Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Dunia Menjadi Bayangan, Akhirat Menjadi Cahaya

Ketika Dunia Menjadi Bayangan, Akhirat Menjadi Cahaya

Peziarah meninggalkan bayangan dunia menuju cahaya akhirat
Seorang manusia berjalan meninggalkan bayangan dunia kota menuju cahaya yang lembut di ufuk.

Surau.co. Dunia sering tampak megah seperti panggung pertunjukan, penuh warna dan sorak penonton. Namun, kitab Bustān al-‘Ārifīn karya Imam al-Nawawī mengingatkan bahwa segala yang tampak hanyalah bayangan, bukan hakikat. Bayangan bisa indah, tapi ia tidak bisa kita genggam.

Imam al-Nawawī membuka risalahnya dengan pengingat bahwa kehidupan dunia hanyalah jalan singkat menuju rumah abadi. Beliau menulis:

قال الإمام النووي: “الدنيا ظل زائل، والآخرة نور باقٍ، فالعاقل من اختار النور على الظل”
“Dunia adalah bayangan yang akan hilang, sedangkan akhirat cahaya yang abadi. Orang berakal adalah yang memilih cahaya, bukan bayangan.”

Fenomena sosial di Indonesia pun membenarkan pesan ini. Banyak orang mengejar materi tanpa batas, namun tetap merasa hampa. Gedung tinggi, kendaraan mewah, atau popularitas di media sosial sering kali tidak membawa kedamaian hati. Bukankah lebih banyak orang kini merasa lelah di tengah gemerlap kota, seakan ada ruang kosong yang tak terisi?

Akhirat: Cahaya yang Tak Pernah Redup

Akhirat dalam pandangan para arif bukan sekadar tempat balasan, tetapi cahaya yang menuntun setiap langkah. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Āli ‘Imrān: 185)

Imam al-Nawawī menambahkan:

قال الإمام النووي: “من جعل قلبه مسكناً للدنيا أظلم، ومن جعله مسكناً للآخرة أضاء”
“Siapa yang menjadikan hatinya rumah bagi dunia, ia akan gelap. Siapa menjadikannya rumah bagi akhirat, ia akan terang.”

Pesan ini tidak asing di tengah masyarakat kita. Banyak orang yang setelah dikecewakan oleh gemerlap dunia akhirnya mencari ketenangan lewat doa, dzikir, atau sekadar pulang ke kampung halaman untuk menata ulang hidup. Ada kesadaran yang lahir: bahagia bukan soal memiliki segalanya, tetapi soal menempatkan hati di tempat yang benar.

Menyapa Kehidupan dengan Kesadaran

Hidup di dunia tetap perlu dijalani. Namun Imam al-Nawawī mengajarkan bahwa dunia hanyalah ladang untuk menanam benih amal. Dunia bukan musuh, ia adalah kendaraan. Masalahnya, banyak orang lebih sibuk memperindah kendaraan daripada memperhatikan arah perjalanan.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Beliau menuliskan:

قال الإمام النووي: “الدنيا مطية، فمن أحسن ركوبها بلغ مقصده، ومن أساء سقط عنها”
“Dunia adalah tunggangan; siapa yang mengendarainya dengan baik akan sampai tujuan, dan siapa yang lalai akan jatuh darinya.”

Dalam konteks Indonesia, kita bisa melihat bagaimana sebagian orang menggunakan keberhasilan duniawi sebagai jalan kebaikan—misalnya pengusaha yang mendirikan sekolah gratis, atau pejabat yang jujur membangun pelayanan masyarakat. Mereka menjadikan dunia kendaraan menuju cahaya.

Menyembuhkan Dahaga Jiwa

Kita semua haus. Namun, dunia hanya memberi air asin yang menambah dahaga. Hanya akhirat yang memberi air jernih. Itulah sebabnya para arif menaruh cinta mereka bukan pada dunia yang sementara, tetapi pada Tuhan yang abadi.

Imam al-Nawawī berkata:

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

قال الإمام النووي: “من أحب الدنيا أضر بآخرته، ومن أحب الآخرة أفلح في دنياه وأخراه”
“Siapa mencintai dunia, ia akan merugikan akhiratnya. Siapa mencintai akhirat, ia akan beruntung di dunia dan akhiratnya.”

Kutipan ini menemukan relevansi kuat saat kita melihat fenomena sosial: banyak orang yang menukar integritas dengan keuntungan singkat. Padahal, kejujuran justru membuat hidup lebih terang, baik di dunia maupun di akhirat.

Menjadi Cahaya di Tengah Bayangan

Mengikuti pesan Imam al-Nawawī, tugas kita bukan menolak dunia, melainkan meletakkannya di tempat yang tepat. Kita bisa menjadi pelajar yang tekun, pedagang yang jujur, pekerja keras, namun dengan hati yang terikat pada Allah. Dunia akan tetap hadir, tapi hanya sebagai bayangan, sementara cahaya yang kita kejar adalah keridhaan-Nya.

Maka, ketika dunia datang membawa rayuan, kita hanya tersenyum, karena kita tahu: bayangan tidak pernah lebih indah daripada cahaya.

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement