Surau.co. Sabar dan syukur dalam Islam adalah dua sayap yang membuat hati seorang hamba mampu terbang menuju kedamaian. Dalam Bustān al-‘Ārifīn, Imam al-Nawawī mengajarkan bahwa sabar bukan sekadar menahan diri dari keluh kesah, melainkan seni memelihara hati agar tetap jernih meski diterpa gelombang kehidupan. Sedangkan syukur adalah kemampuan melihat cahaya pada setiap keadaan, baik manis maupun getir.
Kedua sifat ini bagaikan taman yang rindang. Sabar menjadi tanah yang subur, sementara syukur adalah bunga yang mekar dan menebarkan harum. Keduanya saling melengkapi, memberi keteduhan jiwa, serta mengajarkan manusia cara menikmati perjalanan hidup.
Menemukan Hikmah dalam Luka
Di negeri ini, kita sering menyaksikan orang kecil yang terus berjuang meski hidupnya keras. Petani yang sawahnya dilanda banjir, nelayan yang kapalnya diguncang ombak, pedagang kecil yang dagangannya tak laku. Meski demikian, banyak di antara mereka tetap tersenyum dan berkata: “Alhamdulillah.” Itulah wajah nyata sabar yang berpadu dengan syukur.
Imam al-Nawawī menuliskan sebuah hikmah yang lembut:
اَلصَّبْرُ نِصْفُ الْإِيْمَانِ، وَالشُّكْرُ نِصْفُ الْإِيْمَانِ
“Sabar adalah separuh dari iman, dan syukur adalah separuh dari iman.” (Bustān al-‘Ārifīn)
Kalimat ini menegaskan bahwa iman tidak akan sempurna tanpa keduanya. Sabar menjaga hati tetap teguh, syukur menjaga hati tetap lembut.
Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha. Ia adalah energi yang membuat seseorang tetap melangkah meski jalannya terjal. Seorang pelajar yang tekun belajar walau terbatas biaya, seorang ibu yang tabah merawat anaknya tanpa kenal lelah, seorang pekerja yang tetap jujur meski hidupnya sederhana — semuanya adalah wajah sabar yang hidup.
Allah berfirman:
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 155–156)
Ayat ini mengajarkan bahwa sabar selalu membawa kabar gembira, sebab sabar menumbuhkan keyakinan bahwa setiap luka adalah jalan pulang menuju Allah.
Bersyukur Membuat Hidup Berwarna
Syukur bukan hanya ketika mendapat rezeki besar, tetapi juga saat menerima rezeki kecil. Kita bersyukur bukan hanya saat sehat, tetapi juga saat sakit yang menumbuhkan kesadaran. Syukur bukan hanya ketika dipuji, tetapi juga ketika dicaci, karena semua keadaan adalah ladang ujian.
Imam al-Nawawī menyampaikan:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa tidak bersyukur atas yang sedikit, ia tidak akan bersyukur atas yang banyak.” (Bustān al-‘Ārifīn)
Betapa dalam pesan ini. Syukur bukanlah ukuran jumlah, melainkan keadaan hati. Bahkan sesuap nasi bisa menjadi sumber syukur jika diterima dengan ikhlas.
Keseimbangan antara Sabar dan Syukur
Hidup tidak selalu manis, dan tidak selalu pahit. Ada hari penuh tawa, ada hari penuh air mata. Pada saat itulah keseimbangan antara sabar dan syukur diperlukan. Ketika mendapat ujian, sabar menjaga hati agar tidak goyah. Ketika mendapat nikmat, syukur menjaga hati agar tidak sombong.
Imam al-Nawawī mengingatkan:
اَلنِّعْمَةُ مُحْتَاجَةٌ إِلَى الشُّكْرِ، وَالْبَلَاءُ مُحْتَاجٌ إِلَى الصَّبْرِ
“Kenikmatan membutuhkan syukur, dan ujian membutuhkan sabar.” (Bustān al-‘Ārifīn)
Ungkapan ini mengajarkan seni hidup. Apa pun keadaan yang datang, manusia tetap bisa memilih sikap terbaik.
Taman Hati yang Meneduhkan Jiwa
Jika sabar dan syukur tumbuh bersama, hati akan menjadi taman yang sejuk. Orang yang sabar tidak mudah marah, orang yang bersyukur tidak mudah iri. Di tengah masyarakat yang sering terjebak pada kompetisi duniawi, sikap sabar dan syukur dalam Islam akan membuat hidup lebih tenang.
Kita bisa melihat teladan dari orang-orang sederhana di sekitar kita. Meski hidup dalam keterbatasan, mereka mampu bersyukur atas rezeki yang sedikit dan bersabar atas cobaan yang berat. Dari merekalah kita belajar, bahwa bahagia bukan tentang berapa banyak yang dimiliki, tetapi bagaimana hati menerima dan menjaga.
Penutup: Menyemai Bunga di Taman Kehidupan
Sabar adalah taman, syukur adalah bunga yang mekar di dalamnya. Taman itu bisa tumbuh di hati siapa saja, baik kaya maupun miskin, baik kuat maupun lemah. Selama sabar dijaga dan syukur dipelihara, hati akan selalu hidup dalam keteduhan.
Dalam perjalanan ini, manusia tidak bisa lepas dari cobaan maupun nikmat. Keduanya adalah cara Allah menguji sejauh mana kita menjaga iman. Jika kita sabar saat diuji dan bersyukur saat diberi, maka taman hati akan tetap harum hingga hari perjumpaan dengan-Nya.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
