Surau.co. Dzikir adalah denyut kehidupan ruhani. Dalam kitab Bustān al-‘Ārifīn, Imam al-Nawawī menekankan bahwa dzikir bukan sekadar ucapan di bibir, melainkan nafas yang melekat di hati, terus bergetar mengingat Allah. Ia adalah pelabuhan jiwa yang letih, penyejuk hati yang resah, dan pelita bagi manusia yang berjalan di jalan panjang dunia.
Masyarakat Indonesia hidup dalam hiruk pikuk. Dari pagi hingga malam, suara klakson kendaraan, percakapan bisnis, dan layar gawai membuat pikiran penuh sesak. Namun, dzikir datang sebagai jeda, mengembalikan manusia kepada asalnya. Zikir tidak hanya dibaca di masjid, tetapi bisa hidup di pasar, sawah, kantor, bahkan dapur rumah sederhana.
Imam al-Nawawī menulis:
الذكر حياة القلوب ونور الأرواح
“Dzikir adalah kehidupan hati dan cahaya bagi ruh.”
Kalimat ini mengajarkan bahwa tanpa zikir, hati kering seperti tanah tandus. Dengan dzikir, hati tumbuh subur seperti taman yang dialiri sungai jernih.
Menghidupkan Jiwa dengan Dzikir
Dalam Bustān al-‘Ārifīn, zikir adalah kunci membuka pintu kedekatan dengan Allah. Zikir bukan hanya membaca, tetapi menghadirkan Allah dalam setiap hembusan nafas.
Imam al-Nawawī mengutip:
من أكثر من ذكر الله أحبه الله
“Barang siapa memperbanyak dzikir kepada Allah, maka Allah mencintainya.”
Betapa indah janji ini. Cinta Allah bukanlah hadiah kecil, melainkan mahkota kebahagiaan sejati. Saat manusia sibuk mencari cinta di dunia yang fana, dzikir membuka jalan menuju cinta yang abadi.
Di Indonesia, kita sering melihat para petani bekerja sambil melantunkan tasbih, para nelayan menyebut nama Allah saat menarik jaring, bahkan para ibu rumah tangga mengucap syukur sambil menanak nasi. Inilah wajah dzikir yang hidup di tengah kehidupan rakyat, bukan hanya ritual formal, tetapi nyanyian hati sehari-hari.
Dzikir dalam Cahaya Al-Qur’an dan Hadits
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.” (QS. al-Baqarah: 152)
Ayat ini menegaskan bahwa dzikir adalah jalan dua arah. Ketika manusia mengingat Allah, Allah pun membalas dengan ingatan-Nya. Adakah yang lebih membahagiakan selain diingat oleh Sang Pencipta?
Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana dikutip dalam Bustān al-‘Ārifīn:
أحب الأعمال إلى الله أن تموت ولسانك رطب من ذكر الله
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah engkau mati dalam keadaan lisanmu basah dengan dzikir kepada Allah.”
Hadits ini menggambarkan betapa dzikir bukan sekadar ibadah tambahan, melainkan tujuan hidup. Nafas terakhir seorang hamba yang basah dengan nama Allah adalah tanda kecintaan yang paling luhur.
Dzikir sebagai Penawar Luka Sosial
Bangsa Indonesia tengah menghadapi banyak persoalan: kesenjangan sosial, tekanan ekonomi, dan krisis moral. Dzikir dapat menjadi penawar luka sosial ini. Hati yang dekat dengan Allah akan lebih mudah memaafkan, menolong, dan berbagi.
Imam al-Nawawī menulis dalam Bustān al-‘Ārifīn:
الذكر سلاح المؤمن
“Dzikir adalah senjata orang beriman.”
Senjata ini bukan untuk melukai, melainkan melindungi dari godaan syaitan, dari kesombongan, dan dari keputusasaan. Dengan ibadah hati, masyarakat bisa menahan diri dari kebencian, memperkuat solidaritas, dan menciptakan suasana damai.
Di desa-desa Indonesia, masih sering terdengar suara zikir berjamaah selepas magrib, menembus langit senja. Di kota-kota besar, meski bising, ada ruang-ruang kecil tempat orang berhenti sejenak untuk menyebut nama Allah. Itulah tanda bahwa dzikir tetap menjadi nafas bangsa ini.
Menjadi Hamba yang Hidup Bersama Nama Allah
Mengingat Allah menjadikan manusia tidak mudah goyah oleh dunia. Harta, jabatan, dan popularitas tidak lagi menjadi beban, karena hatinya sudah terpaut pada Allah. Orang yang berdzikir tidak berarti meninggalkan dunia, melainkan menjadikannya jalan menuju akhirat.
Imam al-Nawawī mengingatkan:
من داوم على الذكر فتح الله قلبه للمعرفة
“Barang siapa yang terus-menerus berdzikir, Allah akan membukakan hatinya untuk mengenal-Nya.”
Inilah hadiah terbesar dzikir: bukan sekadar pahala, tetapi kedekatan, keintiman, dan pengenalan pada Allah.
Menutup dengan Keheningan yang Bertasbih
Zikir adalah musik yang tidak pernah berhenti. Ia bisa berupa subhanallah di pagi hari, alhamdulillah di siang terik, allahu akbar di senja yang merah, dan la ilaha illallah di malam yang hening.
Di balik segala riuhnya dunia, zikir menjadikan hati tenang. Menjadi manusia yang bernafas dengan nama Allah berarti hidup dengan cahaya, tidur dalam pelukan-Nya, dan wafat dalam cinta-Nya.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplati Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
