SURAU.CO – بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ , Banyak orang semangat di awal, lalu futur di tengah jalan. Rasulullah ﷺ bersabda : ‘Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus meskipun sedikit’ (HR. Bukhari no. 6465, Muslim no. 783).
Pertanyaannya, apakah kita hanya ingin terlihat rajin sesaat, atau benar-benar istiqamah sampai mati ?
TINJAUAN KITAB FADHĀ’IL A’MĀL – Bagian 16 (Penutup), Biografi Maulana Muhammad Ilyas al-Kandhlawi – Pendiri Jamaah Tabligh dan Akar Pemikirannya
Siapa Maulana Ilyas al-Kandhlawi ?
Maulana Muhammad Ilyas ibn Muhammad Ismail al-Kandhlawi lahir pada tahun 1303 H / 1885 M, di daerah Kandhla, Distrik Muzaffarnagar, India, dari keluarga ulama yang menganut mazhab Hanafi dan sangat terpengaruh oleh tasawuf serta jaringan pendidikan Darul Ulum Deoband.
Ia wafat pada tahun 1363 H / 1944 M.
Beliau adalah :
Pendiri Jamaah Tabligh di India sekitar tahun 1926 M.
Murid dan pengamal aktif Tarekat Chistiyyah.
Memiliki hubungan erat dengan tokoh Deobandi, seperti Maulana Ashraf Ali Thanwi dan lainnya.
Paman dari Maulana Zakariyya Kandhlawi, penulis Fadhā’il A‘māl.
Latar Belakang Lahirnya Jamaah Tabligh
Di awal abad ke-20, umat Islam India sedang mengalami kemerosotan aqidah dan amal, serta tekanan kolonialisme Inggris.
Dalam kondisi itu, Maulana Ilyas merasa umat perlu “digerakkan” kembali, terutama kalangan awam, agar kembali menjalankan shalat, berdzikir, dan mendatangi masjid.
Maka, lahirlah gerakan dakwah bernama “Jamaah Tabligh” yang memiliki 6 prinsip dasar:
Kalimat (syahadat)
Shalat
Ilmu dan dzikir
Ikramul Muslimin
Ikhlas
Keluar di jalan Allah
Sekilas tampak sederhana, namun di balik metode ini ada banyak penyimpangan serius yang terstruktur.
Bahaya dan Penyimpangan Pemikiran Maulana Ilyas
Membangun Dakwah Tanpa Pondasi Aqidah
Jamaah Tabligh tidak memulai dakwahnya dari tauhid, tidak menyentuh bahasan syirik, bid’ah, khurafat, atau pemurnian aqidah.
Akibatnya :
Banyak anggotanya yang tetap tawassul ke kuburan, percaya karamah wali, dan menyebarkan hadits dha’if, namun dianggap “sudah baik” karena rajin berdakwah.
Dakwah lebih fokus pada amal lahiriah: shalat, keluar 3 hari, 40 hari, 4 bulan.
Bandingkan dengan metode Rasulullah ﷺ: dakwah 13 tahun pertama di Makkah adalah tentang tauhid, belum ada kewajiban puasa, zakat, apalagi “keluar 40 hari”.
Menghidupkan Ajaran Tasawuf India
Maulana Ilyas sendiri adalah pengamal tarekat Chistiyyah, dan seluruh keluarganya dikenal sebagai penganut tasawuf Deobandi.
Pengaruh tasawuf dalam Jamaah Tabligh sangat tampak:
Menganjurkan dzikir-dzikir tarekat seperti kalimat “La ilaha illallah” ribuan kali tanpa dalil.
Kisah wali dan karamah menjadi penggerak semangat dalam halaqah.
Mimpi dan ilham mursyid dijadikan acuan gerakan dakwah.
Menolak Diskusi Ilmu dan Membatasi Kajian Dalil
Jamaah Tabligh mengklaim:
“Kami bukan kelompok debat atau diskusi, kami kelompok amal.”
Akibatnya:
Mereka menolak pembahasan bid’ah, syirik, dan penyimpangan aqidah.
Menolak belajar kitab aqidah salaf seperti Kitab Tauhid karya Imam Muhammad bin Abdul Wahhab.
Menolak kajian tafsir dan hadits secara ilmiah di halaqah mereka.
Dakwah tanpa ilmu adalah bencana, sebab bisa jadi:
“Orang berdakwah mengajak pada amalan, tapi justru amalan bid’ah dan khurafat.”
Mengkultuskan Guru dan Jamaah
“Keluar 40 hari adalah jalan menuju surga.”
“Barang siapa keluar 4 bulan maka Allah akan ampuni dosa-dosanya.”
Ini ucapan yang sering terdengar di majelis mereka, padahal tidak ada satu pun dalil sahih yang mendukungnya.
Selain itu, anggota Jamaah Tabligh sangat fanatik pada mursyid mereka, bahkan menganggap mimpi Maulana Ilyas sebagai petunjuk ilahi.
Ini adalah ghuluw (berlebihan) terhadap tokoh agama, yang bertentangan dengan manhaj salaf.
Membangun Gerakan Global dengan Landasan Lemah
Jamaah Tabligh menyebar ke seluruh dunia, namun tidak membawa ilmu yang sahih. Di Pakistan, India, Asia Tenggara, Afrika, Eropa, bahkan Amerika.
Tapi pengikutnya:
Tidak paham aqidah yang benar
Tidak tahu hukum-hukum syirik dan bid’ah
Tidak mengenal kitab-kitab salaf
Mereka justru mewarisi fanatisme terhadap “amalan dan cerita”, bukan dalil dan ilmu.
Kesimpulan Biografi dan Pemikiran Maulana Ilyas al-Kandhlawi
Maulana Ilyas adalah tokoh utama penyebar dakwah tanpa ilmu melalui Jamaah Tabligh.
Ia adalah pengamal tasawuf, dan sangat terpengaruh ajaran Deobandi dan Tarekat Chistiyyah.
Pemikirannya membentuk generasi Muslim yang semangat berdakwah, tapi kosong dari pemahaman aqidah dan sunnah.
Gerakan ini melahirkan loyalitas buta, pengagungan mursyid, serta menyebar kisah-kisah bid’ah dan dzikir warisan tarekat.
Umat Islam harus waspada terhadap jebakan amal yang tidak berdalil.
Tanggung jawab Dunia Akhirat
Di dunia kita bisa berdalih, tapi di akhirat setiap lidah akan terkunci.
Allah ﷻ berfirman : ‘Pada hari itu mulut mereka dikunci, tangan mereka yang berkata, dan kaki mereka yang memberi kesaksian’ (QS. Yasin: 65).
Jadi, masihkah kita berani membela amalan tanpa dalil, sementara anggota tubuh sendiri akan bersaksi ? Wallahu A’lam, Ustad Firanda Andirja Hafidzahullah, (Eya Chaca)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
