Khazanah
Beranda » Berita » Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq: Pemberi Kabar untuk Penghuni Gua

Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq: Pemberi Kabar untuk Penghuni Gua

Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq: Pemberi Kabar untuk Penghuni Gua
Ilustrasi Amir bin Fuhairah mendatangi gus Tsur membawa domba milik Abu Bakar untuk diperah susunya dan disembelih.

SURAU.CO -Abdullah bin Abu Bakar ash-Shiddiq adalah putra sahabat Rasulullah–Abu Bakr ash-Shiddiq. Ibunya bernama Qutailah binti Abdul Uzza yang melahirkan Abdullah dan Asma.

Abdullah adalah seorang penyair yang lembut dan fasih. la menikahi Atikah binti Zaid, saudari Said bin  Zaid yang termasuk kelompok sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga. Atikah juga merupakan  seorang penyair wanita yang kepandaian bahasanya tak kalah dari sang suami. la juga terkenal dengan kecantikannya sehingga Abdullah sangat mencintai dan mengasihinya.

Abdullah menjadi muslim yang saleh sejak menyatakan kesaksiannya di hadapan Rasulullah saw. la berjuang dan mengerahkan harta serta jiwa dan raganya demi keagungan Islam.

Pemberi kabar untuk Rasulullah dan ayahnya

Ketika Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah bersama ayahnya Abu Bakar ash-Shiddiq, Abdullah membantu mereka dengan menyampaikan kabar tentang apa yang terjadi di Makkah kepada mereka. Selama tiga hari kedua sahabat karib itu bersembunyi gua Tsur sebelum melanjutkan perjalanan ke Madinah.

Abu Ja’far al-Thabari menuturkan bahwa ketika mereka bersembunyi menghindari kejaran kaum Quraisy di gua Tsur, Abdullah ibn Abu Bakr mendatangi mereka setiap malam menyampaikan berita tentang keadaan Makkah dan upaya yang dilakukan para pemuka Quraisy. Menjelang dini hari Abdullah baru kembali ke Makkah.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Tugas dari sang ayah

Abdullah memang telah diperintah oleh ayahnya untuk mengamati apa yang terjadi di Makkah dan apa yang kaum Quraisy lakukan kemudian melaporkannya kepada mereka di gua Tsur. Abu Bakar juga menyuruh Amir bin Fuhairah untuk menggembalakan domba miliknya pada siang hari dan membawanya ke gua menjelang malam.

Tugas lain dibebankan kepada saudarinya, Asma binti Abu Bakar, yaitu membawakan makanan untuk mereka. Berkat bantuan mereka Rasulullah saw. dan Abu Bakar dapat bertahan tinggal di gua Tsur selama tiga hari.

Sayembara perburuan

Akhirnya, kaum Quraisy merasa bahwa mereka tak mungkin lagi mengejar Nabi saw.dan Abu Bakar r.a. Kaum kafir Quraisy  lalu menggelar sayembara demi memburu Muhammad; siapa saja yang dapat mengembalikan Muhammad ke Makkah akan mendapat hadiah berupa seratus ekor unta.

Kabar penting itu tentu saja tak luput dari pengamatan Abdullah. Sore hari itu, ia bergegas pergi menuju gua Tsur untuk menyampaikan kabar itu kepada mereka. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, Amir bin Fuhairah menggembalakan domba majikannya. Kemudian pada sore harinya ia mendatangi gus Tsur membawa domba milik Abu Bakar untuk memerah susu domba dan menyembelihnya. Setelah Abdullah tiba di gua, barulah Amir bin Fuhairah pulang ke Makkah sambil menggiring domba-dombanya untuk mengaburkan jejak kaki mereka. Hal ini  berlangsung selama tiga hari. Tak seorang pun dari penduduk Makkah mengetahui keberadaan mereka.

Perubahan sikap Abdullah

Setelah Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a. menetap di Madinah, beliau mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi untuk menjemput dan memboyong istri beliau, Saudah binti  Zam’ah dan putri-putri beliau ke Madinah. Abu Bakar juga mengutus anaknya itu untuk menjemput seluruh keluarganya, termasuk Ummu Ruman (ibunda Aisyah) dan Abdurrahman. Keberangkatan mereka  ke Madinah ditemani oleh Thalhah bin Ubaidillah.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Saat itu Abdullah tak pernah ketinggalan shalat berjamaah bersama Rasulullah. Ketika datang seruan jihad, ia langsung mempersiapkan diri dan berangkat bersama beliau. la sama sekali tak pernah absen dari setiap peperangan. Namun, seiring perjalanan waktu, sikap dan perilakunya berubah. la lebih jarang shalat berjamaah di masjid dan jarang ikut berjihad. Keadaan ini tentu membuat ayahnya–Abu Bakar ash-Shiddiq–bertanya-tanya dan berusaha mencari tahu penyebabnya.

Ternyata, penyebab perubahan itu adalah rasa cinta yang berlebihan kepada istrinya–Atikah– sampai-sampai ia tak bisa meninggalkannya. Sebagai ayah, tentu Abu Bakar sangat khawatir menyaksikan keadaan putranya yang mengabaikan agama demi seorang wanita.

Dorongan agar menceraikan Atikah

Maka, ia meminta Abdullah menceraikan Atikah. Sungguh permintaan yang sangat berat dijalankan oleh Abdullah, karena ia sangat mencintai Atikah. Namun, Abdullah adalah anak yang berbakti dan mengasihi orangtuanya. la tak mau menentang keinginan atau perintah ayahnya. Dengan sangat terpaksa dan berat hati ia menceraikan Atikah.

Abu Bakr merasa lega. Pikirnya, setelah bercerai perilaku Abdullah akan kembali seperti semula. Abu Bakar sama sekali tidak tahu bahwa perceraian itu membuat Abdullah begitu terpukul.

Akhirnya, perasaan sedih itu menimbulkan gejolak. Ketika Abdullah sedang bertahajud, Abu Bakar mendengar ungkapan perasaan yang terucap dari Abdullah. Abu Bakar merasa kasihan melihat penderitaan batin putranya itu. la pun sadar, putranya tak kuasa menanggung beban batin semacam itu.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Kembali rujuk dengan Atikah

Rupanya perceraian tidak membawa kebaikan bagi Abdullah, dan ia tak dapat melupakan Atikah. Karena itulah Abu Bakar mengizinkan Abdullah untuk rujuk kepada Atikah. Ketika mendengar perkataan ayahnya yang mengizinkannya rujuk, Abdullah langsung berujar gembira,

“Saksikanlah, aku telah merujuknya.”

Kemudian Abdullah menghadiahkan sebuah kebun setelah Atikah bersedia berjanji tidak akan menikah dengan siapa pun setelahnya. Akhirnya, suami-istri itu pun hidup tenteram dan damai. Hari-hari mereka penuh dengan keindahan cinta. Tidak lama kemudian, datang seruan jihad ke Taif. Abdullah tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu dan ia pun berangkat bersama pasukan muslim.

Dalam perang tersebut ia terluka akibat anak panah musuh hingga ia jatuh tersungkur. Luka-lukanya belum juga sembuh meski terus mendapatkan pengobatan. Akhirnya, ia wafat kurang lebih 40 hari setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.

Demikian kisah teladan dari Abdullah bin Abu Bakar, di masa hidupnya menjaga Rasulullah dan ayahandanya ketika bersembunyi dari kaum kafir Quraisy. Dan pada akhir hidupnya ia menyambut syahid membela kemuliaan Islam.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement