Khazanah
Beranda » Berita » Para Penjaga Tradisi: Nama-Nama yang Terukir di Batu Hati Zaman

Para Penjaga Tradisi: Nama-Nama yang Terukir di Batu Hati Zaman

Ulama Syafi‘iyyah sebagai penjaga tradisi dalam Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī.
Lukisan digital bergaya realis menampilkan ulama abad pertengahan dengan murid-murid di sekelilingnya, cahaya lembut menggambarkan hikmah.

Surau.co. Tradisi keilmuan Islam tidak pernah sunyi dari suara para ulama. Sejak abad-abad awal, kehadiran mereka menjadi cahaya yang menerangi jalan manusia menuju pemahaman akan makna hidup. Kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah karya al-Subkī adalah salah satu bukti sejarah yang merekam dengan detail bagaimana para ulama Syafi‘iyyah menjaga, mengajarkan, dan mewariskan ilmu. Melalui kitab ini, kita mengenal sosok-sosok penjaga tradisi, nama-nama yang bukan sekadar tertulis di lembaran kertas, melainkan terpatri di batu hati zaman.

Jejak Ilmu yang Membentuk Peradaban

Kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah bukan sekadar kumpulan biografi. Ia adalah mosaik peradaban, potret yang menyingkap kehidupan para ulama yang menekuni ilmu hingga menjadi pilar umat. Dalamnya tersimpan kisah perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern Indonesia, kita masih bisa menemukan gema tradisi ini. Misalnya, semangat para santri yang berangkat ke pesantren di pelosok desa, dengan bekal seadanya, namun hati penuh keyakinan bahwa ilmu akan mengubah hidup. Fenomena sosial ini mengingatkan kita pada para ulama terdahulu yang berjuang tanpa pamrih.

Al-Qur’an memberi pesan mendalam:

﴿ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ﴾
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. al-Mujādilah: 11)

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Ayat ini seakan menjelaskan mengapa nama-nama para ulama tetap hidup hingga kini.

Hikmah dari Riwayat Para Ulama

Al-Subkī dalam Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah menulis dengan penuh cinta kepada ilmu. Ia tidak hanya menampilkan catatan sejarah, tetapi juga menyelipkan hikmah. Salah satu riwayat yang menggetarkan hati adalah tentang kesungguhan Imam al-Māwardī.

قال الإمام الماوردي: “ما كتبت شيئًا قط إلا وأعددت له جوابًا بين يدي الله تعالى.”
Imam al-Māwardī berkata: “Tidaklah aku menulis sesuatu pun, kecuali aku sudah mempersiapkan jawabannya di hadapan Allah Ta‘ala.”

Ucapan ini adalah cermin kesadaran seorang ulama, bahwa ilmu bukan sekadar untuk dipamerkan, tetapi tanggung jawab di hadapan Sang Pencipta.

Menggali Teladan di Tengah Masyarakat

Fenomena masyarakat Indonesia yang masih menghargai tradisi pengajian, yasinan, atau tahlilan adalah bukti nyata bahwa warisan ulama tidak pernah mati. Dari sinilah kita belajar, bahwa pengetahuan bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan untuk menguatkan tali kebersamaan.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Dalam Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah kita juga menemukan teladan Imam al-Qaffāl.

قال القفال: “العلم حياة القلوب ونور البصائر.”
Imam al-Qaffāl berkata: “Ilmu adalah kehidupan bagi hati dan cahaya bagi pandangan batin.”

Ungkapan ini menyentuh, karena pada kenyataannya, ilmu memang menjadi obat bagi keretakan sosial. Di tengah perbedaan yang kadang memecah masyarakat, ilmu mampu menyatukan, memberi arah, dan menyejukkan hati.

Nama-Nama yang Terpatri di Hati Zaman

Setiap generasi memiliki penjaga tradisinya. Dalam catatan al-Subkī, para ulama abad ke-4 dan ke-5 hijriah adalah mereka yang membangun benteng bagi mazhab Syafi‘i. Nama-nama itu tidak hanya dikenal karena kepandaian, tetapi juga keikhlasan.

قال أبو إسحاق الشيرازي: “الفقه طريق إلى معرفة الحلال والحرام، ومن ضيّعه ضيّع دينه.”
Abu Ishaq al-Syirāzī berkata: “Fiqih adalah jalan untuk mengenal halal dan haram, dan siapa yang menyia-nyiakannya, ia menyia-nyiakan agamanya.”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kata-kata ini relevan dengan kehidupan modern. Di era digital yang penuh distraksi, jalan fiqih adalah peta agar kita tidak tersesat dalam labirin pilihan hidup.

Menjaga Warisan di Masa Kini

Masyarakat kita saat ini tengah diuji dengan derasnya informasi dan perubahan sosial. Namun, kisah para ulama dari Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah memberi kekuatan untuk tetap teguh. Mereka adalah teladan bahwa ilmu harus dijaga, disebarkan, dan diamalkan dengan penuh cinta.

قال تاج الدين السبكي: “من أراد رفعةً في الدنيا والآخرة فليلزم طريق العلماء.”
Al-Subkī berkata: “Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan di dunia dan akhirat, hendaklah ia menempuh jalan para ulama.”

Kutipan ini seakan pesan abadi bagi siapa saja yang mencari arti hidup. Jalan para ulama adalah jalan kesungguhan, pengabdian, dan keberkahan.

Refleksi dan Harapan

Nama-nama ulama dalam kitab Ṭabaqāt al-Syāfi‘iyyah bukan sekadar sejarah. Mereka adalah suara-suara yang masih berbisik dalam jiwa kita, memberi arah di tengah kebingungan zaman. Masyarakat Indonesia, dengan segala dinamikanya, punya kesempatan untuk menjaga dan melanjutkan tradisi ini.

Ilmu bukan hanya milik masa lalu, melainkan pelita yang harus dijaga agar tetap menyala di masa depan. Seperti batu yang mengukir nama, begitu pula zaman mengukir kisah ulama dalam hati kita.

 

* Suianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement