SURAU.CO – Masa kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa terwarnai dengan konflik antara kerajaan Banten dengan VOC yang semakin memuncak. Pada awalnya, Sultan Ageng Tirtayasa berusaha mengajak Mataram untuk secara bersama-sama menghadapi VOC. Akan tetapi, usaha tersebut gagal dilakukan seiring dengan lemahnya kepemimpinan Sunan Amangkurat II yang telah menandatangani perjanjian dengan VOC yang sangat merugikan Mataram.
Membangkitkan perlawanan rakyat Cirebon
Dengan adanya perjanjian Sultan Ageng Tirtayasa tidak bisa memutuskan hubungan Mataram dengan VOC. Oleh karena itu, perhatiannya kemudian tertuju pada Cirebon. Ia berupaya membangkitkan perlawanan rakyat Cirebon terhadap VOC, meskipun tetap mengalami kegagalan.
Dengan demikian, Sultan Ageng Tirtayasa harus berhadapan sendiri dengan VOC. Bersamaan dengan itu, Banten mengalami perpecahan dari dalam, putra mahkota Sultan Abu Nasr Abdul Kahar yang terkenal dengan sebutan Sultan Haji. Ia menjadi pembantu ayahnya mengurus urusan dalam negeri. Sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dan oleh putra lainnya, yaitu Pangeran Arya Purbaya.
Terhasutnya Sultan Haji oleh VOC
Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh wakil Belanda wilayah Banten yakni, W. Caef yang kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji. Karena termakan hasutan VOC, Sultan Haji menuduh pembagian tugas ini sebagai upaya menyingkirkan dirinya dari tahta kesultanan.
Agar tahta kesultanan tidak jatuh ke tangan Pangeran Arya Purbaya, Sultan Haji kemudian bersekongkol dengan VOC untuk merebut tahta kekuasaan Banten. Persekongkolan ini dilakukan oleh Sultan Haji setelah Sultan Ageng Tirtayasa lebih banyak tinggal di keraton Tirtayasa. VOC yang sangat ingin menguasai Banten, bersedia membantu Sultan Haji untuk mendapatkan tahta kesultanan.
Syarat-syarat dari VOC pada Sultan Haji
Untuk itu, VOC mengajukan empat syarat yang mesti Sultan Haji penuhi. Pertama, Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC. Kedua, VOC akan mendapat izin untuk melakukan monopoli atas perdagangan lada di Banten dan Sultan Banten harus mengusir para pedagang Persia, India, dan Cina dari Banten. Ketiga, apabila ingkar janji, Kesultanan Banten harus membayar 600.000 ringgit kepada VOC. Keempat, pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan harus segera mundur.
Oleh karena VOC menjanjikan Sultan Haji dapat segera menduduki tahta Kesultanan Banten. Maka empat persyaratan tersebut langsung Sultan Haji terima. Dengan bantuan pasukan VOC, pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil menguasai istana Surosowan. Istana Surosowan tidak hanya berfungsi sebagai tempat kedudukan Sultan Haji, tetapi juga sebagai simbol telah tertanamnya kekuasaan VOC atas Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa mengepung istana Surosowan
Melihat situasi politik tersebut, pada tanggal 27 Pebruari 1682 pasukan Sultan
Ageng Tirtayasa menyerbu istana Surosowan untuk mengepung Sultan Haji
dan VOC yang telah menduduki Istana. Serangan itu berhasil dan dapat menguasai kembali Istana Surosowan. Akan tetapi, Sultan Haji lolos dan segera dibawa ke loji VOC. Ia mendapat perlindungan dari Jacob de Roij. Mengetahui bahwa Sultan Haji telah berada dalam perlindungan VOC, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa bergerak menuju loji VOC untuk menghancurkannya.
Pasukan VOC pimpinan Kapten Sloot dan W. Caef, bersama pasukan Sultan Haji berusaha mempertahankan loji itu dari kepungan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa. Akibat perlawanan yang sangat kuat dari pasukan Sultan Ageng Tirtayasa, bantuan militer yang datang dari Batavia tidak dapat mendarat.
Bala bantuan VOC dari Batavia
Akan tetapi, setelah ada kepastian bahwa VOC akan mendapatkan izin monopoli perdagangan dari Sultan Haji. Maka pada 7 April 1682, bantuan dari Batavia itu memasuki Banten pimpinan Tack dan De Saint Martin.
Dengan kekuatan yang besar, pasukan VOC menyerang Keraton Surosowan dan Keraton Tirtayasa. Pasukan Batavia pun berhasil membebaskan loji VOC dari kepungan Sultan Ageng Tirtayasa. Meskipun demikian, Sultan Ageng Tirtayasa terus melakukan perlawanan hebat. Perlawanannya mendapat bantuan dari orang-orang Makassar, Bali, dan Melayu.
Kekuatan pasukan Sultan Ageng
Markas besar pasukan Sultan Ageng ada di Margasama berjumlah sekitar 600 sampai 800 orang prajurit pimpinan komando Pangeran Suriadiwangsa. Sementara itu, Pangeran Yogya mempertahankan daerah Kenari dengan kekuatan sekitar 400 orang. Pasukan Kyai Arya Jungpati dengan jumlah pasukan sekitar 120 orang mempertahankan daerah Kartasana.
Sekitar 400 orang mempertahankan daerah Serang, 400 sampai 500 orang mempertahankan daerah Jambangan, sebanyak 500 orang berupaya untuk mempertahankan Tirtayasa, dan sekitar 100 orang memperkuat daerah Bojonglopang.
Pasukan Sultan Ageng terdesak
Serangan hebat dari pasukan VOC berhasil mendesak barisan Banten sehingga Margasana, Kacirebonan, dan Tangerang dapat mereka rebut. Sultan Ageng kemudian mundur ke Tirtayasa yang menjadi pusat pertahanannya. Tanara dan Pontang juga diperkuat pertahanannya. Di Kademangan ada pasukan sekitar 1.200 orang di bawah pimpinan Arya Wangsadiraja. Mereka cukup lama dapat bertahan, tetapi pada tanggal 2 Desember 1682 Kademangan akhirnya jatuh setelah terjadi pertempuran sengit antara kedua pasukan.
Dalam serangkaian pertempuran ini, jumlah yang gugur pada kedua belah pihak begitu besar. Sebagian pasukan Banten mengungsi ke Ciapus, Pagutan, dan Jasinga. Dengan jatuhnya pertahanan Kademangan, tinggal benteng Tirtayasa yang menjadi bulan-bulanan VOC.
Serangan umum berawal dari daerah pantai menuju Tanara dan Tangkurak. Pada tanggal 28 Desember 1682 pasukan Jonker, Tack, dan Miichielsz menyerang Pontang, Tanara, dan Tirtayasa serta membakarnya.Ledakan-ledakan dan pembakaran menghancurkan keraton Tirtayasa.
Sultan Ageng berhasil lolos
Akan tetapi Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menyelamatkan diri ke pedalaman. Pangeran Arya Purbaya juga berhasil lolos dengan selamat dengan terlebih dahulu membakar benteng dan keratonnya.
Pihak VOC berusaha beberapa kali untuk mencari Sultan Ageng Tirtayasa dan membujuknya untuk menghentikan perlawanan dan turun ke Banten. Untuk menangkap Sultan Ageng Tirtayasa, VOC memerintahkan Sultan Haji untuk
menjemput ayahnya. Ia kemudian mengutus 52 orang keluarganya ke Ketos dan pada malam menjelang tanggal 14 Maret 1683 iring-iringan Sultan Ageng Tirtayasa memasuki Istana Surosowan.
Tertangkapnya Sultan Ageng dan akhir kedaulatan Banten
Setibanya di Istana Surosowan, Sultan Haji dan VOC segera menangkap Sultan Ageng Tirtayasa dan mereka memenjarakannya di Batavia sampai ia wafat pada tahun 1692. Penangkapan tersebut telah mengakhiri peperangan Banten melawan VOC, sehingga kekuasaan VOC efektif seutuhnya menggantikan pengaruh kerajaan Banten.
Meskipun demikian, rakyat Banten masih melakukan perlawanan walaupun semuanya tidaklah begitu berarti. Tidak lama setelah itu, dengan restu VOC, Sultan Haji naik tahta menjadi Sultan Banten (1682-1687). Penobatan ini mesti ditebus dengan pemenuhan persyaratan yang sangat merugikan Kerajaan Banten, sehingga Kesultanan Banten akhirnya tidak lagi memiliki kedaulatan.(St.Diyar)
Referensi: Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, 2015
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
