Surau.co. Di dalam sejarah panjang ilmu Islam, sosok Taqī al-Dīn al-Subkī sering digambarkan sebagai matahari yang cahayanya tak hanya menyinari zamannya, tetapi juga melahirkan bulan yang bersinar sesudahnya: Taj al-Dīn, putranya. Kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī menyimpan bukan hanya biografi, melainkan pula denyut hidup sebuah zaman. Membaca kitab ini ibarat berjalan di kebun ilmu, di mana bunga-bunga nama ulama bersemi, dan setiap kelopaknya menyimpan cahaya yang membimbing manusia menuju kebenaran.
Cahaya Keilmuan yang Membawa Harapan
Sejak awal, al-Subkī menegaskan bahwa ilmu bukanlah sekadar hafalan, melainkan napas yang menghidupkan jiwa. Dalam salah satu catatan tentang ulama, beliau menulis:
«وَكَانَ مِنْ أَعْلَامِ الْمُجْتَهِدِينَ الَّذِينَ لَا يَقِفُونَ عِنْدَ حَدٍّ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ»
“Ia termasuk di antara para mujtahid besar yang tidak pernah berhenti dalam mencari ilmu.”
Kalimat ini mengingatkan kita bahwa belajar tak boleh dibatasi usia, waktu, atau keadaan. Di Indonesia, banyak anak muda menyerah di tengah jalan, merasa lelah menghadapi hidup. Padahal, sejarah mengajarkan bahwa para ulama menempuh perjalanan panjang, bahkan rela meninggalkan kampung demi menjemput ilmu.
Allah berfirman:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Ṭāhā: 114)
Ayat ini menjadi doa yang membakar semangat setiap pencari kebenaran.
Hubungan Guru dan Murid: Ikatan yang Melampaui Waktu
Kitab ini juga menggambarkan bagaimana ilmu diturunkan melalui cinta antara guru dan murid. Al-Subkī mencatat tentang seorang ulama yang mendidik murid-muridnya dengan penuh kesabaran:
«كَانَ يَرَى أَنَّ التَّعْلِيمَ أَمَانَةٌ فِي الْعُنُقِ وَأَنَّ تَضْيِيعَهُ خِيَانَةٌ»
“Ia berpendapat bahwa mengajar adalah amanah di leher, dan menyia-nyiakannya adalah bentuk pengkhianatan.”
Betapa dalam makna kalimat itu. Di Indonesia hari ini, kita sering melihat guru yang kewalahan, gaji yang tak sebanding, dan murid yang kehilangan rasa hormat. Namun, pesan ulama terdahulu mengingatkan bahwa mendidik adalah amanah suci, bukan sekadar profesi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا»
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah sebagai seorang guru.” (HR. Ibnu Mājah)
Guru bukan hanya penyampai materi, tetapi cahaya yang membentuk kepribadian.
Matahari yang Melahirkan Bulan
Kisah paling indah dalam kitab ini adalah bagaimana Taqī al-Dīn melahirkan generasi setelahnya. Taj al-Dīn, putranya, bukan sekadar pewaris nama, tetapi juga pewaris cahaya. Dalam Ṭabaqāt, tertulis:
«وَخَلَّفَ وَلَدَهُ تَاجَ الدِّينِ عَلَى مِيرَاثٍ مِنَ الْعِلْمِ وَالْفَضْلِ»
“Ia mewariskan kepada anaknya, Taj al-Dīn, warisan ilmu dan keutamaan.”
Ini adalah pelajaran penting bagi keluarga Muslim di Indonesia. Banyak orang tua sibuk mengejar harta, sementara warisan terbesar justru adalah ilmu dan akhlak. Di tengah hiruk pikuk modernitas, warisan ilmu jauh lebih abadi daripada emas atau tanah.
Al-Qur’an menegaskan:
وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.” (QS. An-Naml: 16)
Ayat ini bukan hanya tentang kerajaan, tetapi juga tentang pewarisan ilmu dan hikmah.
Kelembutan dan Ketegasan Seorang Ulama
Kitab Ṭabaqāt tidak hanya memotret keilmuan, tetapi juga akhlak. Ada kisah seorang ulama yang menolak pujian berlebihan:
«قَالَ: لَا تَذْكُرُونِي بِمَا لَيْسَ فِيَّ، فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْبِطُ عَمَلِي»
“Beliau berkata: Jangan menyebutku dengan sesuatu yang tidak ada padaku, karena itu dapat menggugurkan amalanku.”
Kesederhanaan ini begitu relevan dengan kondisi kita sekarang. Banyak tokoh di negeri ini lebih suka dielu-elukan daripada dikritik. Padahal, ulama terdahulu mengingatkan bahwa pujian yang tidak jujur bisa menjadi racun bagi jiwa.
Refleksi untuk Masyarakat Indonesia
Membaca kisah al-Subkī ibarat menatap cermin. Ia mengajarkan bahwa hidup bukan tentang seberapa banyak kita dihormati, tetapi seberapa dalam kita memberi manfaat. Indonesia hari ini membutuhkan lebih banyak “matahari” yang melahirkan “bulan”, orang tua yang mendidik anak dengan kasih dan keteladanan, guru yang mengajar dengan cinta, serta masyarakat yang meletakkan ilmu di atas harta.
Seperti kebun lama yang tetap menumbuhkan bunga baru, kitab Ṭabaqāt menjadi pengingat bahwa setiap generasi bisa lahir lebih baik jika akarnya disiram dengan ilmu dan keikhlasan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
