Kisah
Beranda » Berita » Kisah Pemakaman Fatimah Az Zahra, Putri Rasulullah

Kisah Pemakaman Fatimah Az Zahra, Putri Rasulullah

Kisah Pemakaman Fatimah Az Zahra, Putri Rasulullah
Ilustrasi Keranda Mayat

SURAU.CO – Bulan Maulid Nabi menjadi momen yang tepat untuk menelusuri kembali kisah-kisah yang berkaitan dengan Rasulullah Muhammad SAW. Tidak hanya tentang perjuangan beliau, tetapi juga tentang keluarga yang sangat beliau sayangi. Salah satunya adalah Siti Fatimah az-Zahra, putri kesayangan Nabi sekaligus istri dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Kisah tentang beliau dapat kita temukan dalam berbagai literatur klasik, salah satunya kitab Nur ad-Dhalam karya Imam Nawawi al-Bantani. Di dalam kitab tersebut, Imam Nawawi menceritakan riwayat hidup singkat putri-putri Nabi, termasuk Fatimah az-Zahra.

Biografi Singkat Siti Fatimah

Nama lengkap beliau adalah Fatimah az-Zahra. Kata Fatimah berarti “menyapih”, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:

لِأَنَّ اللهَ فَطَمَهَا وَذُرِّيَّتَهَا عَنِ النَّارِ

Karena Allah menyapih (menyelamatkan) Fatimah dan keturunannya dari api neraka.” (HR Imam Muhib Thabari)

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Sedangkan gelar az-Zahra memiliki beberapa penjelasan dari para ulama. Ada yang menyebut karena dia tidak pernah mengalami hal ini sepanjang hidupnya. Ada pula yang mengatakan karena wajahnya yang putih bersinar. Selain itu, beliau juga dikenal dengan gelar al-Batul, yang berarti “terputus dari dunia”, yaitu sosok yang zuhud dan hanya bergantung kepada Allah.

Fatimah dikenal sebagai sosok yang cerdas, berakhlak luhur, dan tekun dalam memahami agama. Nabi sendiri sangat mencintainya. Riwayat menyebutkan, ketika Nabi hendak bepergian, orang terakhir beliau pamiti adalah Fatimah. Sebaliknya, ketika Nabi kembali dari perjalanan, orang pertama yang beliau temui juga Fatimah.

Ketika Sayyidina Ali meminangnya, Rasulullah bersabda:

أَعْطَيْتُ خَيْرَ النِّسَاءِ لِخَيْرِ الرِّجَالِ

Aku telah memberikan perempuan terbaik kepada lelaki terbaik.” (HR Hirifish, ar-Raudh al-Faiq)

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Pernikahan itu berlangsung setelah Perang Badar. Saat itu Ali berusia 21 tahun, sedangkan Fatimah sekitar 15 tahun.

Pemakaman Siti Fatimah

Fatimah az-Zahra wafat pada tahun 11 Hijriah, tepatnya bulan Ramadhan, hari Selasa. Saat itu, umat Islam masih berduka karena baru saja kehilangan Rasulullah SAW beberapa bulan sebelumnya.

Prosesi pemakamannya dilakukan dengan kesederhanaan. Empat orang yang mengangkat keranda beliau adalah suaminya, Ali bin Abi Thalib; putra kedua, Hasan dan Husain; serta sahabat Abu Dzar al-Ghifari. Mereka mengiringi pemakaman dengan hati yang berat, penuh rasa kehilangan.

Setibanya di liang lahat, mereka meletakkan keranda dengan penuh hormat. Pada saat itulah, Abu Dzar al-Ghifari berkata:

Wahai liang lahat! tahukah kamu siapa yang datang kepadamu? Inilah Fatimah, putri tercinta Rasulullah, istri dari Ali, ibu dari Hasan dan Husain.”

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Namun tiba-tiba terdengar suara dari arah liang lahat, seolah menjawab:

Aku bukanlah tempat bagi nasab dan kedudukan. Aku hanyalah tempat akhir dari amal saleh. Tidak ada yang selamat dariku kecuali mereka yang datang dengan amal baik, ikhlas, dan hati yang benar-benar bersih.”

Hikmah dari Kisah Pemakaman

Kisah ini mengandung pelajaran bahwa kemuliaan nasab tidak menjamin keselamatan seseorang di alam kubur. Anak seorang Nabi pun, jika tidak disertai amal saleh, tidak akan luput dari siksa kubur. Sebaliknya, siapa pun yang beramal dengan tulus—entah dia keturunan orang besar atau orang biasa—akan mendapat rahmat Allah.

Pesan ini mengingatkan kita bahwa amal adalah bekal utama. Kedudukan, harta, dan keturunan hanya akan tinggal di dunia, sementara yang menemani kita di alam kubur hanyalah amal kebaikan.

Siti Fatimah az-Zahra bukan hanya putri Nabi, tetapi juga teladan bagi seluruh muslimah. Beliau hidup dalam kesederhanaan, berakhlak mulia, dan mendidik generasi penerus yang kelak menjadi pemimpin umat. Kisah pemakamannya memberi kita peringatan sekaligus motivasi: mencintai Nabi dan keluarganya dengan mengikuti jejak amal mereka.

Semoga kisah ini menambah kecintaan kita kepada Rasulullah dan keluarganya, sekaligus menjadi pengingat agar kita selalu memperbanyak amal saleh dengan penuh keikhlasan.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement