Surau.co. Ulama tabaqah keempat dalam catatan Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī adalah saksi betapa ilmu tidak pernah berhenti mengalir, seperti ombak yang selalu kembali menghantam pantai. Mereka adalah generasi yang hidup pada masa transisi, ketika tantangan semakin besar dan kebutuhan terhadap ulama semakin mendesak. Dari pena al-Subkī, kita menemukan kisah tentang bagaimana ombak ilmu ini tidak sekadar meratakan, tetapi juga menyuburkan tanah sejarah.
Fenomena itu dapat kita bandingkan dengan kehidupan masyarakat Indonesia hari ini. Seperti nelayan di pesisir pantai selatan Jawa yang terus berhadapan dengan ombak, para santri dan ulama di pesantren pun menghadapi gelombang zaman modern. Namun, sebagaimana laut yang tak pernah kering, ilmu para ulama juga terus mengalir, menjaga masyarakat dari keringnya nilai dan kehilangan arah.
Gelombang Ilmu yang Menenangkan
Dalam kitabnya, al-Subkī menuliskan keteguhan hati ulama dalam menjaga kemurnian ilmu. Mereka mengajarkan bahwa ilmu adalah cahaya yang tidak boleh padam meski diterpa badai.
قال السبكي: “العلماء هم ورثة الأنبياء، يسيرون بالناس إلى طريق الهدى.”
Al-Subkī berkata: “Ulama adalah pewaris para nabi, mereka menuntun manusia menuju jalan petunjuk.”
Kata-kata itu menjadi jangkar di tengah lautan. Ombak boleh datang silih berganti, tetapi ulama tetap meneguhkan kapal kehidupan.
Masyarakat Indonesia dan Jejak Pesantren
Di Indonesia, tradisi keilmuan masih terjaga melalui pesantren. Santri yang belajar dalam kesederhanaan adalah potret kecil dari apa yang dicatat dalam sejarah tabaqah keempat. Mereka adalah anak muda yang berani meninggalkan kenyamanan rumah demi meneguk ilmu.
Fenomena sosial ini menyentuh banyak hati. Di saat sebagian remaja larut dalam dunia digital, para santri justru menempuh jalan yang sunyi. Seperti bunga yang tumbuh di tepi karang, mereka tetap mekar walau diterpa angin kencang.
قال الإمام الشيرازي: “المدارس حصون الدين، فيها يُنقَذُ الناس من الجهل.”
Imam al-Syīrāzī berkata: “Madrasah adalah benteng agama, di dalamnya manusia diselamatkan dari kebodohan.”
Madrasah pada masa tabaqah keempat ibarat mercusuar, sedangkan pesantren di Indonesia hari ini adalah obor kecil yang tetap memberi cahaya.
Ombak yang Menguji, Lautan yang Melatih
Ombak ilmu tidak hanya menenangkan, tetapi juga menguji. Tabaqah keempat penuh dengan perdebatan ilmiah, fatwa, dan ijtihad yang mempertajam nalar umat. Al-Subkī menekankan bahwa ujian itu justru membuat ilmu semakin kokoh.
قال الإمام الماوردي: “لا يُعرَفُ فضلُ العلم إلا بالصبر على مشقاته.”
Imam al-Māwardī berkata: “Tidak dikenal keutamaan ilmu kecuali dengan kesabaran menghadapi kesulitannya.”
Di sinilah kita belajar, bahwa santri yang gigih adalah cermin dari ulama terdahulu. Mereka diuji dengan lapar, kesunyian, dan keterbatasan. Namun, ujian itu menjadikan mereka kuat, sebagaimana laut menjadikan ombak lebih gagah.
Hikmah yang Menjadi Warisan
Warisan tabaqah keempat adalah kekuatan dalam menyampaikan hikmah. Ilmu yang mereka ajarkan bukan hanya kumpulan hukum, tetapi juga petunjuk hidup yang mengajarkan kesabaran, keadilan, dan kasih sayang.
قال أبو إسحاق الشيرازي: “العلم دواء القلوب، من حمله عاش سعيداً.”
Abu Ishāq al-Syīrāzī berkata: “Ilmu adalah obat hati, siapa yang membawanya akan hidup bahagia.”
Hari ini, kita masih bisa merasakan warisan itu. Ulama Indonesia yang berakar dari tradisi pesantren adalah kelanjutan dari ombak ilmu tabaqah keempat. Mereka membawa ketenangan di tengah hiruk pikuk zaman, menuntun masyarakat agar tidak hanyut dalam arus yang menyesatkan.
Pantai Sejarah yang Tetap Basah
Ombak ilmu tidak pernah berhenti, ia selalu kembali untuk membasahi pantai sejarah. Dari tabaqah keempat, kita belajar bahwa setiap generasi memiliki ombaknya sendiri. Ada yang kecil dan lembut, ada pula yang besar dan mengguncang. Namun, semuanya adalah bagian dari lautan ilmu yang tidak kering.
Indonesia, dengan pesantrennya, adalah pantai yang terus basah oleh ombak tradisi keilmuan. Jika kita menjaga pantai itu, maka ombak akan terus datang membawa hikmah, membasuh hati, dan meneguhkan jiwa.
Refleksi untuk Zaman Kini
Kisah ulama tabaqah keempat bukan sekadar catatan dalam kitab, melainkan cermin bagi kehidupan kita hari ini. Mereka mengajarkan bahwa ilmu adalah ombak yang menyapa, bukan menghancurkan. Ilmu adalah lautan yang luas, tempat kita belajar tentang ketekunan, kesabaran, dan kasih sayang.
Seperti nelayan yang berani berlayar meski ombak tinggi, kita pun diajak untuk berani menempuh jalan ilmu meski penuh ujian. Dari halaman Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah, kita mendengar suara ombak yang tak pernah berhenti, terus membawa pesan bahwa ilmu adalah warisan paling abadi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
