan Pemilik Ka‘bah, telah membunuh Rustam!”
Sa‘d pun mengucapkan selamat kepadanya.
Ketika seluruh perhiasan dan perangkat kerajaan Persia diserahkan kepada Khalifah Umar, beliau berkata, “Pasukan ini telah menjalankan misinya. Mereka memang layak dipercaya.” Mendengar ucapan Umar, Ali ibn Abi Thalib berkata:
“Wahai Amirul Mukminin, engkau telah menjaga kesucian sehingga mereka pun menjaga kesucian. Namun jika engkau hidup mewah, mereka pun akan hidup mewah.”
Bersama pasukan muslim, Sa‘d berhasil merebut beberapa wilayah seperti Karkasia, Tikrit, Jaluja, dan Masbandan.
Sa‘d ibn Abu Waqash : sahabat yang selalu menimba ilmu
Sa‘d selalu mengisi waktunya untuk menambah ilmu, tafakur, dan mencari kebijaksanaan. Ia enggan terlibat dalam fitnah dan perselisihan antara Ali dan Muawiyah. Ia pernah berkata:
“Aku ingin memiliki pedang yang tidak dapat kugunakan untuk mencelakai seorang mukmin, tetapi mampu menebas leher orang kafir.”
Menjelang ajalnya, Sa‘d meminta jubah kasar miliknya, lalu berkata:
“Kafanilah aku dengan jubah ini. Aku memakainya ketika berperang di Badar. Jubah ini satu-satunya milikku, dan hanya jubah ini yang pantas membungkus tubuhku.”
Sa‘d ibn Abu Waqash wafat di al-‘Aqiq, sekitar dua belas kilometer dari Madinah. Jenazahnya diusung ke Madinah. Marwan dan para istri Nabi saw. ikut menyalati jenazahnya.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
