Surau.co. Setiap lembar sejarah adalah kain yang dijahit dengan sabar. Ulama Syafi‘iyyah dalam kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī adalah para penulis dan pewaris ilmu. Mereka bukan hanya mencatat, tetapi juga menyalakan api ilmu agar tak padam. Abad-abad berlalu, kalam mereka tetap hidup, dan hari ini kita memetik makna dari sulaman yang mereka tinggalkan.
Kalam yang Disulam dengan Kesungguhan
Dalam kitab tersebut, al-Subkī menggambarkan ulama yang menulis bukan sekadar mengisi halaman, melainkan menanamkan kehidupan ke dalam huruf-huruf. Ia menuturkan:
“كتبوا بالمداد، ولكن دموعهم مزجت الحروف.”
“Mereka menulis dengan tinta, tetapi air mata mereka ikut menyatu dalam huruf-huruf itu.”
Di Indonesia hari ini, kita melihat para guru desa yang rela mencatat pelajaran dengan kapur di papan tulis kusam. Mereka mewarisi semangat yang sama: menulis bukan hanya soal huruf, tetapi soal jiwa yang menghidupkan ilmu.
Pewaris yang Tidak Memperdagangkan Warisan
Al-Subkī menekankan bahwa pewaris ilmu sejati bukanlah yang menjual nama guru untuk kepentingan pribadi, tetapi yang menjaga kemurniannya. Ia berkata:
“وكان الوارث الحق هو من حفظ العلم كما حفظ قلبه، لا يطلب به دنيا ولا جاهاً.”
“Pewaris sejati adalah yang menjaga ilmu sebagaimana ia menjaga hatinya, tanpa menjadikannya alat untuk mencari dunia atau kedudukan.”
Fenomena ini terasa di Indonesia saat banyak anak muda memilih mengajar ngaji di surau atau musholla, meski tanpa bayaran. Mereka tidak mencari pamrih, melainkan ingin menghidupkan warisan yang pernah dititipkan para ulama.
Kalam yang Menghidupkan Jiwa Sosial
Ilmu tidak pernah berdiri sendiri, ia selalu terkait dengan kehidupan sosial. Kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah memuat kisah ulama yang sabar mendidik masyarakat. Salah satunya tercatat:
“كان يعلّم الصغار في الأزقة، لا يرى فرقاً بين غني وفقير.”
“Ia mengajar anak-anak di gang-gang, tidak pernah membedakan antara yang kaya dan yang miskin.”
Di kampung-kampung Indonesia, gambaran itu masih hidup. Ada guru ngaji yang setiap sore duduk di teras rumahnya, menyambut anak-anak dengan Al-Qur’an. Itulah wujud nyata dari kalam yang menyatu dengan jiwa sosial.
Warisan Kalam yang Mengalir ke Zaman Kita
Al-Subkī menulis dengan penuh penghormatan bahwa warisan para ulama akan selalu hidup selama ada yang memetiknya. Dalam kitabnya ia menulis:
“تركت كلماتهم حياة في الكتب، ومن يقرأها يذوق طعم البقاء.”
“Kata-kata mereka meninggalkan kehidupan dalam kitab-kitab, dan siapa yang membacanya akan merasakan nikmatnya keabadian.”
Inilah yang menjadikan kita berhutang budi kepada para penulis dan pewaris. Kalam mereka bukan sekadar bacaan, tetapi pintu menuju makna kehidupan.
Masyarakat Indonesia dan Cermin Warisan Kalam
Di Indonesia, fenomena sosial memperlihatkan bahwa banyak keluarga sederhana menanamkan semangat menulis dan membaca pada anak-anaknya meski fasilitas terbatas. Buku-buku bekas, catatan usang, hingga papan tulis kecil tetap menjadi jalan untuk merawat warisan. Sama halnya dengan ulama terdahulu yang tidak mengenal lelah menulis, masyarakat kita pun berusaha melanjutkan tradisi itu.
Firman Allah meneguhkan hal ini:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا (طه: 114)
“Dan katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.’”
Doa ini menjadi nafas yang menghubungkan ulama, guru, santri, dan masyarakat. Warisan kalam mereka adalah doa yang terus hidup, doa yang menghidupkan generasi baru.
Memetik Makna di Era Digital
Kini, kita hidup di zaman digital. Kalam sudah tidak lagi hanya tercetak di kertas, tetapi menyebar di layar ponsel dan laptop. Namun, makna tetap sama: ilmu adalah warisan, dan kita pewarisnya. Maka, tugas kita bukan sekadar membaca, melainkan merawat. Jangan sampai arus informasi menghapus kesabaran dan kedalaman yang dulu menjadi inti sulaman para ulama.
Seperti para penulis dan pewaris ilmu abad lalu, kita juga ditantang untuk menyulam kalam dengan kesungguhan. Bedanya, benang kita adalah teknologi, dan kain kita adalah dunia digital. Namun, makna tetap sama: ilmu harus membawa kehidupan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
