Surau.co. Waktu adalah cermin yang tidak pernah retak. Ia memantulkan perjalanan manusia, dari detik pertama napas dihembuskan hingga saat terakhir tubuh kembali ke tanah. Dalam kitab al-Shifāʾ bagian al-Ṭabī‘iyyāt, Ibn Sīnā menjelaskan bahwa waktu bukan sekadar hitungan angka, melainkan wujud keteraturan gerak alam yang melingkupi manusia. Setiap gerak, setiap perubahan, dan setiap pertumbuhan hanya dapat dipahami karena ada waktu yang melingkupinya. Menyadari hal ini, kita diingatkan bahwa waktu bukan musuh, melainkan guru yang sabar menuntun kita memahami arti kehidupan.
Gerak Sehari-Hari yang Tak Pernah Kita Sadari
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengeluh: “Mengapa hari terasa begitu cepat?” atau “Mengapa waktu berjalan begitu lambat?” Padahal, sebagaimana dijelaskan Ibn Sīnā, waktu tidak pernah cepat atau lambat, ia hanya setia mengikuti gerak benda dan perubahan dalam diri kita. Kita merasa cepat karena hati sibuk, atau lambat karena batin kosong. Waktu sejatinya tetap, hanya persepsi manusia yang berubah-ubah.
Ibn Sīnā menulis:
«الزمن مقدار الحركة بحسب المتقدم والمتأخر»
“Waktu adalah ukuran gerak, ditinjau dari yang terdahulu dan yang kemudian.”
Kutipan ini mengajarkan bahwa setiap aktivitas kita terikat pada hukum gerak. Anak kecil tumbuh menjadi remaja, remaja berubah menjadi dewasa, lalu tubuh renta perlahan melemah. Semua itu adalah pergerakan yang bisa diukur dengan waktu. Maka, memahami waktu berarti memahami diri.
Kesadaran Hidup dari Cermin Waktu
Ketika kita bercermin di pagi hari, sering kali terlihat kerutan baru, rambut yang mulai memutih, atau mata yang tampak lebih letih. Itu bukan sekadar tanda fisik, melainkan pesan dari waktu bahwa perubahan tidak bisa dihindari. Cermin hanyalah benda mati, tetapi waktu adalah cermin hidup. Ia menunjukkan wajah perubahan kita, agar manusia tidak terjebak dalam kesombongan.
Al-Qur’an mengingatkan:
﴿كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ﴾
“Segala yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan.” (QS. ar-Rahmān: 26–27)
Ayat ini mempertegas ajaran Ibn Sīnā bahwa segala sesuatu di alam terikat pada waktu dan akan mengalami kefanaan. Namun, melalui kefanaan itulah manusia diajak mendekat pada Yang Kekal.
Waktu dan Gerak Batin
Waktu tidak hanya mengatur gerak jasmani, tetapi juga gerak batin. Seseorang bisa saja muda secara usia, tetapi tua dalam kebijaksanaan karena hati terus berlatih melalui pengalaman. Sebaliknya, ada yang menua secara fisik, namun jiwanya tetap kekanak-kanakan. Ibn Sīnā menyinggung hal ini:
«الحركة ليست في الأجسام وحدها، بل في النفوس أيضًا»
“Gerak tidak hanya terjadi pada jasad, tetapi juga pada jiwa.”
Gerak jiwa ini tampak dari cara manusia belajar sabar, berlatih ikhlas, dan memperluas kasih sayang. Waktu menjadi wadah agar jiwa mengalami pertumbuhan. Maka, bukan sekadar tubuh yang berubah, hati pun bertransformasi mengikuti perjalanan hidup.
Mengelola Waktu sebagai Tugas Manusia
Dalam keseharian, kita sering menunda pekerjaan, menyepelekan detik, atau menyia-nyiakan kesempatan. Padahal, setiap penundaan berarti kita sedang memecahkan cermin waktu sendiri. Nabi Muhammad SAW mengingatkan:
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
“Ada dua nikmat yang banyak manusia tertipu olehnya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa waktu adalah nikmat yang sering disia-siakan. Menyadari hal ini, manusia dituntut untuk menjadikan waktu sebagai sahabat. Jangan sampai cermin waktu hanya memantulkan penyesalan, tetapi jadikan ia cahaya yang menuntun perubahan.
Pelajaran dari Ibn Sīnā tentang Keabadian Waktu
Dalam al-Shifāʾ, Ibn Sīnā menuliskan:
«لو لم يكن زمان لما أدركنا تغيرًا في الأشياء»
“Seandainya tidak ada waktu, niscaya kita tidak akan memahami perubahan pada segala sesuatu.”
Kutipan ini membawa kesadaran mendalam: waktu bukan sekadar alat ukur, melainkan sebab yang memungkinkan kita memahami hakikat hidup. Tanpa waktu, manusia tidak mengenal perbedaan antara siang dan malam, antara awal dan akhir, antara kelahiran dan kematian.
Ketekunan dalam Gerak Abadi
Langit berputar, matahari terbit dan tenggelam, bulan penuh lalu meredup. Semua adalah gerak abadi yang tidak pernah lelah. Ibn Sīnā menjelaskan:
«حركة الأفلاك دليل على نظام الكون»
“Gerak langit adalah tanda keteraturan alam semesta.”
Dari sini, kita belajar ketekunan. Waktu terus berjalan tanpa henti, mengajarkan manusia untuk terus melangkah meski penuh rintangan. Ketekunan inilah yang membuat hidup tidak sekadar diisi dengan rutinitas, tetapi juga dengan makna.
Menemukan Diri Melalui Waktu
Akhirnya, waktu adalah cermin yang memperlihatkan siapa diri kita sebenarnya. Ia tidak bisa kita tipu, karena setiap detik akan tercatat dalam jejak kehidupan. Pertanyaannya: apakah waktu akan menjadi saksi kebajikan kita, atau justru penyesalan? Jawaban itu ada pada cara kita menjalani hari ini. Waktu tidak pernah berhenti, ia hanya terus memantulkan wajah perubahan kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
