SURAU.CO -Abu Ubaidah ibn al-Jarrah salah seorang sahabat Nabi dari suku Quraisy keturunan Fihir. la bernama Amir dan ayahnya bernama Abdullah ibn al-Jarrah. la termasuk orang yang segera memeluk Islam ketika mendengar seruan Nabi saw. la ikut serta dalam rombongan Hijrah ke Abisinia, tetapi kembali ke Makkah ketika mendengar selentingan bahwa semua penduduk Makkah telah memeluk Islam. Setelah itu, ia berhijrah ke Yatsrib bersama Nabi.Tiba di Yatsrib, Nabi saw. mempersaudarakannya dengan Sa‘d ibn Muaz al-Anshari.
Berhadap-hadapan dengan ayah
Ketika pecah Perang Badar, Abu Ubaidah berdiri tegap dalam barisan Rasulullah, sementara ayahnya–Abdullah ibn al-Jarrah–berbaris di antara pasukan musyrik. Saat perang berkecamuk, meski Abu Ubaidah berupaya menghindar untuk bertemu sang ayah, tetapi mereka berhadap-hadapan juga.
Abu Ubaidah tampak ragu menghadapi ayahnya, tetapi akhirnya ia mengeraskan tekad dan merobohkan ayahnya. Setelah itu turunlah firman Allah:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapak-bapak, anak-anak, atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka” Q.S. al-Mujadalah (58): 22.
Abu Ubaidah : sang kepercayaan umat
Dalam perang itu kaum muslim mendapatkan kemenangan yang gemilang atas pasukan musyrikin. Abu Ubaidah termasuk dalam daftar sepuluh orang sahabat yang mendapat jaminan surga.
Hari yang sangat berkesan baginya adalah ketika berlangsung Perang Uhud, di saat Nabi saw. terkena lemparan musuh yang membuat giginya tanggal dan melukainya sehingga darah mengalir dari wajahnya yang mulia. Beberapa serpihan baju zirah menancap di pipi Rasulullah. Abu Ubaidah segera menolong beliau dan mencoba mencabut serpihan besi itu satu per satu dengan susah payah. la mencabut serpihan pertama dengan gigi depannya hingga salah giginya tanggal, dan kemudian mencabut serpihan lain dengan giginya hingga tanggal lagi salah satu gigi depannya.
Karenanya, Abu Ubaidah kehilangan dua gigi seri dalam peristiwa itu. Pada saat itulah Nabi saw. menggelarinya dengan sebutan amin al-ummah (kepercayaan umat).
Imam Muslim mencatat sebuah hadis dalam kitabnya, yang diriwayatkan dari Abu Qalabah dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Bagi setiap umat ada orang kepercayaan, dan kepercayaan kita, wahai sekalian umat, yaitu Abu Ubaidah ibn al-Jarrah.”
Rasulullah memilih Abu Ubaidah sebagai utusan
Diriwayatkan dari Syu’bah dari Abu Ishaq dari Shilah ibn Zufar dari Khudzaifah bahwa sekelompok orang Najran menemui Nabi saw. dan berkata, “Wahai Rasul, utuslah kepada kami seorang laki-laki yang tepercaya.”
Nabi saw. menjawab, “Aku pasti akan mengutus kepada kalian seorang laki-laki yang tepercaya, sangar tepercaya.”
Khudzaifah dan para sahabat yang hadir saat itu berharap diri merekalah yang Nabi saw. maksudkan, tetapi ternyata beliau lebih memilih Abu Ubaidah ibn al-Jarrah sebagai utusan.
Umar ibn al-Khartab r.a. menuturkan, “Tak ada tugas yang paling kusukai dan kuharapkan saat itu selain tugas tersebut (menjadi utusan Nabi saw). Aku sangat berharap mendapatkan tugas itu.”
Setelah itu Nabi saw. menasihati dan berwasiat kepada Abu Ubaidah, “Pergilah bersama mereka. Putuskanlah hukum di antara mereka dengan benar mengenai apa yang mereka perselisihkan.”
Julukan al-Qawiy al-Amin bagi Abu Ubaidah
Abu Ubaidah mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah. la mendapat julukan al-Qawiy al-Amin–yang kuat yang tepercaya. Ketika terjadi Perang Yarmuk, Khalifah Abu Bakar mengangkat Khalid ibn al-Walid sebagai panglima pasukan.
Ketika Khalifah Abu Bakr wafat, Umar ibn al-Khattab yang menjadi khalifah berikutnya mencopot Khalid ibn al-Walid dari jabatannya dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima. Namun, Abu Ubaidah merahasiakan surat perintah dari Khalifah hingga peperangan usai dan kaum muslim mendapat kemenangan atas tentara Romawi.
Usai perang, ia menyerahkan surat perintah itu kepada Khalid. Setelah membacanya, Khalid berkata, “Semoga Allah memberi rahmat kepadamu, Abu Ubaidah. Tapi, kenapa kau tidak langsung menyampaikan surat perintah ini kepadaku?”
Abu Ubaidah menjawab, “Aku tidak mau mengganggu konsentrasi pasukan. Kira tidak sedang berbicara tentang urusan dunia, dan bukan pula karena dunia kita berperang. Kita semua adalah saudara dalam agama Allah.”
Ketika Umar menemui Abu Ubaidah
Diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Hisyam ibn Urwah dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar ibn al-Khattab mengunjungi Syam sehingga para pembesar di sana, baik sipil maupun militer, datang menghadapnya. Khalifah Umar berkata, “Di mana saudaraku?”
Mereka bertanya, “Siapa?”
“Abu Ubaidah.”kata Umar
“la akan segera menemuimu.”
Hisyam menuturkan bahwa kemudian Abu Ubaidah datang menunggangi unta yang diikat dengan tali. la memberi salam kepada Khalifah dan berkata kepada hadirin, “Pergilah kalian, dan biarkan kami berdua!”
Kemudian ia berjalan bersama Khalifah menuju rumahnya.
Ketika melihat kondisi rumah Abu Ubaidah, Umar sangat kaget. la tidak melihat barang berharga apapun. la hanya mendapati sebilah pedang, perisai, dan seekor hewan tunggangan tertambat di luar rumah.
Khalifah Umar r.a. berkata, “ Ambillah sedikit harta untuk dirimu.”
Abu Ubaidah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, harta inilah yang membuat kita bisa enak tidur.”
Dalam riwayat Iain diceritakan bahwa pada suatu hari, Umar r.a. bertanya kepada orang-orang yang hadir dalam majelisnya tentang keinginan mereka. Mereka pun satu per satu menyampaikan keinginannya. Usai semua orang berkata, Umar berujar, “Aku ingin ruangan ini penuh dengan orang-orang seperti Abu Ubaidah ibn al-Jarrah.”
Tidak lama setelah kunjungan Khalifah Umar, Abu Ubaidah menderita sakit keras hingga akhirnya meninggal dunia.
Dari kisah tersebut, Abu Ubaidah memberikan kita inspirasi tentang sosok sahabat yang kukuh dalam menjaga integritas, kepercayaan dan hidup dalam kesederhanaan.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
