Satu Guru untuk Indahnya Ukhuwah.
SURAU.CO – Dalam perjalanan hidup, Allah selalu mempertemukan kita dengan orang-orang yang menjadi jalan kebaikan. Salah satunya adalah keberadaan seorang guru. Guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga penanam nilai, penunjuk arah, dan pengikat hati dalam jalinan ukhuwah.
Belajar Bersama Dalam Lingkaran Ilmu
Seorang guru ibarat mata air yang jernih. Dari lisannya mengalir ilmu, dari sikapnya terpancar teladan, dan dari hatinya terhunjam doa tulus untuk murid-muridnya. Betapa banyak persahabatan lahir dari majelis ilmu. Betapa banyak ukhuwah terikat karena duduk bersama di bawah bimbingan seorang guru.
Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara…” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa iman menjadi dasar persaudaraan, dan salah satu cara paling indah untuk mengikat iman adalah melalui ta’allum (belajar) bersama dalam lingkaran ilmu. Dari situlah ukhuwah terjalin dengan ikhlas dan suci, bukan karena kepentingan dunia, tetapi karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Menghargai Guru Bagian Menjaga Ukhuwah
Satu guru dapat menyatukan banyak murid dari berbagai latar belakang. Ada yang berbeda usia, profesi, dan cara pandang, namun ketika duduk di hadapan guru, semuanya sama: seorang penuntut ilmu yang haus akan petunjuk Allah. Dari situlah lahir rasa rendah hati, kesetaraan, dan penghormatan satu sama lain.
Indahnya ukhuwah lahir ketika kita memandang sesama murid sebagai saudara seperjalanan menuju Allah. Tidak ada iri, tidak ada dengki, yang ada hanyalah saling menguatkan. Jika satu lemah, yang lain menguatkan. Jika satu futur, yang lain mengingatkan. Dan semua itu bermula dari satu guru yang mengikat hati dengan ilmu dan keteladanan.
Maka, menghargai guru adalah bagian dari menjaga ukhuwah. Menjaga silaturahim sesama murid adalah wujud rasa syukur kepada Allah yang telah mempertemukan kita dalam jalan ilmu.
Berkumpul Bersama Guru dan Saudara Seiman
Mari kita rawat ukhuwah yang lahir dari majelis ilmu. Karena ukhuwah ini bukan hanya sekadar persaudaraan di dunia, tetapi insyaAllah akan berlanjut hingga di akhirat, berkumpul kembali di surga bersama guru dan saudara seiman.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang mereka bukan para nabi dan bukan pula para syuhada, namun para nabi dan syuhada iri kepada mereka pada hari kiamat, karena kedudukan mereka di sisi Allah.”
Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, bukan karena hubungan darah atau harta. Demi Allah, wajah mereka bercahaya dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut ketika manusia merasa takut, dan mereka tidak bersedih ketika manusia bersedih” (HR. Abu Dawud).
Itulah ukhuwah sejati—lahir dari iman, dipelihara dengan ilmu, dan disatukan oleh satu guru.
Bijaksana dalam Bermedia Sosial.
Media sosial ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia bisa menjadi sarana kebaikan, namun di sisi lain juga bisa membawa pada keburukan jika tidak digunakan dengan bijak.
Hari ini hampir semua orang memiliki akun media sosial. Ada yang menggunakannya untuk belajar, berbagi, berdakwah, mempererat silaturahim, hingga mencari rezeki. Namun tidak sedikit pula yang terjerumus pada hal-hal sia-sia bahkan dosa, seperti ghibah, fitnah, menghujat, atau sekadar menghabiskan waktu tanpa manfaat.
Beberapa prinsip bijaksana dalam bermedsos:
- Niatkan untuk kebaikan
Gunakan media sosial sebagai ladang amal: berbagi ilmu, mengingatkan dalam kebaikan, atau menebar inspirasi positif. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim). -
Jaga lisan, meski dalam tulisan
Kata-kata di dunia maya sama berat timbangannya dengan di dunia nyata. Jangan mudah menyebar ujaran kebencian, hujatan, atau fitnah. -
Hindari ghibah dan aib orang lain
Membicarakan keburukan orang di media sosial bukan hanya ghibah, tapi bisa menjadi dosa jariyah yang terus menyebar tanpa bisa kita hentikan. -
Manfaatkan untuk ilmu dan silaturahim
Ikuti akun-akun yang bermanfaat, dengarkan kajian, baca artikel, atau bergabung dengan komunitas yang positif. Jadikan media sosial sebagai sarana memperkuat ukhuwah.
Batasi waktu agar tidak lalai
Terlalu lama scroll tanpa tujuan hanya akan membuat kita lalai dari ibadah, pekerjaan, dan keluarga. Bijaklah mengatur waktu.
Jangan pamer dan riya: Tahan diri dari memposting hal-hal yang hanya memancing iri atau sekadar untuk dipuji. Allah tidak menyukai orang yang sombong dan suka pamer.
Kesimpulan: Media sosial bukan musuh, ia hanyalah alat. Kitalah yang menentukan apakah ia menjadi jalan pahala atau jalan dosa. Gunakan ia untuk kebaikan, bukan keburukan. Seperti kata pepatah: “Jari jemari yang menulis di dunia maya akan menjadi saksi di akhirat kelak.”
Mari kita bijak bermedia sosial: sebarkan ilmu, tebarkan kebaikan, jaga lisan, dan raih pahala dari setiap postingan. Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat, (Tengku Iskandar, M. Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
