Fiqih
Beranda » Berita » Sejarah Awal Mula Daging Anjing Diharamkan dalam Islam

Sejarah Awal Mula Daging Anjing Diharamkan dalam Islam

Anjjing. gambar ilustrasi
Anjjing. gambar ilustrasi

SURAU.CO-Al-Qur’an menegaskan aturan makanan halal dan haram dengan jelas. Allah menyebut dalam QS. Al-Baqarah: 173 dan Al-Maidah: 3 bahwa umat Islam tidak boleh memakan bangkai, darah, daging babi, serta hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Ayat ini membuka dasar larangan, tetapi tidak menutup kemungkinan ada tambahan hukum lain yang lahir dari prinsip tahrim al-khabā’its atau pengharaman sesuatu yang menjijikkan. Allah juga menegaskan dalam QS. Al-A’raf: 157 bahwa Nabi Muhammad SAW menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Para ulama kemudian menggunakan ayat ini untuk melarang konsumsi hewan yang kotor, termasuk anjing.

Rasulullah SAW memperjelas hukum dengan sabda beliau: “Jika anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian, cucilah tujuh kali, salah satunya dengan tanah.” (HR. Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa anjing membawa najis berat sehingga perlu perlakuan khusus untuk menyucikannya. Para ulama menilai, jika sekadar jilatan saja membuat air najis, apalagi daging anjing yang masuk ke dalam tubuh manusia. Karena itu, mayoritas ulama menyatakan memakan daging anjing hukumnya haram.

Mazhab Syafi’i, Hanafi, dan HaMbali menegaskan keharaman secara mutlak. Ulama Maliki memang menyatakan anjing tidak najis mutlak, tetapi mereka juga menolak konsumsi daging anjing karena bertentangan dengan prinsip menjaga kebersihan dan kesehatan. Para ulama memadukan dalil Qur’an, hadis, dan kaidah syariah untuk menegakkan larangan ini. Mereka aktif menutup pintu kebiasaan buruk yang bisa merusak tubuh dan akhlak umat. Dengan demikian, pengharaman daging anjing lahir dari sikap tegas syariat yang menjaga umat Islam dari hal berbahaya.

Aspek Kesehatan, Sosial, dan Hikmah Keharaman

Islam tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga melindungi kesehatan umat. Sejak dulu, masyarakat mengenal anjing sebagai hewan pembawa penyakit berbahaya, terutama rabies. Penyakit ini bisa menular melalui gigitan atau cairan tubuh, dan tingkat kematiannya sangat tinggi. Dengan mengharamkan daging anjing, Islam langsung menutup jalan umat dari sumber penyakit yang mematikan.

Para peneliti modern juga membuktikan bahwa daging anjing sering mengandung bakteri, parasit, dan virus. Orang yang mengonsumsi daging ini bisa terkena infeksi cacing pita, keracunan makanan, hingga penyakit zoonosis yang berpindah dari hewan ke manusia. Umat Islam yang menaati larangan syariat otomatis menjaga tubuh dari penyakit. Dengan demikian, larangan agama dan temuan ilmiah saling menguatkan.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Dari sisi sosial, masyarakat Arab di zaman Nabi memanfaatkan anjing untuk menjaga rumah, menggembala, atau membantu berburu. Mereka tidak menjadikannya sebagai hewan ternak yang layak dikonsumsi. Islam kemudian mengarahkan umat agar menempatkan anjing sesuai fungsi sosialnya. Dengan tidak memakannya, umat menjaga nilai kebersihan sekaligus mempertahankan fungsi sosial yang sudah berlaku.

Pengharaman daging anjing juga membawa hikmah spiritual. Islam mengajak umat untuk memilih makanan yang halal, baik, dan bergizi. Allah menurunkan aturan bukan untuk memberatkan, tetapi untuk melindungi hamba-Nya. Umat Islam yang menjauhi daging anjing menunjukkan kepatuhan kepada Allah, menjaga kesehatan diri, dan menegakkan martabat sebagai hamba yang taat. Larangan ini sekaligus mendidik umat agar tidak serakah dalam urusan makanan, tetapi selektif memilih yang membawa manfaat.

Sejarah awal mula daging anjing diharamkan dalam Islam berakar dari dalil Al-Qur’an, hadis, dan penegasan ulama. Islam mengajarkan umat untuk menghindari makanan kotor yang merugikan kesehatan. Para ulama memutuskan hukum dengan mempertimbangkan aspek spiritual, kesehatan, dan sosial. Dengan menghindari daging anjing, umat Islam menjaga tubuh dari penyakit, menghormati fungsi sosial hewan, dan menunjukkan ketaatan kepada Allah. Keharaman ini membuktikan kasih sayang Allah yang selalu ingin melindungi hamba-Nya agar hidup sehat, bersih, dan bermartabat. (Hendri Hasyim)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement