Mode & Gaya
Beranda » Berita » Menikmati Sang Surya Menyapa Di Puncak Bromo

Menikmati Sang Surya Menyapa Di Puncak Bromo

Gunung Semeru di kawasan Bromo Tengger
Gunung Semeru nampak dari kawasan Bromo Tengger. Sungguh pemandangan yang indah dan menakjubkan. Gambar : Foto dok pribadi

SURAU.CO – Pagi itu Jumat 5 September 2025. Menjadi pagi yang sangat istimewa bagi saya dan keluarga. Pagi yang istimewa paling tidak karena dua hal ; pertama, karena saya bersama isteri dan dua anak saya bisa menghirup udara pegunungan yang segar dari point of view Gunung Bromo. Kedua, karena hari itu, Jumat 5 September 2025, bertepatan dengan 12 Rabi’ul Awal1447 H Hari kelahiran atau Maulid Nabu Besar Muhammad SAW. Sungguh sesuatu yang istimewa dan menjadi anugerah yang tak terhingga  bisa menikmati sang surya menyapa di Puncak Bromo.

Hari itu, wisatawan memang sangat padat. Mungkin karena bertepatan dengan libur panjang Maulid yang dilanjutkan libur akhir pekan. Beruntung kami masih kebagian jasa travel dan kendaraan jeep yang menjadi tumpangan perjalanan menuju puncak Bromo. Menurut informasi dari pemandu travel yang kami gunakan, untuk Sabtu dan Minggu semua jasa travel sudah terbooking penuh.

Magnet Pesona Gunung Bromo

Kawasan Gunung Bromo selalu menjadi magnet bagi para pelancong, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut, gunung yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS), Jawa Timur ini menghadirkan panorama alam yang tiada duanya. Salah satu momen paling ditunggu oleh para wisatawan adalah menyaksikan sang surya menyapa atau sunrise dari puncak Bromo. Fenomena ini bukan hanya sekadar pemandangan alam biasa, melainkan sebuah pengalaman spiritual yang mampu menggetarkan hati dan menumbuhkan rasa syukur atas kebesaran Sang Pencipta, Allah SWT. Apalagi persis bertepatan dengan hari bersejaran bagi umat Islam dunia, yakni Maulid Nabi Muhammad. SAW.

Gunung Bromo juga terkenal dengan keindahan lanskapnya yang unik. Di sekitarnya terbentang lautan pasir yang luas, dikelilingi kaldera serta pegunungan lain yang menambah daya tariknya. Konon, nama “Bromo” sendiri berasal dari kata “Brahma”, salah satu dewa utama dalam ajaran Hindu. Hal ini menunjukkan betapa gunung ini memiliki nilai spiritual dan budaya yang tinggi, khususnya bagi masyarakat Tengger yang mendiami kawasan Bromo dan sekitarnya.

Kawasan Bromo bukan hanya menjadi destinasi wisata alam, tetapi juga wisata budaya yang menyimpan nilai kearifan lokal. Selain indahnya pemandangan alam berupa puncak, lautan pasir berbisik, serta kawah yang eksotis, Bromo juga kaya akan tradisi lokal suku Tengger. Ini menjadi daya pikat tersendiri bagi pengunjung. Berdasar catatan, setiap tahun masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada, sebuah ritual persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan leluhur mereka. Namun, kali ini kami belum sempat menyaksikan tradisi masyarakat Tengger tersebut.

Mengenal Perbedaan Hijab, Jilbab, dan Khimar dalam Tren Fashion Muslimah

Perjalanan Menuju Bromo

Mencapai Bromo tentu tidak sulit karena banyaknya jasa biro perjalanan. Banyak pilihan rute dari kota-kota di area Jawa Timur. Umumnya, ada empat rute utama yang bisa menjadi pilihan wisatawan ke Gunung Bromo. Pertama adalah rute melalui Kabupaten Lumajang. Rute kedua adalah melalui Kabupaten Pasuruan. Sedangkan rute ketiga dan keempat adalah melalui Malang dan Probolinggo.

Kami mengambil rute atau titik star dari Kota Malang. Rute ini melintasi wilayah Tumpang hingga Pronojiwo. Pukul 12.00 wita, menggunakan city car kami berangkat dari Kota Malang melalui Tumpang menuju Pronojiwo. Butuh waktu tempuh sekira dua jam sampai Pronojiwo. Daerah puncak Pronojiwo sebagai basecamp untuk mengganti kendaraan jip.  Seterusnya kami melanjutkan perjalanan menuju Puncak Bromo sekitar pukul 02.00 pagi. Ini waktu yang ideal untuk bisa mencapai titik pandang matahari terbit di Puncak Bromo. Tentu juga menjadi pertimbangan utama, agar bisa melaksanakan sholat subuh sebelum menikmati sang surya terbit.

Sang Surya Menyapa

Pukul 5.30 Jumat pagi 12 Rabi’ul Awal, sesaat setelah shalat subuh. Dengan sedikit berdesakan dengan pengunjung lain yang cukup padat hari itu, kami segera mengambil posisi pandang pada bibir bukit. Kami tepat menghadap kawah pasir Widodaren dan Gunung Batok. Keduanya seperti berlandaskan lautan awan putih bagai permadani. Bagian latar dari keduanya nampak menjulang Puncak Semeru. Sungguh pemandangan yang indah dan menakjubkan.

Momen paling magis dimulai saat langit perlahan berubah warna. Awalnya, hanya cahaya samar keunguan yang terlihat dari ufuk timur. Lalu, rona jingga dan merah muda mulai muncul seolah melukis kanvas raksasa pada seantero angkasa. Semua mata tertuju pada horizon, menanti sang surya menampakkan diri. Ketika matahari akhirnya muncul dari balik gunung, suasana menjadi syahdu. Sinar keemasan perlahan menyinari lautan pasir, kaldera Bromo, serta puncak Gunung Semeru yang menjulang gagah dari kejauhan. Istimewanya, seperti balas menyambut kekaguman lautan pengunjung. Pagi itu, Semeru menyapa dengan mengeluarkan asap erupsi yang menjulang ke angkasa. Semeru seperti mengerti bahwa hari ini adalah hari istimewa bagi umat muslim dunia. Hari kelahiran Sang Pencerah kehidupan, Muhammad SAW.

Saya bersama keluarga, seperti juga banyak pengunjung lain yang tak kuasa menahan rasa kagum. Doa-doa terpanjatkan. Berbagai ungkapan rasa syukur terucapkan.  Bahkan ada yang terdiam seakan merenungi betapa kecilnya manusia di hadapan kebesaran alam semesta. Inilah momen yang membuat siapa pun rela menempuh ribuan jarak. Rela bangun dini hari dan menempuh perjalanan panjang menuju Bromo. Semua terbayarkan.

Fenomena Suami Takut Istri: Meneladani Sikap Sahabat Nabi dan Psikologi Modern

Bonus di Jalan Pulang ; Menikmati Lautan Pasir dan Savana

Usai menyaksikan matahari terbit, perjalanan biasanya kami lanjutkan menuju kawah Gunung Bromo. Sebenarnya ini adalah jalur pulang kembali ke basecamp. Untuk mencapai area kawah, pengunjung harus melintasi lautan pasir yang luas. Dari area parkir jeep, perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki atau menunggang kuda. Jasa tunggangan kuda banyak tersedia oleh penduduk lokal.

Setelah itu, sebagai spot terakhir kami singgah menikmati keindahan savana. Kawasan ini terkenal dengan sebutan area gunung teletubies. Selain mengambil foto dan bersih-bersih, kawasan ini juga banyak warung yang menyediakan hidangan mie dan kopi. Sebelum pulang kami menyantap mie dan seruput kopi panas. Meski melelahkan, perjaklanan me ikmati matahari terbit di Gunung Bromo telah membawa kepuasan tersendiri. Nikmat mana lagi yang kita dustakan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement