Khazanah
Beranda » Berita » Istiqomah yang Paling Sulit: Tidak Merasa Diri Lebih Baik

Istiqomah yang Paling Sulit: Tidak Merasa Diri Lebih Baik

Istiqomah yang Paling Sulit: Tidak Merasa Diri Lebih Baik
Foto: Pinterest

SURAU.CO – Istiqomah sering dipahami sebagai konsistensi dalam beribadah. Banyak orang yang menilainya dari rajinnya seseorang shalat, puasanya yang tidak pernah bolong, atau kebiasaannya membaca Al-Qur’an. Namun, semakin kita merenungkan, semakin jelas bahwa istiqomah tidak hanya soal rutinitas ibadah. Ada bagian yang jauh lebih berat, yaitu menjaga hati agar tetap bersih dan tidak merasa lebih baik dari orang lain.

Hati manusia ibarat lautan. Di permukaannya, ia bisa tampak tenang. Tetapi pada dasarnya, ada arus yang kuat, kadang halus, kadang mengguncang. Salah satu arus yang paling berbahaya adalah perasaan bahwa diri ini lebih suci, lebih taat, lebih dekat dengan Allah dibandingkan orang lain. Rasa itu muncul diam-diam, tanpa kita sadari. Saat kita rajin shalat malam, kita bisa membandingkan diri dengan tetangga yang jarang ke masjid. Saat kita bersedekah, kita bisa menilai diri kita lebih dermawan daripada orang yang tidak terlihat memberi. Apalagi ketika lisan kita sibuk berzikir, hati ini bisa berasumsi menganggap diri lebih dekat kepada Allah daripada orang yang sibuk dengan pekerjaan.

Padahal, Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar biji sawi.” (HR.Muslim). Peringatan ini begitu tajam. Ia seakan mengetuk hati kita: apa pun rasa lebih baik dari orang lain, itu bisa menggerogoti amal yang sudah kita kumpulkan.

Istiqomah Sejati: Rendah Hati

Istiqomah sejati bukan sekedar menjaga konsistensi dalam beribadah, tetapi juga menjaga hati agar tetap rendah. Kita perlu menyadari bahwa setiap manusia memiliki perjalanan masing-masing. Mungkin hari ini kita merasa lebih rajin, tapi siapa yang tahu bagaimana akhir hidup kita? Mungkin hari ini kita melihat orang lain jauh dari agama, tapi siapa yang bisa menjamin esok hari dia tidak menjadi hamba Allah yang lebih mulia?

Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. An-Najm: 32):

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah (Allah) yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.”

Kalimat ini membuat kita sadar bahwa kita tidak pernah benar-benar mengetahui siapa yang lebih mulia di sisi Allah. Bisa jadi seseorang yang kita anggap jauh dari agama, justru memiliki hubungan khusus dengan Allah yang tersembunyi dari pandangan kita.

Belajar dari Kisah Para Sahabat

Para sahabat Rasulullah adalah teladan nyata dalam hal ini. Umar bin Khattab, seorang khalifah besar, pernah berkata, “Seandainya seluruh manusia masuk surga kecuali satu orang, aku khawatir akulah orang itu.” Begitu rendahnya hati Umar, padahal amal dan perjuangannya untuk Islam sudah tidak terbantahkan. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga demikian. Meski dijamin masuk surga oleh Rasulullah, beliau tetap sering menangis ketika membaca ayat-ayat tentang neraka. Keduanya tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain.

Namun menjaga hati agar tidak merasa lebih baik dari orang lain itu sulit. Karena hati manusia cenderung menyukai pengakuan. Setiap kali kita melakukan kebaikan, ada bisikan halus yang berkata, “Aku lebih baik dari dia.” Bisikan inilah yang harus kita lawan. Di sinilah letak istiqomah sejati: melawan bisikan itu setiap saat. Menyadari bahwa tanpa rahmat Allah, kita tidak akan mampu beribadah. Bahkan satu rakaat shalat pun, tidak akan bisa kita lakukan jika bukan karena pertolongan-Nya

Istiqomah Adalah Perjalanan Hati

Menjaga hati adalah perjalanan panjang. Ia bukan perkara sehari dua hari, melainkan latihan seumur hidup. Istiqomah bukan sekedar soal terus berbuat kebaikan, tapi juga soal bagaimana hati tetap tunduk, tidak silau oleh amal sendiri, dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ketika hati bersih, amal akan bernilai ikhlas. Ketika hati terjaga, hidup akan terasa tenang. Dan ketika kita istiqomah menjaga hati, kita akan semakin dekat dengan ridha Allah. Maka, marilah kita belajar menundukkan hati, tidak menghakimi, dan tidak merasa lebih baik. Karena pada akhirnya, Allah tidak menilai seberapa banyak kita membandingkan diri, melainkan seberapa ikhlas kita menjaga hati dalam setiap langkah kehidupan.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement