Mode & Gaya
Beranda » Berita » Tips Menghadapi Musibah Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Tips Menghadapi Musibah Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Tips Menghadapi Musibah Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Ilustrasi Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

SURAU.CO – Hidup di dunia tidak selalu berjalan sesuai harapan. Ada masa-masa ketika manusia merasa bahagia karena meraih sesuatu yang diinginkan, tetapi ada juga saat-saat ketika ia harus menghadapi cobaan yang berat. Musibah sering kali datang tiba-tiba, tanpa diduga, dan menyisakan luka di hati. Namun, bagi seorang muslim, musibah bukanlah akhir dari segalanya. Justru, di baliknya ada banyak hikmah yang bisa dipetik untuk memperkuat iman dan perluasan kesabaran.

Para ulama sejak dahulu sudah banyak memberikan tutunan tentang bagaimana sebaiknya seorang muslim menghadapi musibah. Salah satu ulama besar yang membahas masalah ini adalah Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Dalam kitab Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil Ibad (Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 1998), beliau menjelaskan bahwa setidaknya ada lima hikmah dan tips yang dapat menenangkan hati saat musibah datang. Penjelasan beliau sangat relevan hingga hari ini, karena setiap manusia tidak akan pernah lepas dari ujian hidup. Adapun tipsnya sebagai berikut:

1.Meyakini Segala Sesuatu sebagai Titipan Allah

Ibnu Qayyim menegaskan bahwa jiwa raga, harta, dan keluarga yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah. Ketika Allah mengambil kembali titipan itu, sejatinya manusia tidak kehilangan apa-apa, sebab semua itu sejak awal memang bukan miliknya. Perumpamaan ini sama seperti orang yang meminjam barang, lalu pemiliknya mengambil kembali. Seorang peminjam tentu tidak bisa marah karena barang itu memang bukan miliknya.

Pandangan ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 155, yang memerintahkan umat Islam untuk mengucapkan Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn ketika ditimpa musibah. Kalimat ini merupakan pengakuan mendalam bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan kesadaran ini, seorang muslim dapat lebih tenang menerima kehilangan dan tidak larut dalam kesedihan.

2. Menyikapi Senang dan Sedih dengan Sewajarnya

Seorang muslim lahir tanpa membawa apa pun, dan kelak akan kembali kepada Allah tanpa membawa apa pun kecuali amal perbuatannya. Kesadaran ini penting agar manusia tidak berlebihan dalam menyikapi kesenangan maupun kesedihan. Kebahagiaan dan kesusahan hanyalah bagian dari siklus hidup yang silih berganti.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Allah menegaskan hal ini dalam surat Al-Hadid ayat 22-23. Semua musibah sudah tercatat dalam Lauh Mahfuz sebelum terjadi, dan itu mudah bagi Allah. Tujuannya agar manusia tidak berlarut-larut bersedih atas apa yang hilang dan tidak terlalu gembira atas apa yang datang. Dengan sikap ini, seorang muslim dapat menjalani hidup dengan lebih tenang, tidak terbawa emosi secara berlebihan, dan tetap bersandar pada ketetapan Allah.

3. Mengingat Nikmat Lain yang Masih Ada

Saat musibah datang, manusia sering kali hanya fokus pada apa yang hilang. Padahal, masih banyak nikmat Allah yang tersisa dan lebih banyak jumlahnya. Dengan mengingat kenikmatan lain yang masih ada, hati menjadi lebih ringan dan rasa syukur pun tumbuh. Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 18, bahwa manusia tidak akan mampu menghitung nikmat Allah karena jumlahnya yang begitu banyak.

Ibnu Qayyim menekankan bahwa kesabaran dan keridaan terhadap musibah justru akan mendatangkan balasan yang lebih besar dari Allah. Allah memberikan ujian sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Dengan kesadaran ini, seorang muslim dapat melihat sisi positif dari musibah dan tetap bersyukur atas segala keadaan.

4. Memandang ke Bawah, Bukan ke Atas

Musibah sering terasa berat ketika seseorang hanya melihat orang lain yang hidupnya lebih enak atau lebih beruntung. Padahal, Rasulullah mengajarkan agar umat Islam melihat orang yang berada di bawah mereka, bukan yang berada di atas. Dalam hadis riwayat Bukhari-Muslim, beliau bersabda:

اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Artinya: “Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kalian.” (HR Bukhari Muslim)

Prinsip ini sangat membantu dalam mengurangi rasa iri dan kecewa. Ketika seseorang menyadari bahwa ada orang lain yang musibahnya lebih besar, ia akan merasa bahwa ujiannya masih lebih ringan. Dengan demikian, ia tetap bisa bersyukur dan tidak tenggelam dalam kesedihan. Perspektif ini juga mengajarkan empati, karena dari sini seseorang terdorong untuk peduli dan membantu sesama yang lebih membutuhkan.

5. Tidak Meratapi Nasib

Meratapi nasib hanya akan menambah beban batin. Ratapan tidak akan mengubah keadaan, bahkan bisa membuat hati semakin gelisah dan jauh dari ketenangan. Ibnu Qayyim mengingatkan bahwa meratapi nasib seolah menunjukkan ketidakridhaan terhadap takdir Allah. Padahal, ridha terhadap qada dan qadar adalah kunci untuk mencapai ketenangan jiwa.

Rasulullah bersabda dalam hadis riwayat At-Tirmidzi, bahwa besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridha terhadap ujian itu, maka Allah meridainya. Sebaliknya, barangsiapa marah dan tidak menerima, maka Allah pun murka kepadanya.

Menjadikan Musibah sebagai Jalan Mendekat kepada Allah

Lima hikmah dan tips yang dijelaskan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah memberikan panduan yang sangat praktis. Musikbah bukan sekedar penderitaan, tetapi juga peluang untuk melatih kesabaran, menumbuhkan rasa syukur, dan memperkuat iman. Bahkan, musikah dapat menjadi jalan untuk lebih dekat dengan Allah.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Ketika seorang muslim mampu bersabar, bersyukur, dan ridha, maka musibah akan berubah menjadi anugerah yang tersembunyi. Allah memberikan balasan ganda dan mengangkat derajat hamba-Nya. Sebaliknya, ketika manusia hanya meratap dan menolak takdir, musikbah justru akan menjadi beban yang semakin berat.

Setiap orang tentu akan melewati fase musibah dalam hidupnya. Ada yang kehilangan orang tercinta, ada yang kehilangan harta, ada yang diuji dengan sakit, atau dengan kesulitan lainnya. Semua itu adalah bagian dari sunnatullah, hukum alam yang pasti terjadi. Namun, yang membedakan setiap orang adalah bagaimana ia menyikapinya. Seorang muslim yang benar-benar memahami hikmah di balik musibah akan menjalani hidup dengan lebih tenang, sabar, dan mengingat Allah.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement