Opinion
Beranda » Berita » Peradaban Islam Indonesia di Era Digital

Peradaban Islam Indonesia di Era Digital

Peradaban Islam
Ilustrasi peradaban Islam di era digital. Foto: Perplexity

SURAU.CO. Peradaban Islam di Indonesia memiliki sejarah panjang yang tidak bisa lepas dari proses masuknya Islam ke Nusantara. Islam datang ke Indonesia melalui berbagai jalur. Ada yang melalui perdagangan, pendidikan, hingga dakwah dan kemudian berinteraksi dengan budaya lokal sehingga lahir peradaban baru yang unik. Dari masa kerajaan Islam, lahir karya-karya monumental, lembaga pendidikan seperti pesantren, hingga tradisi sosial yang berpadu dengan ajaran agama. Semua ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya menjadi agama, melainkan juga peradaban yang membentuk wajah bangsa.

Namun, seiring berkembangnya zaman, khususnya di era digital, peradaban Islam di Indonesia menghadapi tantangan besar. Teknologi informasi membawa pengaruh yang begitu luas. Nilai-nilai Islam yang dahulu kokoh mulai mengalami erosi akibat derasnya arus globalisasi, terutama dominasi budaya Barat. Di sinilah pentingnya menata strategi agar teknologi justru menjadi sarana penguat peradaban Islam, bukan sebaliknya.

Allah SWT berfirman: “Keluarga ‘Imran (‘Āli `Imrān):110 – Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran: 110)

Ayat ini menegaskan peran umat Islam untuk menjadi pelopor kebaikan. Maka di era digital, umat Islam harus mampu menjaga identitasnya sambil memanfaatkan teknologi secara bijak. Umat Islam hendaknya menjadi poros utama, bukan justru terbawa arus globalisasi dalam dunia digitalisasi.

Agama Islam dan Peradaban

Islam bukan sekadar agama yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga panduan dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Banyak tokoh Islam dan pemikir Islam dalam berbagai ilmu ikut membangun peradaban bangsa. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam memerintahkan manusia untuk berpikir, membaca, dan meneliti tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran: 190-191).

Kemudian dalam banyak hadis, Rasulullah SAW pun menekankan pentingnya ilmu. Beliau mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan adalah kunci utama membangun peradaban. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).

Di Indonesia, semangat menuntut ilmu dan mengembangkan ilmu itu melahirkan pesantren, madrasah, dan lembaga keagamaan yang telah berperan besar dalam membangun karakter bangsa. Berbagai lembaga pendidikan dan keagamaan ini membentuk generasi Islam masa depan.

Namun, di era modern, pendidikan Islam menghadapi tantangan globalisasi. Banyak lembaga pendidikan Islam tertinggal dalam hal kualitas, kurikulum, dan teknologi. Akibatnya, umat Islam berisiko kehilangan daya saing dalam berkontribusi membangun peradaban.

Pendidikan Islam di Era Digital

Pendidikan menjadi fondasi peradaban yang menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Dalam sejarah Islam, pendidikan menempati posisi yang agung karena menjadi sarana utama dalam membangun akhlak, ilmu pengetahuan, dan peradaban. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (Q.S. Al-Mujādilah: 11).

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Ayat ini menegaskan bahwa kedudukan ilmu tidak hanya mengangkat martabat individu, tetapi juga mengokohkan kedudukan umat secara kolektif. Sayangnya, pendidikan Islam di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, baik dari sisi manajemen, kurikulum, maupun keterbatasan pemanfaatan teknologi.

Padahal, jika umat Islam mampu memaksimalkan teknologi digital, maka peluang inovasi dalam pendidikan terbuka sangat lebar. Platform e-learning, aplikasi Al-Qur’an digital, kelas online, hingga perpustakaan virtual merupakan sarana strategis yang bisa memperluas akses ilmu pengetahuan tanpa batas ruang dan waktu. Dengan pengelolaan yang baik, pendidikan Islam bukan hanya dapat bersaing di era modern, tetapi juga mampu menjadi teladan bagi pengembangan sistem pendidikan di bidang lain.

Rasulullah SAW bersabda: “Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina.” (HR. Al-Baihaqi). Hadis ini menegaskan pentingnya menuntut ilmu tanpa batas ruang dan waktu. Di era digital, pesan ini semakin relevan, karena ilmu bisa diakses dari mana saja melalui teknologi. Teknologi telah menjadi kendaraan baru dalam menuntut ilmu, menggantikan keterbatasan transportasi yang dulu dialami para ulama ketika menempuh perjalanan jauh untuk mencari guru.

Pendidikan Islam juga harus memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik. Menjadikan teknologi tidak hanya menjadi alat informasi, tetapi juga sarana internalisasi nilai-nilai Qur’ani. Integrasi antara teknologi dan Al-Qur’an akan melahirkan sistem pendidikan yang holistik, mencakup kecerdasan intelektual, spiritual, dan sosial.

Lembaga pendidikan harus berani berinovasi dalam kurikulum, melatih keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif. Rasulullah SAW sendiri mendidik para sahabat dengan metode dialog, praktik langsung, serta keteladanan. Metode ini sangat sesuai jika dikontekstualisasikan dengan model pembelajaran interaktif berbasis teknologi.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Globalisasi, Teknologi, dan Perubahan Sosial

Globalisasi membuat dunia terasa tanpa batas. Thomas Friedman bahkan menyebut dunia kini “datar” karena semua terhubung melalui teknologi. Internet, media sosial, dan perkembangan digital membawa dampak luar biasa. Di satu sisi, umat Islam di Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi, ilmu pengetahuan, bahkan kajian keagamaan dari seluruh dunia. Namun di sisi lain, derasnya informasi yang tidak tersaring menimbulkan ancaman serius.

Marsekal McLuhan menyebut internet telah menciptakan global village atau desa dunia, di mana nilai-nilai dari berbagai peradaban saling ditiru. Fenomena ini terlihat jelas di tengah masyarakat Indonesia. Lihat saja gaya hidup konsumtif, hedonisme, hingga perilaku yang bertentangan dengan nilai Islam semakin mudah diadopsi.

Banjir informasi di tengah masyarakat yang belum siap dengan perkembangan zaman, justru menjadi ancaman tersendiri. Banyak masyarakat yang langsung mempercayai informasi dari media sosial tanpa memverifikasi kebenarannya. Akibatnya, hoaks, kesalahpahaman agama, dan interpretasi keliru semakin marak.

Padahal Allah SWT sudah mengingatkan agar umat Islam lebih kritis dalam menyerap informasi, terutama di era digital. Mencari tahu kebenaran sebuah informasi sebelum mempercayainya, terlebih jika informasi tersebut bukan bidang pengetahuan kita.

Allah SWT berfirnan, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (Q.S. Al-Isra’: 36).

Internet sebagai Peluang Dakwah

Meski membawa tantangan, internet juga membuka peluang besar bagi peradaban Islam. Dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai lebih dari 215 juta orang, media digital bisa menjadi sarana dakwah paling efektif. Konten Islami yang berkualitas dapat menjangkau jutaan orang hanya dalam hitungan detik.

Majelis taklim online, ceramah digital, kajian interaktif melalui Zoom atau YouTube, hingga dakwah kreatif di TikTok atau Instagram, semuanya bisa memperluas jangkauan dakwah Islam. Bahkan, dengan strategi komunikasi yang tepat, internet bisa menjadi sarana penyebaran ilmu pengetahuan Islam yang lebih luas dibanding media konvensional.

Allah SWT mengingatkan umat-Nya untuk memanfaatkan waktu dan peluang dengan sebaik mungkin: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr : 18).

Ayat ini menekankan pentingnya perencanaan. Maka dalam konteks dakwah digital, umat Islam harus merancang strategi agar pesan Islam dapat tersampaikan dengan efektif, menarik, dan sesuai dengan kebutuhan generasi masa kini. Dengan memperbanyak konten dakwah di media sosial, dapat mengimbangi penyebaran hoaxs dan konten lain yang tidak bermanfaat.

Strategi Melestarikan Peradaban Islam di Indonesia

Untuk menjaga kokohnya peradaban Islam di tengah derasnya arus digital, umat Islam perlu menata langkah dengan strategi yang cerdas dan berlandaskan nilai-nilai syariat. Umat harus dibekali kemampuan kritis dalam memilah dan memverifikasi informasi agar tidak mudah terjerumus ke dalam jebakan hoaks, propaganda, atau ajaran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah. Sikap kritis hanya bisa dibangun dengan memperkuat literasi digital Islami.

Selanjutnya, media sosial dapat dioptimalkan sebagai ruang dakwah yang kreatif dan relevan. Konten dakwah tidak boleh berhenti pada ceramah tradisional, tetapi perlu dikemas dengan pendekatan visual, narasi yang menyentuh, serta bahasa yang sesuai dengan kebutuhan generasi muda. Rasulullah SAW bersabda: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari).

Hadis ini menjadi landasan bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban berdakwah sesuai kapasitasnya, termasuk melalui media sosial sebagai sarana dakwah modern.

Lembaga pendidikan perlu bertransformasi dengan menghadirkan pembelajaran berbasis e-learning, platform digital interaktif, serta penelitian yang inovatif. Upaya ini bukan hanya untuk mengejar ketertinggalan, tetapi juga untuk menegaskan bahwa Islam memiliki tradisi keilmuan yang kuat.

Di sisi lain, menghidupkan ekonomi syariah di era digital juga sangat penting. Kehadiran e-commerce dan fintech berbasis syariah dapat menjadi pilar kemandirian umat. Dengan sistem yang sesuai prinsip halal dan thayyib, ekonomi digital Islam berpotensi memperkuat daya saing umat sekaligus menjadi solusi atas krisis moral dalam ekonomi konvensional.

Akhirnya, menanamkan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi komitmen setiap Muslim. Baik dalam berpakaian, berbicara, berinteraksi sosial, hingga aktivitas digital, semua harus mencerminkan akhlak Islami. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).

Akhlak adalah inti dari ajaran Islam dalam setiap aktivitas. Umat Islam harus merefleksikan kepribadian Muslim yang beradab. Jika  strategis ini dijalankan secara konsisten, umat Islam akan tetap teguh dan berdaya di tengah tantangan era digital yang penuh dinamika, sekaligus mampu menjadikan teknologi sebagai sarana memperkuat peradaban Islam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement