Khazanah
Beranda » Berita » Wara‘: Menjaga Langkah agar Tak Terperosok dalam Bayangan Dunia

Wara‘: Menjaga Langkah agar Tak Terperosok dalam Bayangan Dunia

seorang pejalan kaki memilih jalan bercahaya sebagai simbol wara
Seorang hamba yang memilih jalan bercahaya dengan penuh kehati-hatian, meninggalkan jalan gelap penuh bayangan dunia.

Surau.co. Wara‘ adalah salah satu permata kehidupan yang sering terabaikan. Dalam hiruk pikuk dunia modern, manusia mudah terseret pada godaan materi, jabatan, dan ketenaran. Di Indonesia, kita melihat banyak fenomena sosial: praktik korupsi yang merusak, perilaku konsumtif yang tak terkendali, hingga godaan digital yang merampas waktu. Semua ini menjadi bayangan dunia yang menipu. Wara‘ hadir sebagai sikap hati-hati, menjaga langkah agar tidak terjerumus pada yang meragukan dan yang haram.

Imam al-Nawawī dalam kitabnya Bustān al-‘Ārifīn mengajarkan bahwa wara‘ bukanlah sikap menjauh dari dunia secara total, melainkan upaya menjaga hati agar tetap bersih. Sikap ini lahir dari rasa takut kepada Allah sekaligus cinta kepada-Nya. Dengan wara‘, manusia bisa berjalan di jalan yang terang, tanpa terperosok dalam kegelapan dunia yang sementara.

Menyibak Makna Wara‘ dalam Kehidupan

Al-Qur’an mengingatkan agar manusia berhati-hati dalam melangkah:

﴿وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ﴾
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talāq: 2–3)

Ayat ini sejalan dengan pengajaran wara‘. Sikap berhati-hati bukanlah penghalang, melainkan jembatan menuju keberkahan. Imam al-Nawawī menulis dalam Bustān al-‘Ārifīn:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

«رَأْسُ الدِّينِ الْوَرَعُ»
“Pokok agama adalah wara‘.”

Ungkapan ini sederhana, tetapi dalam. Seakan ia menegaskan bahwa akar keimanan tidak akan kokoh tanpa kehati-hatian.

Bayangan Dunia di Tengah Fenomena Sosial

Di Indonesia, masyarakat sering berhadapan dengan dilema: pekerjaan yang menjanjikan tetapi rawan korupsi, gaya hidup mewah yang menekan, atau tawaran cepat kaya yang meragukan. Banyak orang yang terperosok karena tidak menimbang dengan hati-hati. Di sinilah pentingnya wara‘ sebagai pagar jiwa.

Imam al-Nawawī menyampaikan:

«مَنْ تَرَكَ مَا يَشُكُّ فِيهِ إِلَى مَا لَا يَشُكُّ فِيهِ فَقَدْ أَصَابَ الْوَرَعَ»
“Barang siapa meninggalkan sesuatu yang meragukan menuju sesuatu yang tidak meragukan, maka sungguh ia telah memperoleh wara‘.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Kata-kata ini bisa menjadi kompas moral dalam kehidupan modern. Saat kita dihadapkan pada pilihan, sikap wara‘ menuntun agar kita memilih jalan yang lebih bersih, meskipun tampak lebih sulit.

Wara‘ sebagai Cahaya dalam Hati

Ilmu tanpa wara‘ ibarat api tanpa kendali, bisa membakar pemiliknya. Sebaliknya, ilmu yang disertai wara‘ akan menjadi cahaya. Dalam budaya Indonesia, kita mengenal sosok alim yang sederhana: meski tidak banyak bicara, tetapi perilakunya menjadi teladan. Mereka menjaga makan, menjaga lisan, bahkan menjaga niat agar tidak ternodai.

Imam al-Nawawī menegaskan dalam Bustān al-‘Ārifīn:

«إِذَا لَمْ يَكُنِ الْوَرَعُ دَلِيلًا، فَالْقَلْبُ فِي ضَلَالٍ»
“Apabila wara‘ tidak menjadi penuntun, maka hati berada dalam kesesatan.”

Pesan ini mengajarkan bahwa hati yang tidak dipandu oleh sikap wara‘ mudah tersesat, meski pemiliknya pandai.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kehati-hatian yang Melahirkan Kedamaian

Wara‘ tidak membuat hidup sempit, justru melahirkan kedamaian. Banyak masyarakat Indonesia yang menemukan ketenangan setelah memilih jalan sederhana. Seorang pedagang kecil yang jujur, seorang pegawai yang menolak suap, atau seorang pemuda yang menjaga pandangan—semuanya adalah cermin dari wara‘ yang menghidupkan jiwa.

Imam al-Nawawī menuliskan:

«مَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ وَرَعٌ، لَمْ يَكُنْ لَهُ دِينٌ»
“Barang siapa tidak memiliki wara‘, maka ia tidak memiliki agama.”

Pernyataan ini tegas, menunjukkan betapa wara‘ adalah inti dari keimanan yang sejati. Tanpa wara‘, ibadah kehilangan makna, dan agama menjadi hanya simbol tanpa ruh.

Menjaga Langkah di Jalan yang Terang

Wara‘ adalah bekal yang membuat manusia mampu berjalan di dunia tanpa terjerumus. Ia bukan menolak dunia, melainkan menjaga diri agar dunia tidak menguasai hati. Dalam fenomena sosial Indonesia, sikap wara‘ bisa menjadi solusi atas krisis moral yang merajalela.

Kita membutuhkan generasi yang berani berkata “tidak” pada yang haram, berani menolak jalan yang meragukan, dan berani memilih jalan yang lurus meskipun sulit. Inilah cara menjaga langkah agar tidak terperosok dalam bayangan dunia.

Penutup: Kehidupan yang Bersih dan Damai

Pada akhirnya, wara‘ bukan hanya aturan, tetapi keindahan hidup. Ia membuat manusia ringan melangkah, karena hati tidak lagi terbebani oleh keraguan. Dengan wara‘, dunia tidak lagi menjerat, melainkan menjadi ladang kebaikan.

Mari menjaga langkah, agar tidak terperosok dalam bayangan dunia yang menipu. Sebab dengan wara‘, hati menjadi tenang, amal menjadi tulus, dan hidup menjadi cahaya yang menuntun menuju Allah.

 

* Sugianto al-jawi

Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement