Khazanah
Beranda » Berita » Cinta pada Wali Allah: Menyentuh Cahaya yang Membawa Pulang

Cinta pada Wali Allah: Menyentuh Cahaya yang Membawa Pulang

Peziarah muslim berdoa di makam wali dengan cahaya ketenangan.
Ilustrasi realis dan filosofis, seorang muslim sedang berdoa dengan tenang di dekat makam wali, simbol kerinduan jiwa pada cahaya Ilahi.

Surau.co. Cinta pada wali Allah adalah sebuah jalan sunyi yang membawa hati manusia menuju ketenangan. Sejak awal, para pencari kebenaran menempatkan cinta ini sebagai jembatan untuk mendekat pada-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai kehausan spiritual yang tidak bisa diobati oleh hiburan dunia. Di tengah hiruk-pikuk kota Indonesia, dari obrolan warung kopi hingga keramaian pasar malam, banyak orang mencari makna yang lebih dalam. Di sinilah ajaran tentang cinta pada wali Allah dari kitab Bustān al-‘Ārifīn karya Imam al-Nawawī menemukan relevansinya.

Imam al-Nawawī menulis dengan hati yang penuh keikhlasan. Karyanya mengingatkan bahwa cinta sejati bukan sekadar kata-kata, tetapi perjalanan jiwa. Salah satu penggalan dalam kitab itu menyentuh nurani:

قال الإمام النووي: “محبةُ الأولياءِ من محبةِ اللهِ تعالى، ومن أبغضَ وليًّا فقد تعرّضَ لسخطِ اللهِ.”
“Cinta kepada para wali adalah bagian dari cinta kepada Allah Ta‘ala, dan siapa yang membenci wali maka ia telah membuka pintu murka Allah.”

Mengapa Cinta pada Wali Allah Menjadi Jalan Pulang

Fenomena sosial di Indonesia menunjukkan betapa kuatnya kecintaan masyarakat kepada wali Allah. Lihatlah tradisi ziarah ke makam wali, yang ramai bukan hanya di bulan tertentu, tetapi sepanjang tahun. Ada rasa rindu yang membawa mereka datang dari berbagai penjuru, dari pegunungan hingga pesisir. Ada kerinduan yang bukan sekadar ingin memohon doa, tetapi ingin merasakan cahaya yang pernah memancar dari kehidupan para wali itu.

Al-Qur’an sendiri menguatkan kedudukan para wali dalam firman Allah:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (يونس: ٦٢)
“Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Yūnus: 62)

Ayat ini bukan hanya sebuah pernyataan, melainkan juga undangan bagi manusia agar merasakan ketenangan melalui cinta kepada wali Allah.

Kehidupan Sosial yang Merindukan Cahaya

Di tengah perubahan zaman, kita sering melihat orang kehilangan pegangan. Media sosial penuh dengan perdebatan, kata-kata kasar, bahkan kebencian. Namun, masih banyak yang mencari pelabuhan hati. Mereka mendatangi majelis ilmu, haul wali, atau sekadar membaca kisah hidup ulama saleh. Semua itu adalah bagian dari cinta yang menyentuh cahaya wali Allah.

Imam al-Nawawī menulis:

وقال: “من أحبَّ وليًّا فقد أحبَّ اللهَ، ومن أحبَّه اللهُ رفعَه إلى مقعدِ صدقٍ عندَه.”
“Siapa yang mencintai wali, maka ia telah mencintai Allah. Dan siapa yang dicintai Allah, akan diangkat ke tempat yang penuh kejujuran di sisi-Nya.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kalimat ini seakan membawa pesan bahwa cinta pada wali bukan berhenti pada sosoknya, melainkan mengalir menuju sumber cinta itu sendiri: Allah.

Cinta yang Menjadi Obat Jiwa

Cinta pada wali Allah bukanlah pemujaan yang berlebihan, tetapi penghormatan kepada mereka yang hidupnya dipenuhi pengabdian. Saat seorang petani sederhana di Jawa menabur bunga di makam wali, sesungguhnya ia sedang menabur doa bagi dirinya sendiri. Saat seorang ibu di Sumatera melantunkan shalawat di majelis haul, sesungguhnya ia sedang membasuh jiwanya dengan kesejukan iman.

Imam al-Nawawī kembali menegaskan:

وقال: “أولياءُ اللهِ هم الذينَ إذا رُؤوا ذُكِرَ اللهُ، وإذا حُضِروا نزلَتِ الرحمةُ.”
“Wali Allah adalah mereka yang ketika dipandang, hati langsung mengingat Allah; dan ketika mereka hadir, rahmat pun turun.”

Betapa indahnya pesan ini. Di zaman modern, di mana layar gawai lebih sering membuat kita lupa kepada Allah, hadirnya kisah wali menjadi oase. Ia mengingatkan bahwa masih ada kehidupan yang penuh cahaya, dan kita bisa meraihnya dengan cinta.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Menyentuh Cahaya, Menyentuh Pulang

Cinta pada wali Allah ibarat cahaya yang menunjukkan jalan pulang. Pulang bukan sekadar ke rumah, tetapi pulang ke fitrah jiwa, ke asal cahaya yang tidak pernah padam. Cinta ini membuat manusia tidak tersesat dalam bayangan dunia, meski kesibukan, pekerjaan, dan persaingan kerap menggelapkan hati.

Imam al-Nawawī menutup pengingatnya dengan kalimat penuh kelembutan:

وقال: “من تزيّن بمودّةِ الأولياء، زُيِّنَ قلبُهُ بالأنوارِ، وأُلبِسَ ثوبَ السكينةِ.”
“Barangsiapa berhias dengan cinta kepada para wali, maka hatinya akan dihiasi cahaya, dan ia akan dikenakan pakaian ketenangan.”

Di sini, cinta bukan hanya sebuah perasaan, melainkan pakaian bagi jiwa. Siapa yang memakainya akan berjalan dengan tenang, seolah dunia hanyalah singgahan, dan cahaya Allah adalah tujuan akhir.

Penutup

Cinta pada wali Allah adalah sebuah perjalanan yang sederhana namun mendalam. Ia tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dengan kata-kata, tetapi bisa dirasakan dalam hati. Dari kitab Bustān al-‘Ārifīn, kita belajar bahwa cinta ini adalah bagian dari cinta kepada Allah. Dan siapa yang menanam cinta itu, sesungguhnya sedang menanam pohon yang akarnya di bumi, tetapi buahnya di surga.

 

* Reza AS

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement