SURAU.CO -Abu Khudzaifah bin Uthbah seorang sahabat Nabi yang berasal
dari suku Quraisy. Ayahnya adalah Uthbah bin Rabi dan ibunya adalah Fatimah binti Shafwan bin Umayyah. la termasuk orang yang masuk Islam di awal dakwah Nabi saw. Ayahnya tidak suka ia memeluk Islam dan mengikuti Nabi Muhammad saw., karena ia telah digadang-gadang untuk menjadi pemimpin suku Quraisy.
Keluar dari lingkungan bangsawan Quraisy
Keimanannya yang teguh mendorongnya keluar meninggalkan lingkungan keluarga bangsawan Quraisy bersama istrinya, Sahlah binti Suhail bin Amr. la lalu berhijrah menuju Abisina mengikuti anjuran Nabi saw. bersama beberapa sahabat lain.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa nama aslinya adalah Mahsyam. Perawakannya tinggi dan wajahnya tampan dengan gigi yang gingsul. Pulang dari Abisina, ia kembali menempuh perjalanan hijrah ke Madinah bersama istrinya. Abu Khudzaifah setia mengikuti dan mendampingi Nabi saw. Ia selalu menghadiri majelis ilmu yang digelar oleh Rasulullah saw., dan tak pernah absen dari peperangan bersama Rasulullah.
Peran penting Abu Khudzaifah saat Perang Badar
Abu Khudzaifah memainkan penting dalam Perang Badar. Namanya tak dapat dilepaskan dari peristiwa besar dalam sejarah Islam. Hal ini karena keluarga terdekatnya adalah para pemimpin Quraisy, yaitu ayahnya Utbah, pamannya Syaibah dan saudaranya al-Walid. Ketiga orang itu termasuk dedengkot Quraisy yang melangkah maju melawan pasukan muslim, bahkan menyerukan tantangan duel. Abu Khudzaifah sendiri ingin meladeni mereka, yang tak lain merupakan keluarganya yang paling dekat, tetapi ia ragu. Dan Nabi saw. mencegahnya.
Melihat keraguan yang terbaca dari gerak-gerik Abu Khudzaifah, Hindun binti Utbah, atas perintah Abu Sufyan Shakhr bin Harb, mencelanya dan berseru, “Sungguh kau orang yang tidak tahu terima kasih. Orangtuamu telah merawatmu sejak kecil. Saat beranjak dewasa kau malah berbalik memusuhinya dengan sengit.”
Tentu saja ucapan Hindun itu sarat dengan dusta. Abu Khudzaifah adalah orang yang baik dalam beragama, keimanannya kepada Allah dan Rasulullah kokoh tak tergoyahkan. Justru, wanitaapencela itulah yang bejat agamanya.
Duel dengan kaum kafir Quraisy
Untuk meladeni tantangan duel kaum musyrik, tiga orang perwira pasukan muslim. yaitu Hamzah ibn Abdul Muthalib r.a., Ali ibn Abu Thalib r.a., dan Ubaidah ibn al-Harits maju ke arena duel. Dalam duel tersebut Hamzah mampu membunuh Svaibah dan Ali membunuh al-Walid, sementara Uthbah dan Ubaydah saling menjatuhkan sebanyak dua kali. Kemudian Hamzah dan Ali mendatangi Uthbah dan mereka dengan cepat merobohkan Utbah. Usai pertarungan satu lawan satu, kedua pasukan pun siap berperang.
Rasulullah mengingatkan para sahabatnya agar tidak membunuh beberapa orang dari pasukan musuh, kecuali terpaksa, termasuk di antaranya paman Rasulullah–al-Abbas.
Pernyataan Abu Khudzaifah dinilai sebagai ucapan seorang munafik
Ketika mendengar peringatan Rasulullah saw. itu, Abu Khudzaifah berkata, “Kita akan berperang dengan kemungkinan membunuh bapak, anak-anak, saudara-saudara, dan keluarga kita, tetapi tidak boleh membunuh al-Abbas? Demi Allah, kalau aku menjumpainya, aku akan menebasnya dengan pedang.”
Sesumbarnya itu terdengar oleh Nabi saw. sehingga beliau bertanya kepada Umar ibn al-Khattab, “Wahai Abu Hafsah, apakah kau mendengar ucapan Abu Khudzaifah yang mengatakan akan menebas paman Rasulullah dengan pedangnya?!”
Umar pun berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan kupenggal leher Abu Khudzaifah dengan pedang. Demi Allah, ia telah menjadi orang munafik.”
Abu Khudzaifah menarik pernyataannya
Namun Abu Khudzaifah segera berujar, “Aku menarik ucapan yang tadi kulontarkan. Sungguh, aku mengatakan itu karena tengah diliputi kegalauan dan rasa takut.”
Abu Ja‘far ibn Jarir al-Thabari dalam Tarikh-nya meriwayatkan dari Muhammad ibn Ishaq dan beberapa ulama lain bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai orang yang ragu-ragu, seburuk-buruk ucapan adalah ucapan kalian; kalian mendustakanku ketika orang lain membenarkanku, kalian mengusirku
ketika orang lain melindungiku, kalian memerangiku ketika orang lain menolongku. Apakah kini kalian menyadari bahwa apa yang Tuhan kalian janjikan adalah kebenaran?”
Ungkapan kesedihan Abu Khudzaifah
Saat itu Rasulullah saw. memandang raut muka Abu Khudzaifah bin Uthbah yang berduka. Namun tak lama berselang, kesedihan menguap dari wajahnya. Nabi saw. bersabda, “Wahai Abu Khudzaifah, masih adakah pengaruh bapakmu dalam jiwamu?”
Dia menjawab, “Demi Allah tidak, wahai Nabiyullah. Aku tidak meragukan keadaan bapakku. Aku juga tidak menyayangkan kematiannya. Hanya saja, sesungguhnya sebelum ini aku berharap ia mau memeluk Islam. Aku berharap ia mendapat petunjuk untuk mengikuti seruanmu. Setelah mengetahui apa yang terjadi, aku sadar, ia telah terbunuh dalam keadaan kafir sehingga aku tak mungkin lagi berharap. Karena itulah aku bersedih.”
Maka, Nabi saw. mendoakan kebaikan kepadanya dan mengatakan bahwa Abu Khudzaifah adalah orang baik.
Abu Khudzaifah tak pernah absen berperang membela Islam
Abu Khudzaifah selalu ikut berperang bersama Rasulullah. Dia pun ikut bersama Khalid ibn al-Walid menuju medan Perang Yamamah, budaknya yang setia–Salim–selalu menemaninya, untuk memerangi sang nabi palsu, Musailamah al-Kazzab.
Allah memenangkan kebenaran atas kebatilan dan kesesatan. Musailamah—sang nabi palsu—terbunuh dalam peperangan itu. Sama halnya, Abu Khudzaifah dan Salim syahid bersama sejumlah sahabat yang lain.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
