SURAU.CO – Sejarah Islam kaya akan kisah inspiratif. Kisah-kisah ini menunjukkan kekuatan iman. Terlebih lagi, mereka memperlihatkan daya tarik kebenaran Islam. Pada masa awal dakwah, Nabi Muhammad SAW menghadapi tantangan besar. Beliau harus mengubah masyarakat Jahiliyah. Masyarakat itu diselimuti kejahatan dan takhayul. Namun demikian, cahaya Islam berhasil menembus kegelapan. Ia menyentuh hati banyak individu. Bahkan, orang-orang dengan latar belakang kelam. Kisah Abu Dzar Al-Ghifari dan Dhimad Al-Azdi adalah buktinya. Mereka menjadi teladan di hadapan Rasulullah. Kisah mereka menunjukkan bagaimana hidayah dapat datang kepada siapa saja.
Abu Dzar Al-Ghifari: Dari Perampok Menjadi Pelopor Iman
Abu Dzar Al-Ghifari dikenal dengan masa lalu kelam. Dirinya adalah seorang perampok ulung. Bahkan, ia juga pembegal kafilah niaga. Profesi ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Maka tidak heran, mayoritas kabilahnya juga melakukan hal serupa. Temperamennya sangat tinggi. Ia sering terlibat pertumpahan darah. Meski demikian, ada sisi lain dari Abu Dzar. Ia menolak menyembah berhala. Sebaliknya, ia mengakui kekuasaan Tuhan Yang Esa. Ia sering bertafakur tentang alam semesta. Ini demi mencari ketenangan jiwa. Dalam hati kecilnya, ia merindukan kedamaian dan persaudaraan.
Desas-desus tentang Nabi terakhir sampai kepadanya. Kabar ini tersebar luas di Mekah. Rasa penasaran membuncah dalam jiwanya. Ia sangat menginginkan kebenaran. Oleh karena itu, ia memutuskan pergi ke Mekah sendirian. Ia hanya membawa kantong kulit. Sebuah tongkat menjadi teman perjalanannya. Ia tidak punya kerabat di sana. Selama perjalanannya, ia hidup tanpa makanan selama 30 hari. Hanya air zam-zam yang menjadi bekalnya. Ia bertahan demi bertemu sang pembawa kebenaran.
Dahaga akan kebenarannya sirna. Ia akhirnya bertemu Rasulullah SAW. Tak ada keraguan sedikit pun. Ia langsung percaya ucapan Rasulullah SAW. Beliau menjelaskan ajaran Islam. Seketika itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya. Keyakinan itu memicu keberaniannya. Ia lantas menyatakan keimanan secara terbuka. Bahkan, Abu Dzar mengatakannya berulang kali di hadapan khalayak Quraisy di depan Ka’bah. Akibatnya, ia dipukuli sampai babak belur. Namun, ia tidak gentar sedikit pun.
Rasulullah SAW memuji ketawadhuannya. Beliau menyamakannya dengan Nabi Isa AS. Beliau sangat mencintai Abu Dzar. Ini karena sikapnya menepati janji. Selanjutnya, ia juga jujur dan zuhud. Kecintaannya pada Islam sangat luar biasa. Ini dibuktikan pengorbanan dakwahnya. Sebagai hasilnya, berkat dakwah Abu Dzar, kabilah Ghifar berbondong-bondong datang. Mereka menghadap Rasulullah SAW. Kemudian, mereka menyatakan keislaman.
Dhimad Al-Azdi: Dukun Terkemuka yang Bertemu Hidayah
Dhimad Al-Azdi adalah sosok berbeda. Ia dikenal sebagai dukun terkemuka. Ia mempelajari perkataan para peramal, penyihir, dan penyair. Dunia klenik dan ilmu hitam ia geluti. Kehebatannya masyhur di kalangan Arab. Terutama, dalam menyembuhkan penyakit ar-riih. Penyakit ini sering dikaitkan dengan gila atau kerasukan jin.
Pada musim haji, ia sengaja datang ke Mekah. Ia berasal dari Azdisyanudah, Yaman. Tujuannya beribadah dan berdagang. Penduduk Mekah menyambutnya dengan segan. Meski demikian, ia juga mendengar propaganda. Propaganda itu mengatakan Muhammad SAW gila.
Rasa penasarannya muncul. Selama ini ia mengobati orang gila. Akan tetapi, tidak ada kehebohan penduduk sebesar ini. Lalu, mengapa ‘si gila’ ini menjadi bahan pembicaraan? Bahkan, mengapa ia ditakuti penduduk Mekah? Keinginan untuk menyembuhkan Nabi Muhammad SAW muncul. Oleh karena itu, ia bertemu dengan Rasulullah SAW.
Ia mengutarakan maksudnya secara sopan. Ia ingin mengobati Beliau SAW. Ia akan menggunakan mantra-mantra. Rasulullah SAW tidak tersinggung. Beliau menanggapi dengan berkata: (Di sini artikel asli tidak melanjutkan kutipan tersebut, namun mengindikasikan bahwa kata-kata Nabi SAW sangatlah kuat). Walaupun kutipan pastinya tidak tersedia dalam sumber, kita tahu kata-kata Nabi memiliki kekuatan luar biasa. Kata-kata Beliau menyentuh hati Dhimad. Seketika itu juga, Dhimad bersyahadat. Ia mengakui keesaan Allah dan kerasulan Muhammad.
Hikmah dan Pelajaran Berharga dari Dua Kisah
Kisah Abu Dzar dan Dhimad mengajarkan banyak hal. Mereka membuktikan kekuatan iman. Iman mampu mengubah pribadi ekstrem. Islam menerima semua orang. Tidak peduli latar belakang kelam mereka. Rasulullah SAW adalah teladan dakwah sempurna. Beliau tidak pernah menghakimi masa lalu seseorang. Sebaliknya, Beliau menyapa dengan kebijaksanaan. Beliau juga menyapa dengan kelembutan. Nabi Muhammad SAW fokus pada hati. Beliau fokus pada niat tulus mencari kebenaran.
Metode dakwah Nabi sangat persuasif. Beliau tidak memaksa siapapun. Beliau menawarkan kebenaran hakiki. Abu Dzar mencari ketenangan spiritual. Ia menemukan itu dalam Islam. Dhimad mencari pengobatan medis. Ia justru menemukan penyembuhan jiwa dan hidayah Islam. Kedua kisah ini menegaskan. Tidak ada latar belakang menghalangi hidayah. Islam adalah agama inklusif. Ia merangkul semua hamba-Nya.
Abu Dzar Al-Ghifari dan Dhimad Al-Azdi adalah bukti. Islam memiliki kekuatan transformatif. Ia mengubah perampok dan dukun. Mereka menjadi pembela teguh agama Allah. Kisah hidup mereka tetap menginspirasi hingga kini. Kisah itu mendorong kita untuk selalu mencari kebenaran. Selain itu, kita harus berani mengikuti hati nurani. Oleh karena itu, mereka pantas menjadi Teladan Konversi di Hadapan Rasulullah yang abadi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
