Kisah
Beranda » Berita » Kisah Tsa’labah: Lalai Karena Harta

Kisah Tsa’labah: Lalai Karena Harta

Kisah Tsa'labah: Lalai Karena Harta
Ilustrasi penggembala kambing.

 SURAU.CO – Pada masa Rasulullah saw. hiduplah seorang laki-laki miskin bernama Tsa’labah bersama istrinya. Mereka tinggal di sebuah gubuk dengan kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan. Akan tetapi, Tsa’labah adalah orang yang sangat taat dan rajin beribadah.

Setiap waktu dia selalu shalat berjama’ah bersama Rasulullah. Rasululullah saw. seringkali memperhatikan kelakuan Tsa’labah yang selalu tergesa-gesa pulang ke rumah setiap selesai shalat. Seringkali Tsa’labah begitu selesai salam dia langsung berdiri dan pulang ke rumahnya, tanpa ikut berzikir atau shalat sunat terlebih dahulu.

Hadiah kambing untuk Tsa’labah

Suatu ketika, setelah selesai shalat Rasulullah memanggilnya dan bertanya tentang sebab dia selalu bergegas pulang ke rumah setiap kali selesai shalat berjama’ah. Tsa’labah menjawab, “Ya Rasulullah,saya bergegas pulang karena di rumah istri saya sedang menunggu pakaian yang saya pakai untuk shalat ini. Kami tidak memiliki pakaian yang bagus dan layak untuk shalat kecuali yang sedang saya pakai ini. Jika saya terlambat pulang maka tentu isteri saya juga akan terlambat melaksanakan shalat”.

Mendengar jawaban dari Tsa’labah tersebut, Rasulullah merasa kasihan kepadanya. Keesokan harinya, Rasulullah kembali memanggilnya dan berkata, “Hai Tsa’labah ini aku hadiahkan seekor kambing untuk engkau pelihara. Kambing ini sekarang adalah menjadi milikmu supaya nanti bisa membantu kehidupan rumah tanggamu”.

Menjadi kaya dan terhormat

Tsa’labah merasa sangat senang dan berterima kasih kepada Rasulullah atas hadiah tersebut. Sejak saat itu mulailah Tsa’labah mengurus kambingnya dengan baik dengan tetap taat menjalankan ibadah berjama’ah setiap waktu. Berkat do’a Rasulullah kambing Tsa’labah berkembang dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Jumlah kambingnya kian bertambah banyak seiring berjalannya waktu.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Kehidupannya mulai berubah, dia tidak lagi seorang yang miskin dan hidup kekurangan. Tsa’labah sudah menjadi orang kaya dan disegani. Kondisi seperti ini membuat Tsa’labah mulai tersibukkan dalam mengurus kambingnya dan hartanya yang banyak. Akibatnya secara perlahan-lahan aktifitas ibadahnya juga mulai menurun. Jika sebelum dia memiliki kekayaan, dia selalu shalat berjam’ah setiap waktu, namun setelah kekayaannya bertambah dia sudah jarang terlihat berjama’ah.

Nasihat pada Tsa’labah

Suatu ketika, Rasulullah memanggilnya dan bertanya tantang sebab kenapa dia sudah jarang ke masjid untuk shalat berjama’ah. Tsa’labah menjawab, “Saya sekarang sibuk mengurus dan mengembalakan ternak ya Rasulullah”. Rasulullah kemudian menasehatinya agar bersyukur dengan cara meningkatkan ibadah kepada Allah, dan jangan sampai terlalaikan oleh kekayaan. Rasulullah juga menasehatinya agar mengeluarkan zakat ternaknya sesuai aturan syari’at.

Akan tetapi, kondisi Tsa’labah tidak berubah setelah menerima nasehat Rasulullah. Bahkan dia semakin jarang terlihat shalat berjama’ah dan zakat yang Rasulullah  minta tidak pernah dia keluarkan.

Puncak keingkaran Tsa’labah

Puncak dari keingkaran Tsa’labah adalah dia tidak pernah lagi ke masjid untuk shalat berjam’ah bahkan sering lalai dalam shalat. Rasulullah kembali mengingatkan Tsa’labah agar bersyukur dan membayarkan zakat, sebab azab Allah sangat dekat. Namun, Tasa’labah sepertinya tidak menggubris nasehat Rasulullah.

Suatu pagi, saat ia akan melepaskan ternaknya Tsa’labah terkejut mendapatkan sebagain ternaknya mati secara tiba-tiba. Kondisi seperti ini berlangsung setiap pagi, di mana puluhan ternaknya mati tanpa sebab yang jelas. Akhirnya tidak satupun dari ternaknya yang tersisa, bahkan kekayaannya yang lain pun mulai berkurang dan habis. Dalam waktu yang singkat semua kekayaannya lenyap bahkan dia lebih miskin dari sebelumnya.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Pelajaran untuk bersyukur

Dari kisah itu dapat kita ambil pelajaran; Pertama, bagi yang bersyukur akan nikmat Allah,maka pasti Allah akan memberikan  tambahan yang lebih banyak dari yang telah diberikan. Akan tetapi jika manusia kafir terhadap nikmat Allah maka Allah akan mendatangkan azab-Nya. Atau paling tidak  Allah akan mencabut keberkahan rezeki yang diberikan-Nya. Allah mengingatkan dalam surat Ibrahim [14]: 7

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.

Bagi yang tidak bersyukur, Allah menyebutkan sebuah perumpamaan dalam al-Qur’an, surat an-Nahl [16]: 112

 “Dan Allah membuat sebuah perumpamaan terhadap suatu negeri yang dahulu aman, tentram, rezeki datang dari segala tempat namun negeri itu kemudian kafir terhadap ni’mat Allah maka Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang mereka perbuat.”

Kedua, janganlah seseorang merasa enggan dan merasa terbebani dengan kewajiban zakat. Sebab, zakat bukan hanya bertujuan membersihkan harta dan jiwa dari kotorannya, namun juga akan menambah harta itu sendiri sesuai dengan janji Allah dalam surat Saba’[34]: 39

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi
siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.

Ketiga, janganlah pernah harta dan kekayaan membuat kita lalai kepada Allah. Karena, jika manusia lalai mengingat Allah karena tersibukkan mengurus kekayaan, manusia itu pasti merugi dan akan menyesal saat kematiannya tiba. Itulah yang Allah ingatkan dalam surat al-Munafiqun[63]:9

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”

(St.Diyar)

Referensi: Syofyan Hadi, Kisah dan ‘Ibrah,2021


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement