SURAU.CO – Syekh Abdul Qadir al-Jailani dalam karyanya Sirr al-Asrār fīmā Yaḥtāj Ilayhi al-Abrār menjelaskan bahwa para kekasih Allah menempuh jalur hati yang penuh dengan pengorbanan, kesabaran, dan cinta kepada Allah. Mereka bermaksud, mengosongkan hati selain Allah, dan mengisinya dengan dzikir yang terus-menerus.
Beliau menulis:
مَنْ أَرَادَ الوُصُولَ إِلَى اللهِ فَعَلَيْهِ بِتَصْفِيَةِ قَلْبِهِ مِنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْكُنُ فِيهِ سِوَاهُ
“Barang siapa yang ingin sampai kepada Allah, maka hendaklah ia membersihkan hatinya dari segala sesuatu selain-Nya, karena tidak ada yang layak bersemayam di hati kecuali Dia.” ( Sirr al-Asrār , hlm.15).
Syekh menekankan bahwa rahasia ini bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki dengan harta atau kedudukan. Rahasia itu hanya terbuka bagi orang-orang yang benar-benar ikhlas dan siap meninggalkan kepentingan dirinya sendiri demi mendekati Sang Pencipta. Dengan kata lain, jalan rahasia para wali adalah perjalanan meninggalkan ego (nafs) menuju ridha Allah.
Ilmu Lahir dan Ilmu Batin
Salah satu pesan penting dalam kitab Sirr al-Asrār adalah pentingnya keseimbangan antara ilmu lahir dan ilmu batin. Ilmu lahir mencakup pengetahuan syariat: fiqh, akidah, hukum halal dan haram. Sedangkan ilmu batin adalah ilmu tentang hati, ikhlas, sabar, syukur, dan cinta kepada Allah.
Syekh berkata:
العِلْمُ ظَاهِرٌ وَبَاطِنٌ؛ فَالظَّاهِرُ قِوَامُ الجَوَارِحِ، وَالبَاطِنُ قِوَامُ القُلُوبِ
“Ilmu itu ada lahir dan batin; lahirnya menjadi penopang anggota tubuh, dan batinnya menjadi penopang hati.” ( Sirr al-Asrār , hlm.22).
Dari sini jelas bahwa seorang muslim tidak cukup hanya berpegang pada syariat lahiriah, tetapi juga wajib menghidupkan dimensi batiniah.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan bahwa seseorang tidak akan bisa berjalan dengan benar jika hanya memegang salah satunya. Orang yang hanya berpegang pada ilmu lahir bisa terjebak dalam formalitas, sementara orang yang hanya menekankan ilmu batin bisa terjebak dalam kebingungan. Jalan rahasia para kekasih Allah selalu menggabungkan keduanya: menjalankan syariat secara lahiriah sekaligus membersihkan hati secara batiniah.
Perjuangan Melawan Nafsu
Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyebutkan bahwa musuh terbesar seorang salik adalah dirinya sendiri, khususnya hawa nafsu. Nafsu cenderung mengarahkan manusia pada kesenangan duniawi, keinginan berlebihan, dan kemalasan dalam ibadah. Oleh karena itu, jalan para kekasih Allah adalah jalan mujahadah—bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu.
Beliau menekankan pentingnya riyadhah (latihan rohani) seperti memperbanyak puasa, mengurangi tidur, memperbanyak dzikir, dan menjaga lisan dari kata sia-sia. Semua latihan ini bertujuan untuk menyalakan nafsu agar hati bersih dan mampu menerima cahaya Ilahi.
Kitab ini juga menjelaskan betapa pentingnya dzikir dalam perjalanan rohani. Dzikir bukan sekedar mengucapkan lafaz di bibir, melainkan mengingatkan ingatan kepada Allah dalam setiap detik kehidupan. Dengan dzikir, hati menjadi tenang, pikiran jernih, dan jiwa terhubung dengan Sang Pencipta.
Para kekasih Allah menjadikan dzikir sebagai napas mereka. Mereka mengingat Allah saat berdiri, duduk, bekerja, maupun istirahat. Rahasia ini membuat mereka selalu merasa dekat dengan Allah, meski hidup di tengah hiruk pikuk dunia.
Cinta kepada Allah
Jalan rahasia para wali adalah jalan cinta. Cinta inilah yang menggerakkan mereka untuk beribadah tanpa pamrih, membantu sesama tanpa mengharap balasan, dan sabar dalam menghadapi cobaan. Syekh Abdul Qadir al-Jailani menggambarkan bahwa cinta kepada Allah bagaikan api yang membakar segala hal duniawi dalam hati seorang hamba.
Syekh menegaskan:
مَنْ أَحَبَّ اللهَ صَدَقًا، لَمْ يَبْقَ فِي قَلْبِهِ مَكَانٌ لِغَيْرِهِ
“Barang siapa yang mencintai Allah dengan sebenar-benarnya, maka tidak tersisa lagi ruang dalam hati bagi selain-Nya.” ( Sirr al-Asrār , hlm. 52).
Dengan cinta itu, mereka merasakan manisnya ibadah. Shalat bukan lagi kewajiban yang memberatkan, melainkan pertemuan penuh kerinduan. Dzikir bukan sekedar bacaan, melainkan ungkapan cinta. Inilah rahasia yang membuat para pecinta Allah mampu menanggung penderitaan dan tetap tersenyum dalam kesabaran.
Tanpa keikhlasan, perjalanan spiritual akan sia-sia. Dalam kitab Sirr al-Asrār, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyatakan bahwa amal tipis apa pun bisa menjadi besar jika dilandasi ikhlas, dan amal sebesar apa pun bisa menjadi hampa jika disertai riya atau pamrih.
Para kekasih Allah menjaga hati dari perasaan ingin dipuji atau dihormati manusia. Mereka beribadah hanya untuk Allah semata. Keikhlasan ini menjadi kunci utama terbukanya jalan rahasia yang dimaksud.
Tanda-Tanda Para Kekasih Allah
Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga menjelaskan tanda-tanda seorang kekasih Allah. Mereka dikenal dengan akhlaknya yang mulia, ucapannya yang menyejukkan, serta sikapnya yang rendah hati. Mereka tidak sombong dengan ilmunya, tidak bangga dengan amalnya, dan tidak terikat dengan harta.
Bahkan keberadaan mereka membawa ketenangan bagi orang lain. Di manapun mereka berada, orang merasakan kedamaian. Hal ini karena hati mereka dipenuhi cahaya Allah yang kemudian membawa ke sekitarnya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
