Kisah
Beranda » Berita » Ketika Cinta Membawa ke Tiang Eksekusi: Kisah Al-Hallaj

Ketika Cinta Membawa ke Tiang Eksekusi: Kisah Al-Hallaj

Ketika Cinta Membawa ke Tiang Eksekusi: Kisah Al-Hallaj
Sebuah lukisan tua yang mendiskripsikan kisah penghukuman Al Hallaj

SURAU.CO – Tasawuf dalam sejarah Islam menyimpan banyak kisah penuh hikmah, bahkan sering kali kontroversi. Salah satu tokoh yang hingga kini umat Islam kenang adalah Al-Hallaj. Namanya begitu lekat dengan dunia sufi, tetapi juga menimbulkan panjang di kalangan ulama. Ia hidup sebagai pencari Tuhan yang gigih, seorang penyair mistis, sekaligus sosok yang berani mengekspresikan pengalaman spiritualnya secara terbuka.

Orang-orang mengenang Al-Hallaj bukan hanya karena pandangan-pandangannya yang mendalam, tetapi juga karena akhir hidupnya yang tragis. Aparat menangkapnya, ia mendekam di penjara selama bertahun-tahun, lalu algojo mengeksekusinya dengan cara yang sangat menyayat hati. Namun, dari akhir hidupnya justru terlihat keteguhan iman, cinta kepada Allah, dan doa terakhir yang sangat menyentuh.

Jejak Kehidupan dan Pemikiran

Nama lengkapnya Husain bin Manshur al-Hallaj. Ia lahir di Tur, wilayah Khurasan (Persia) pada tahun 858 M. Orang-orang menjulukinya al-Hallaj yang berarti “penggiling kapas”, karena ayahnya bekerja menggiling kapas. Sejak kecil, Al-Hallaj menunjukkan ketertarikan yang kuat pada ilmu agama dan kehidupan spiritual.

Ia berguru kepada beberapa tokoh besar sufi, seperti Sahl at-Tustari dan Amr al-Makki. Dari mereka, ia belajar jalan tasawuf yang menekankan zikir, pengendalian diri, dan cinta mendalam kepada Allah. Namun, tidak seperti banyak sufi lain yang memilih jalan sunyi, Al-Hallaj tampil di tengah masyarakat. Ia berdakwah, menulis, dan berbicara di ruang-ruang publik.

Keberaniannya mengungkap pengalaman spiritual menjadikan namanya terkenal. Ungkapan yang paling kontroversial darinya adalah “Ana al-Haqq” (Aku adalah Kebenaran). Ucapan ini memicu suasana panas. Banyak orang yang menuduhnya menyamakan dirinya dengan Allah, sebuah tindakan yang dianggap kufur. Akan tetapi, sebagian sufi memaknai kalimat itu sebagai luapan ekstase spiritual: saat ego manusia lenyap, yang tersisa hanyalah kehadiran Allah dalam dirinya.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Penangkapan dan Penjara yang Panjang

Ketenaran Al-Hallaj membuat banyak orang mengikuti. Namun, para ulama fikih dan penguasa politik justru memusuhinya. Mereka terus menuduhnya sesat, menentang syariat, bahkan menudingnya berpotensi memicu pemberontakan.

Akhirnya, aparat Abbasiyah menangkapnya dan menjebloskannya ke penjara di Bagdad. Ia mendekam di balik jeruji selama sekitar sembilan tahun.

Namun, penjara justru menyucikan dirinya. Ia semakin larut dalam doa dan munajat kepada Allah. Dari ruang sempit itulah lahirlah kata-kata penuh cinta kepada Sang Khalik yang kemudian menjadi karya sufi yang abadi.

Eksekusi yang Mengguncang

Pada tahun 922 M, pengadilan menjatuhkan hukuman mati kepada Al-Hallaj. Para hakim mengambil keputusan itu setelah melalui kejadian yang panjang. Sebagian orang menolak, tetapi banyak pula yang mendesak agar eksekusi segera dilakukan.

Hari itu, Baghdad menyaksikan pemandangan yang menggetarkan. Ribuan orang berbondong-bondong untuk melihat eksekusi tokoh sufi itu. Algojo mengikat tubuhnya, lalu mencambuknya ratusan kali. Setelah itu, mereka memotong-motong tubuhnya sebelum akhirnya menyalibnya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Eksekusi berlangsung dengan kejam, namun Al-Hallaj tetap menunjukkan ketenangan luar biasa. Sejarawan mencatat bahwa wajahnya justru memancarkan cahaya ketabahan. Ia menerima hukuman bukan dengan amarah, melainkan dengan kepasrahan. Bagi Al-Hallaj, kematian bukanlah akhir, melainkan jalan menuju pertemuan sejati dengan Kekasihnya, Allah Swt.

Doa Terakhir Al-Hallaj

Sebelum pedang algojo terbungkus di kepalanya, Al-Hallaj menengadahkan doa di hadapan ribuan orang yang menyaksikan eksekusi itu:

اِلهى هَؤُلاءِ عِبَادُكَ قَدْ تَعَصُّباً لِدِينِكَ وَتَقَرُّباً اِلَيكَ فَاغْفِرْ لَهُمْ . فَاِنَّكَ لَوْ كَشَفْتَ لَهُمْ مَا كَشَفْتَ لِى لَمَا فَعَلُوا مَا فَعَلُوا. وَلَوْ سَتَرْتَ عَنِّى مَا سَتَرْتَ عَنْهُمْ لمَاَ لَقِيتُ مَا لَقِيتُ وَلَكَ الْحَمْدُ فِىمَا فَعَلْتَ وَلَكَ الْحَمْدُ فِيمَا تُرِيدُ

Wahai Tuhan, adalah hamba-hamba-Mu. Mereka kini berkumpul untuk membunuhku karena cinta mereka kepada-Mu dan demi taqarub (mendekat) kepada-Mu. Ampunilah mereka. Andaikata Engkau singkapkan kepada mereka apa yang Engkau singkapkan kepada mereka, niscaya mereka tidak akan melakukan seperti ini. Andaikata Engkau menutup mata seperti Engkau menutup mata mereka, niscaya aku tidak akan mengalami keadaan ini. Segala puji bagi-Mu atas apa pun yang Engkau lakukan, dan segala puji bagi-Mu atas apa pun yang Engkau kehendaki.”

Setelah berdoa, Al-Hallaj menyenandungkan puisi rindu:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Aku menangis kepada-Mu
Bukan hanya untuk diriku sendiriTetapi
bagi jiwa yang merindukan-Mu
Akulah yang menjadi Saksi
Sekarang pulang kepada-Mu
Menjadi Saksi Keabadian

Karena cinta Ilahi yang membara, sebagian ulama menjulukinya “Syahid al-‘Isyq al-Ilahi” , syahid mabuk cinta Tuhan. Al-Hallaj melihat semua yang menimpanya sebagai bagian dari kehendak Allah. Ia tidak menganggap musuh-musuhnya sebagai lawan, melainkan sebagai alat Allah untuk mendekatkannya kepada-Nya. Doa terakhirnya menjadi bukti bahwa cinta kepada Allah melapangkan hati, bahkan saat tubuh hancur berkeping.

Warisan dan Kontroversi

Setelah eksekusi itu, umat Islam tidak pernah berhenti membicarakan nama Al-Hallaj. Sebagian orang mengenangnya sebagai martir cinta Ilahi, seorang sufi yang berani mengungkapkan rahasia terdalamnya. Namun, sebagian lain tetap memikirkan sesat karena ucapannya yang dinilai melampaui batas.

Apa pun penilaian orang, kisah hidupnya terus menyentuh hati. Doa terakhirnya mengajarkan keberanian, keteguhan iman, dan keikhlasan menerima takdir.

Ia juga meninggalkan karya sastra mistis yang sarat makna. Syair-syairnya dipenuhi kerinduan kepada Allah dan menjadi inspirasi bagi generasi sufi setelahnya.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement