Khazanah
Beranda » Berita » Suara Sang Syaikh: Panggilan Agar Kita Pulang kepada Allah

Suara Sang Syaikh: Panggilan Agar Kita Pulang kepada Allah

Sufi duduk bermeditasi di bawah cahaya bulan, simbol perjalanan ruhani menuju Allah.
Seorang sufi dalam keheningan malam, melambangkan panggilan untuk pulang kepada Allah

Surau.co. Ketika membaca kitab Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī, kita seakan memasuki taman jiwa yang penuh dengan wangi doa, gema zikir, dan cahaya kesadaran. Kitab ini tidak sekadar mengisahkan karāmah atau mukjizat kecil seorang wali, tetapi menjadi cermin yang mengingatkan bahwa tujuan tertinggi hanyalah Allah. Di setiap halaman, kita mendengar suara sang Syaikh, seakan-akan beliau memanggil kita dengan penuh kasih, “Kembalilah, jangan tersesat oleh bayang-bayang dunia.”

Manāqib sebagai Cahaya Perjalanan Ruhani

Fenomena di Indonesia menunjukkan betapa kitab manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī masih hidup dalam hati umat. Dari kampung-kampung di Jawa hingga pesantren di pelosok Nusantara, bacaan manāqib menjadi bagian dari tradisi sosial dan spiritual. Majelis manāqiban bukan sekadar ritual, tetapi juga ruang kebersamaan, tempat masyarakat mencari kekuatan batin di tengah kerasnya realitas hidup.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا. فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya. Maka Allah mengilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7–10)

Ayat ini seakan menjadi landasan manāqib: karāmah bukanlah tujuan, melainkan buah dari jiwa yang disucikan.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Jejak Syaikh dalam Kitab Manāqib

Dalam kitab Manāqib Syaikh ‘Abd al-Qādir al-Jailānī, kita menemukan banyak kisah yang melampaui logika biasa, namun selalu menuntun kepada makna terdalam. Salah satu kutipan menyentuh hati:

قال الشيخ: من أراد القرب من الله فليتخل عن شهواته، فإن الشهوة حجاب بين القلب والحق
“Syaikh berkata: Barang siapa ingin dekat dengan Allah, hendaklah ia meninggalkan hawa nafsunya, karena nafsu adalah hijab antara hati dan al-Haqq.”

Kata-kata ini mengajarkan bahwa pintu karāmah bukan pada mata yang melihat cahaya gaib, melainkan pada hati yang terbebas dari tirai nafsu.

Fenomena Sosial: Tradisi Manāqiban di Indonesia

Di tengah derasnya arus modernitas, masyarakat kita masih memelihara tradisi manāqiban. Di beberapa daerah Jawa, tiap malam Jumat Legi, rumah-rumah dipenuhi cahaya lampu dan suara bacaan manāqib. Anak-anak duduk bersila, orang tua menunduk khusyuk, dan hati-hati yang letih kembali bersemangat.

Tradisi ini bukan sekadar mengingatkan sejarah seorang wali besar, melainkan juga meneguhkan identitas spiritual masyarakat. Dalam kebersamaan membaca manāqib, lahirlah rasa saling peduli, solidaritas, dan doa bersama agar negeri tetap dalam lindungan Allah.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Manāqib yang dibaca bersama bukan hanya bacaan kisah, melainkan niat kolektif untuk mendekat kepada Allah.

Karāmah sebagai Cermin, Bukan Tujuan

Salah satu kisah dalam manāqib menyebut:

قال الشيخ: الكرامة الحقيقية أن يثبت العبد على طاعة الله بلا التفات إلى الخلق
“Syaikh berkata: Karāmah sejati adalah seorang hamba yang tetap teguh dalam ketaatan kepada Allah tanpa menoleh kepada makhluk.”

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Di tengah masyarakat kita yang seringkali terpesona dengan hal-hal spektakuler, pesan ini sangat relevan. Bahwa mukjizat lahiriah bukanlah ukuran kesucian, melainkan keteguhan batin dalam taat.

Kutipan lain yang menenangkan hati berbunyi:

قال الشيخ: إذا أقبلت على الله بقلبك رأيت أن الدنيا كلها ظل زائل
“Syaikh berkata: Jika engkau menghadap kepada Allah dengan hatimu, engkau akan melihat seluruh dunia hanyalah bayangan yang fana.”

Betapa tepat pesan ini bagi generasi muda Indonesia yang sering lelah mengejar dunia tanpa henti. Dunia hanyalah bayangan, sementara hakikat adalah pulang kepada Allah.

Panggilan Pulang: Pesan Universal Sang Syaikh

Kitab manāqib menghadirkan suara lembut sang Syaikh yang terus berulang: pulanglah. Pesan ini tidak hanya untuk murid abad pertengahan di Baghdad, tetapi juga untuk petani di Jawa, nelayan di Sulawesi, hingga mahasiswa di kota besar Indonesia.

Allah berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً. فَادْخُلِي فِي عِبَادِي. وَادْخُلِي جَنَّتِي
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27–30)

Inilah inti dari semua kisah: bukan sekadar memuja seorang wali, melainkan menyiapkan jiwa agar mampu kembali dengan tenang.

 

* Reza Andik Setiawan

Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement