SURAU.CO. Sejarah Islam mencatat banyak tokoh besar yang mengukir jejak emas, dan di antara mereka ada seorang panglima yang namanya diabadikan dalam peta dunia: Tariq bin Ziyad. Dari keberaniannya, lahirlah sebuah babak baru yang mengubah wajah Eropa selamanya. Namanya kini terpatri dalam “Jabal Tariq” atau Gibraltar, sebuah selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol.
Tariq Bin Ziyad: Asal-usul dan Kehidupan Awal
Tariq bin Ziyad lahir sekitar tahun 50 H/670 M di daerah Kenchela, Aljazair. Ia bukan dari keturunan Arab, melainkan dari kabilah Berber, suku asli Afrika Utara. Meski tidak banyak catatan sejarah tentang masa kecilnya, diketahui bahwa Tariq tumbuh dengan pendidikan dasar Islam: belajar membaca, menulis, serta menghafal al-Qur’an dan hadis.
Beberapa riwayat menyebut bahwa Tariq pada awalnya adalah seorang budak yang kemudian dibebaskan oleh Musa bin Nushair, gubernur Bani Umayyah di Afrika Utara. Dari situlah karier militernya menanjak. Musa melihat keberanian, ketekunan, dan kepemimpinan pada diri Tariq sehingga mengangkatnya sebagai salah satu panglima kepercayaannya.
Afrika Utara: Gerbang Menuju Andalusia
Sebelum ekspedisi ke Eropa, Tariq turut serta dalam penaklukan wilayah Maroko. Kota-kota penting seperti Al-Hoceima berhasil direbut. Namun, keunikan penaklukan Islam adalah pendekatannya yang membebaskan rakyat dari tirani, bukan menindas. Masyarakat Barbar yang semula enggan menerima Islam, perlahan-lahan justru memeluknya dengan sukarela karena merasakan keadilan dan kemuliaan ajaran tauhid.
Situasi inilah yang menjadi modal penting untuk ekspansi berikutnya: Andalusia (Spanyol). Saat itu, negeri tersebut diperintah oleh Raja Roderick dari bangsa Visigoth, seorang penguasa zalim yang dibenci rakyatnya. Di sisi lain, berita tentang keadilan kaum Muslim sudah sampai ke telinga orang-orang Andalusia, bahkan sebagian bangsawan setempat mengundang mereka untuk datang.
Tariq Bin Ziyad Menyeberangi Selat Gibraltar
Pada tahun 711 M, atas izin Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus, Musa bin Nushair mengirim Tariq bin Ziyad memimpin ekspedisi ke Andalusia. Dengan pasukan sekitar 7.000 orang, mayoritas dari suku Berber, Tariq menyeberangi lautan sempit yang kini terkenal dengan sebutan Selat Gibraltar.
Tindakan paling legendaris terjadi setelah mereka mendarat di pantai berbatu yang kemudian dikenal sebagai Jabal Tariq. Tariq memerintahkan kapal-kapal dibakar. Ia lalu berpidato di hadapan pasukannya:
“Di belakang kalian ada lautan, di depan kalian ada musuh. Tiada jalan kembali, kecuali maju dengan kemenangan atau mati syahid.”
Pidato ini membakar semangat prajurit yang jumlahnya jauh lebih kecil dibanding pasukan lawan.
Pertempuran Guadalete
Raja Roderick datang dengan pasukan militannya mencapai jumlah 100.000 orang. Namun, keangkuhan dan kemewahan hidupnya kontras dengan kesederhanaan dan ketakwaan pasukan Muslim. Pada 19 Juli 711 M, pertempuran besar terjadi di Guadalete.
Dengan strategi brilian, Tariq membagi pasukannya ke dalam empat kelompok: pemanah di garis depan, pasukan berkuda di sayap kiri, infanteri di sayap kanan, dan ia sendiri memimpin pasukan inti. Pertempuran berlangsung delapan hari, penuh ketegangan. Pada akhirnya, pasukan Roderick runtuh, rajanya tewas, dan Andalusia pun jatuh ke tangan kaum Muslim.
Andalusia: Cahaya Baru di Eropa
Kemenangan ini membuka jalan bagi penaklukan kota-kota besar: Toledo, Cordoba, Granada, hingga ke wilayah utara Spanyol. Dalam hitungan tahun, dua pertiga semenanjung Iberia berada di bawah kekuasaan Islam. Namun, penaklukan ini bukan hanya soal wilayah. Andalusia kemudian menjadi pusat ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, dan filsafat. Kota Cordoba bersinar sebagai mercusuar intelektual, tempat lahirnya tokoh-tokoh besar yang kelak menginspirasi Eropa.
Islam di Andalusia menghadirkan peradaban baru yang penuh toleransi. Muslim, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan di bawah payung keadilan Islam. Dari sinilah kelak lahir transfer ilmu yang memicu kebangkitan Eropa.
Akhir Hidup dan Warisan Tariq Bin Ziyad
Riwayat akhir hidup Tariq bin Ziyad menyisakan misteri. Ia dipanggil ke Damaskus oleh Khalifah Al-Walid bersama Musa bin Nushair pada 714 M. Ada yang menyebut ia wafat dalam kesederhanaan di Damaskus sekitar tahun 720 M. Meski akhir hidupnya sunyi, namanya tetap harum sepanjang zaman.
Tariq bin Ziyad meninggalkan teladan yang relevan sepanjang masa:
- Keberanian – menghadapi musuh yang jauh lebih besar tanpa gentar.
- Keikhlasan – memimpin dengan rendah hati dan tidak mementingkan diri sendiri.
- Keimanan kokoh – menjadikan iman sebagai landasan strategi dan keputusan.
- Kepemimpinan visioner – mampu menyalakan semangat dan kepercayaan diri pasukannya.
Kisah Tariq bin Ziyad bukan sekadar tentang seorang penakluk militer, tetapi tentang seorang pemimpin yang membuka pintu peradaban. Dari keberaniannya, lahirlah Andalusia—sumber cahaya yang menyinari Eropa dari kegelapan Abad Pertengahan.
Setiap kali menyebut Gibraltar, dunia akan mengingat seorang pemuda dari Afrika Utara yang dengan iman dan tekadnya mampu mengubah arah sejarah. Tariq bin Ziyad adalah bukti bahwa keyakinan, keberanian, dan visi besar bisa mengguncang peradaban.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
