Khazanah
Beranda » Berita » Nama-Nama Kontemporer: Bunga Baru yang Mekar di Kebun Lama

Nama-Nama Kontemporer: Bunga Baru yang Mekar di Kebun Lama

Ulama kontemporer sebagai bunga baru yang mekar di kebun lama ilmu.
Ilustrasi ulama kontemporer berjalan di kebun bunga, menggambarkan kesinambungan ilmu dari generasi ke generasi.

Surau.co. Membaca kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī seperti berjalan menyusuri sebuah kebun yang luas. Di sana, bunga lama masih mekar dengan wangi khasnya, sementara bunga-bunga baru muncul, menambah warna dan menyegarkan udara. Nama-nama kontemporer yang ditulis dalam tabaqah terakhir memberi kita gambaran bahwa ilmu bukanlah warisan yang membeku, melainkan benih yang terus tumbuh di setiap zaman.

Hari ini, kita dapat merasakannya dalam kehidupan sosial di Indonesia. Lembaga pendidikan Islam, pesantren, dan majelis taklim tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga melahirkan wajah baru. Santri-santri muda tampil dengan energi segar, bagaikan bunga yang baru mekar. Mereka membawa warna zaman, namun tetap akarnya tertanam dalam tanah tradisi.

Kebun Lama yang Tetap Subur

Al-Subkī menulis tentang para ulama kontemporer di zamannya sebagai bagian dari rantai keilmuan yang tidak boleh terputus. Ia menegaskan:

“الْعِلْمُ غَرْسٌ لَا يَمُوتُ، إِنَّمَا يُزْهِرُ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَيُثْمِرُ فِي كُلِّ مَكَانٍ”
“Ilmu adalah tanaman yang tidak pernah mati, ia selalu berbunga di setiap zaman dan berbuah di setiap tempat.”

Kebun lama tetap subur karena ada tangan yang merawatnya. Seperti halnya pesantren di Indonesia yang mampu bertahan ratusan tahun, tetapi selalu melahirkan generasi baru yang lebih segar. Mereka tidak hanya menjaga warisan, melainkan juga menumbuhkan sesuatu yang baru.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Warisan yang Berjalan Bersama Waktu

Ilmu para ulama tidak hanya dipindahkan dari buku ke buku, tetapi juga dari hati ke hati. Al-Subkī menggambarkan:

“إِذَا غَابَ وَجْهٌ ظَهَرَ وَجْهٌ آخَرُ، وَالْعِلْمُ فِي النُّفُوسِ كَالنُّورِ فِي السَّمَاءِ”
“Jika satu wajah hilang, maka wajah lain muncul, dan ilmu dalam jiwa laksana cahaya di langit.”

Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa ilmu tidak mengenal batas usia atau generasi. Setiap kali ada yang wafat, akan muncul yang lain membawa obor penerang. Dalam kehidupan kita hari ini, banyak anak muda yang memanfaatkan teknologi untuk menghidupkan kembali ajaran lama dalam bentuk baru—melalui media sosial, podcast, atau kanal YouTube dakwah.

Cahaya yang Tidak Pernah Padam

Para ulama kontemporer yang dicatat al-Subkī menunjukkan bahwa api ilmu tidak akan pernah padam. Mereka bagaikan lilin yang menyala, meski tertiup angin zaman. Dalam kitabnya, al-Subkī berkata:

“لَا يَزَالُ الْعِلْمُ يُحْفَظُ وَيُرْوَى، مَا دَامَ فِي الْأَرْضِ مَنْ يُصَلِّي”
“Ilmu akan senantiasa terjaga dan diceritakan, selama masih ada di bumi orang yang menunaikan shalat.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kehidupan masyarakat Indonesia menunjukkan kebenaran ini. Dari pelosok desa hingga kota besar, kita masih mendengar lantunan doa, kajian kitab, dan semangat belajar yang tumbuh. Selama masih ada orang yang sujud, selama itu pula ilmu akan hidup.

Bunga Baru dengan Wangi Lama

Nama-nama kontemporer dalam kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah adalah simbol bunga baru yang mekar di kebun lama. Mereka membawa identitas baru, tetapi wangi yang mereka pancarkan tetap sama: wangi ilmu, wangi keikhlasan, dan wangi keteladanan. Al-Subkī menuliskan dengan indah:

“الْأَسْمَاءُ تَجْدُدُ، وَلَكِنَّ الْمَعَانِي وَاحِدَةٌ، هِيَ مَعَانِي الْوَرَثَةِ وَالْأُمَنَاءِ”
“Nama-nama diperbarui, namun makna tetap satu, yaitu makna para pewaris dan para penjaga amanah.”

Fenomena ini dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak generasi baru yang tampil dengan gaya, bahasa, dan teknologi yang berbeda, tetapi isi yang mereka bawa tetap sama: menjaga ilmu, memelihara iman, dan menguatkan umat.

Pesan untuk Zaman Kita

Al-Qur’an mengingatkan tentang peran pewaris ilmu ini:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا” (QS. Fathir: 32)
“Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami.”

Ayat ini selaras dengan kenyataan bahwa ilmu suci selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Tugas kita bukan hanya memetik bunga yang sudah mekar, tetapi juga merawat tunas baru agar tumbuh kuat.

Penutup: Bunga yang Tak Pernah Layu

Nama-nama kontemporer dalam tabaqah terakhir bukan sekadar daftar biografi, melainkan pesan bahwa ilmu adalah kebun yang tak pernah kering. Bunga-bunga lama memberi wangi nostalgia, sementara bunga baru menghadirkan semangat segar. Bersama-sama, mereka membentuk taman luas yang menyuburkan hati.

Di Indonesia hari ini, taman itu tampak dalam ribuan pesantren, madrasah, dan majelis ilmu. Setiap anak muda yang belajar dengan ikhlas adalah bunga baru. Setiap guru yang mengajar dengan sabar adalah penjaga kebun lama. Dan selama kebun itu dirawat, ilmu akan terus mekar, memenuhi dunia dengan warna dan keindahan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement